Liputan6.com, Jakarta - Rupiah ditutup melemah terbatas satu poin atau 0,01% menjadi 16.873 per dolar AS dari sebelumnya 16.872 per dolar pada Kamis, 24 April 2025.
Selain itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) pada Kamis sore, 24 April 2025 turun ke level 16.884 per dolar AS dari sebelumnya 16.880 per dolar AS. Demikian seperti dikutip dari Antara.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuabi menilai pelemahan rupiah terhadap dolar AS terjadi di tengah Presiden AS Donald Trump mengungkapkan prospek pengurangan bea perdagangan yang tinggi terhadap China.
"Namun, kurangnya kejelasan tentang komentar Trump, ditambah dengan pernyataan yang kurang optimis dan pejabat lain di tengah meningkatnya ketidakpastian atas ekonomi AS dan perang dagang yang sengi tantara AS dan China,” ujar Ibrahim dalam keterangan resmi, Kamis (24/4/2025).
Ia menuturkan, Presiden AS Donald Trump mengatakan pekan ini kalau akhirnya dapat menurunkan tarifnya yang tinggi, 145% terhadap China. Namun, Ibrahim menuturkan, langkah itu akan bergantung pada China yang datang ke meja perundingan, sebuah skenario yang tidak begitu diminati China untuk dilaksanakan. China membalas dengan tarif 125% terhadap AS, dan hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda akan mundur.
Selain itu, komentar dari anggota pemerintahan Trump lainnya juga menganggu optimisme atas deeskalasi AS-China. Menteri Keuangan Scott Bessent memperingatkan pembicaraan perdagangan dengan China dapat jadi sulit dan AS mungkin perlu memangkas tarif terlebih dahulu sebelum terlibat dengan China.
“Pelaku pasar tetap waspada atas potensi dampak tarif Trump, bahkan ketika sebuah laporan menunjukkan ia dapat menawarkan beberapa pengecualiaan kepada produsen mobil,” kata dia.
Prediksi Rupiah
Selain itu, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,7 persen pada 2025 dan 2026. Angka ini menurun dari proyeksi pada Januari 2025 yaitu sebesar 5,1 persen. Proyeksi ini tertuang dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025 yang menganalisa dampak penyesuaian tarif Amerika Serikat.
"Angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berbeda jauh dari negara Asia berkembang lainnya. Malaysia, misalnya, diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen pada 2025 dan 3,8 persen pada 2026. Kemudian Vietnam diprediksi mengalami pertumbuhan sebesar 5,2 persen pada 2025 dan 4,0 persen pada 2026,” kata dia.
Sementara itu, ekonomi China diprediksi tumbuh sebesar 4 persen pada 2025 dan 2026. Tidak hanya Indonesia, penerapan tarif resiprokal AS juga berdampak secara global. Pertumbuhan ekonomi global pada 2025 diprediksi turun menjadi 2,8 persen dari proyeksi Janurai 2025 yaitu 3,3 persen
"Selain peningkatan tarif, meningkatnya ketidakpastian kebijakan juga memiliki peran besar dalam proyeksi ekonomi. Jika terus berlanjut, meningkatnya tensi perdagangan dan ketidakpastian akan memperlambat pertumbuhan ekonomi secara signifikan,” ujar dia.
Sedangkan, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7-5,5 persen. Sampai dengan triwulan I 2025 ekonomi tergolong bagus.
"Tapi ke depan, dinamika-dinamika itu perlu diantisipasi lebih baik. Oleh karena itu, BI berkomitmen memperkuat dan menyempurnakan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial,” ujar dia.
Pada perdagangan Jumat, 25 April 2025, Ibrahim prediksi, rupiah bergerak fluktuatif dan masih melemah di kisaran 16.870-16.930.
Sri Mulyani Sebut Pergerakan Rupiah Masih Sejalan dengan Perkembangan Regional
Sebelumnya, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dinilai masih sejalan dengan perkembangan mata uang regional.
Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) seperti dikutip dari Antara, Kamis (24/4/2025).
“Pergerakan rupiah masih sejalan dengan perkembangan mata uang regional lainnya dan berada dalam kisaran yang sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia di dalam menjaga stabilitas perekonomian,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara daring, dipantau di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani menuturkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 27 Maret 2025 tercatat Rp16.560 per dolar AS atau menguat 0,12 persen point-to-point (ptp) dibandingkan dengan level akhir Februari 2025.
Akan tetapi, tekanan kuat terhadap nilai tukar rupiah terjadi di pasar off-shore (Non-Deliverable Forward/NDF) pada saat libur panjang pasar domestik dalam rangka Idul Fitri 1446 H akibat kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).
Merespons itu, Bank Indonesia (BI) pada 7 April 2025 melakukan intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York guna stabilisasi nilai tukar rupiah dari tingginya tekanan global.
Respons kebijakan ini memberikan hasil positif, kata Sri Mulyani. Hal itu tercermin dari perkembangan rupiah yang terkendali dan menguat menjadi Rp16.855 per dolar AS pada 22 April 2025, dibandingkan dengan level Rp16.865 per dolar AS pada hari pertama pembukaan pasar domestik pascalibur tanggal 8 April 2025.
Rupiah Bakal Stabil
“Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik,” tutur Sri Mulyani.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Kamis pagi di Jakarta menguat sebesar 6 poin atau 0,04 persen menjadi Rp16.866 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.872 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) menyatakan terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi terukur di pasar off-shore NDF dan strategi triple intervention pada transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder.
Seluruh instrumen moneter juga terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.