Liputan6.com, Jakarta - Leverate Group telah menyelenggarakan pelatihan digital marketing dan media sosial untuk staf Direktorat Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan tim dalam mengedukasi masyarakat mengenai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara sebagai instrumen investasi strategis, khususnya melalui platform digital dan media sosial.
Pelatihan ini adalah bagian dari komitmen berkelanjutan Leverate Group untuk mendukung inisiatif pemerintah Indonesia dalam meningkatkan literasi finansial masyarakat khususnya terkait instrumen Sukuk Negara.
Leverate Group, sebagai agensi berpengalaman di bidang pemasaran digital, memberikan wawasan praktis dan strategi untuk memperluas jangkauan,meningkatkan keterlibatan, dan mengkomunikasikan informasi penting mengenai Sukuk Negara kepada khalayak luas.
"Berkolaborasi sebagai mitra pemerintah dengan pengetahuan dan alat untuk memanfaatkan pemasaran digital adalah cara kami berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Kami merasa terhormat dapat mendukung DJPPR dalam meningkatkan kesadaran dan pemahamanpublik tentang Sukuk Negara melalui saluran digital,” ujar Direktur LeverateGroup Herni Wijaya, seperti dikutip dari keterangan resmi, Rabu (6/11/2024).
Direktur Direktorat Pembiayaan Syariah DJPPR, Tony Prianto menambahkan, dengan meningkatnya literasi masyarakat terkait Sukuk Negara, diharapkan hal ini juga akan meningkatkan inklusi masyarakat pada instrumen-instrumen Sukuk Negara.
"Workshop ini merupakan salah satu upaya untuk membekali tim kami dengan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan literasi dan inklusi serta mengedukasi masyarakat terkait peran strategis Sukuk Negara pada pembangunan nasional melalui platform digital,” ujar dia.
OJK Catat Penerbitan Obligasi dan Sukuk Hijau Mencapai Rp 36,4 Triliun
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai penerbitan obligasi dan sukuk berlandaskan keberlanjutan telah mencapai Rp 36,4 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon (PMDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menjelaskan, OJK bersinergi dengan stakeholder untuk terus mendorong penerbitan obligasi dan sukuk berlandaskan keberlanjutan di Indonesia.
Selanjutnya pada 2024, OJK telah menerbitkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia atau TKBI. Taksonomi ini menjadi rujukan bagi pelaku jasa keuangan dalam mengimplementasikan keuangan berkelanjutan. TKBI mengklasifikasikan kegiatan usaha ke dalam kategori green atau hijau dan transisi dengan mengintegrasikan aspek kelingkungan dan aspek sosial.
Selain itu, di tahun ini OJK sedang melakukan berbagai persiapan penerapan standar IFRS S1 dan IFRS S2 dan dari berbagai inisiatif keuangan berkelanjutan yang telah dilakukan OJK bersama stakeholder Indonesia dinilai cukup maju dan cepat dalam penerapan keuangan berkelanjutan.
Pesan OJK
"Izinkan saya menyampaikan sebuah pesan penting kepada seluruh perusahaan di Indonesia terutama yang telah menjadi bagian dari pelaku usaha jasa keuangan agar terus meningkatkan tata kelola atau governance perusahaannya. Hal ini tidak hanya dalam rangka kepatuhan terhadap regulasi tapi tentunya juga untuk membangun kepercayaan dan juga reputasi di mata investor global, regulator, dan juga seluruh stakeholder," kata Inarno dalam Annual Report Award, Senin (7/10/2024).
Inarno juga mendorong para pelaku bisnis untuk mengintegrasikan prinsip sustainability ke dalam proses bisnis perusahaan serta melaporkannya secara transparent di dalam laporan tahunan. Hal ini sebagai bentuk komitmen pelaku usaha untuk berkontribusi dalam mengatasi dampak perubahan iklim dan juga permasalahan sosial.
"Saya berkeyakinan bahwa apabila suatu perusahaan bersungguh-sungguh dalam menerapkan good governance dan juga mengintegrasikan prinsip sustainability dalam menjalankan usahanya maka akan mendapatkan kepercayaan dari investor baik itu domestik maupun global, regulator, pemerintah, dan juga stakeholder lainnya," pungkas Inarno.
Didukung Binus University, MEC dan Leverate Group Adakan Talk Show AI dan Digital Marketing
Sebelumnya, setiap generasi konsumen memiliki preferensi dan kebiasaan belanja yang unik. Hal ini sangat terlihat pada Gen Z yang tumbuh di tengah perkembangan pesat teknologi seperti e-commerce dan generative AI. Seperti dilaporkan oleh BBC, konsumen Gen Z cenderung lebih selektif dalam memilih produk karena keterbatasan dana dari pekerjaan entry-level mereka, terutama di tengah inflasi saat ini. Mereka tidak hanya memprioritaskan harga, tetapi juga mempertimbangkan kualitas produk dan aspek keberlanjutan dalam produksinya.
Untuk tetap relevan di mata generasi muda, bisnis harus mampu beradaptasi dengan perilaku konsumen yang terus berubah, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi terbaru. Sebagai tanggapan, Marketing Enthusiast Community (MEC) bekerja sama dengan Leverate Group dan didukung oleh BINUS University mengadakan talk show bertajuk “Now and Then: Harness the power of digital marketing & AI for the ever-changing consumer behavior” pada 3 Agustus 2024.
Perkembangan Terbaru dalam Digital Marketing
Di era teknologi yang terus berkembang, strategi digital marketing juga mengalami perubahan. Salah satu contohnya adalah teknologi generative AI yang bisa membantu dalam perancangan taktik promosi untuk menjangkau konsumen Gen Z.
Bambang A. Reza, Head of Digital Marketing di Kimberly Clarks - Softex, menjelaskan, “Saya sendiri sudah melihat bagaimana banyak marketer menggunakan ChatGPT untuk membuat draft pertama copy mereka. Lalu, mereka akan mengembangkan tulisan tersebut supaya semakin relevan dan personal dengan target audiens mereka. Ini bisa menghemat waktu karena [copywriter] yang bersangkutan sudah punya batu loncatan di awal.”
Selain itu, generative AI tidak hanya mempersingkat waktu pencarian ide konten pemasaran tetapi juga mampu memberikan rekomendasi produk atau layanan yang lebih personal berdasarkan preferensi dan kebiasaan belanja konsumen.
Adhani Siregar, Head of Digital Marketing Bank Neo Commerce, menambahkan, “Kami menerapkan strategi serupa dalam fitur-fitur yang ada di aplikasi mobile banking Bank Neo. Apalagi, mengingat kebanyakan penggunanya adalah Gen Z yang ingin semuanya serba beres lewat smartphone, termasuk untuk mendapatkan saran produk.”