Rupiah Loyo terhadap Dolar AS Buntut Isu Donald Trump Berupaya Lengserkan Ketua The Fed

5 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada Selasa, 22 April 2025. Pada perdagangan Rabu, (23/4/2025), rupiah diprediksi masih fluktuatif.

Rupiah ditutup melemah 53 poin terhadap dolar AS setelah sempat melemah 70 poin di level Rp 16.859,5 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.806,5. 

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun di tutup melemah di rentang Rp16.840 - Rp16.900,” ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

Ia mengatakan, pasar kembali kecewa dipicu oleh kekhawatiran seputar kebijakan moneter AS, setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana untuk merombak Federal Reserve (the Fed).

Pernyataan Penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett mengatakan Presiden AS Donald Trump dan timnya terus mengkaji kemungkinan melengserkan Ketua Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS Jerome Powell. Kabar itu datang menyusul dorongan oleh Trump pada The Fed untuk menurunkan suku bunga.

Menurut Donald Trump, ekonomi AS dapat melambat jika The Fed tidak segera memangkas suku bunga. Sementara itu, Powell pekan lalu mengatakan bank sentral tidak cenderung memangkas suku bunga dalam waktu dekat, dengan alasan kemungkinan tekanan inflasi dan ketidakpastian ekonomi yang berasal dari tarif baru. 

“Perkembangan ini telah memicu kekhawatiran tentang independensi Fed, yang mengirimkan riak ke pasar keuangan,” Ibrahim menyoroti.

Selain itu, pelemahan Rupiah juga terjadi seiring ketegangan perdagangan AS-Tiongkok yang terus meningkat. Baru-baru ini, Tiongkok mengeluarkan peringatan keras kepada negara-negara yang mempertimbangkan perjanjian perdagangan dengan AS yang dapat merugikan kepentingan Tiongkok.

Perdagangan RI Dibayangi Dampak Kebijakan Tarif Trump

Rupiah juga melemah terhadap dolar AS meski neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus senilai USD 4,33 miliar pada Maret 2025.

"Kendati demikian, para ekonom memproyeksikan surplus dagang tersebut akan menyusut secara bertahap pada tahun ini karena dampak tarif Trump,” kata Ibrahim.

Ia melihat, neraca perdagangan Indonesia ke depan masih diliputi ketidakpastian terutama akibat meningkatnya risiko pelemahan permintaan ekspor dan pergeseran permintaan domestik. 

"Alasannya, terjadi eskalasi perang dagang akibat penerapan tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada para mitra dagangnya termasuk Indonesia,” paparnya.

"Tarif Trump tersebut dapat menyebabkan pelemahan permintaan dari mitra dagang utama Indonesia seperti China, AS, dan Uni Eropa sehingga menurunkan volume ekspor, khususnya di sektor manufaktur dan yang berbasis sumber daya alam. Selain itu, fluktuasi harga energi dan mineral global dapat memengaruhi nilai ekspor Indonesia,” tambah Ibrahim.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan surplus perdagangan US$4,33 miliar pada Maret 2025 lebih tinggi dari bulan sebelumnya. 

Pada Februari 2025, surplus neraca perdagangan tercatat sebesar US$3,12 miliar. Sementara itu, secara kumulatif, neraca perdagangan selama Januari hingga Maret 2025 mencapai US$10,92 miliar. Indonesia mencatatkan surplus 59 bulan beruntun sejak Mei 2020.

Kemendag: RI Belum Kena Tarif 47 Persen dari AS

Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara terhadap kabar yang beredar soal tarif impor produk Indonesia ke Amerika Serikat, termasuk komoditas tekstil yang mencapai 47 persen.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono memastikan, produk-produk Indonesia belum dikenakan tarif 47 persen.

"Menurut saya perlu diluruskan, tidak semuanya kena 47 persen karena tarif di Amerika kan beragam, dari 0 sampai sekian persen,” kata Djatmiko dalam konferensi pers pada Senin (21/4/2025).

Ia menuturkan, besaran tarif impor AS untuk produk Indonesia bervariasi, tergantung pada jenis produk dan tarif Most Favoured Nation (MFN) yang berlaku sebelumnya. 

"Yang produknya 5 persen tambah 10 persen menjadi 15 persen. 10 persen tambah 10 persen menjadi 20 persen. Jadi semuanya ditambah 10 persen (tarif dasar baru),” ungkapnya.

Djatmiko merinci, tarif MFN untuk produk tekstil dan pakaian Indonesia ke AS saat ini berkisar antara 5 persen hingga 20 persen, ditambah dengan tarif dasar 10 persen dari AS. 

Adapun untuk produk alas kaki, tarif MFN berada di kisaran 8 persen hingga 20 persen, yang kini akan dinaikkan tarif dasar hingga 10 persen.

“Kecuali untuk baja, aluminium, otomotif, dan komponen otomotif, yang tarif dasarnya kena 25 persen,” bebernya.

Menyusul pengumuman terkait penundaan tarif resiprokal selama 90 hari, Djatmiko memastikan, Pemerintah tengah menjalani proses negosiasi yang aktif dengan Amerika Serikat dan belum ada kesepakatan final yang dicapai.

"Jadi (pengenaan tarif) masih dinamis, kita masih menunggu perundingan dan pembicaraan selanjutnya dengan Pemerintah Amerika Serikat,” terang dia.

Read Entire Article
Bisnis | Football |