Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus menggencarkan proses sertifikasi tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Namun, 100 persen tanah bisa tersertifikasi tampaknya jadi hal yang sulit.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ossy Darmawan.
Ossy menyebut, sejak program PTSL berjalan pada 2017, total tanah yang sudah bersertifikat sekitar 76 persen dari target 126 juta bidang tanah.
"Sehingga kita masih ada sisa tanggungan sekitar 24 persen. Kalau semua tanah di Indonesia, semua bidang di luar kawasan hutan sudah tersertifikasi, tentunya ini akan betul-betul meminimalisir dampak ataupun efek konflik dan juga sengketa pertanahan," ungkapnya saat ditemui di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (24/4/2025)
Meskipun Kementerian ATR/BPN berupaya agar bisa menuntaskan proses sertifikasi tanah sesegera mungkin, tetapi Ossy belum bisa memasang target waktu kapan itu akan selesai.
Bahkan, ia pun sangsi jika seluruh tanah dari program PTSL bisa tersertifikasi sepenuhnya. Lantaran beberapa kasus konflik pertanahan diklaim sangat sulit untuk diselesaikan.
"Yang pasti kita akan berusaha, karena pasti 100 persen (tanah bersertifikat) ini mungkin tidak akan terjadi. Karena memang ada tanah-tanah yang sifat konfliknya sangat akut. Tapi, kita akan terus berusaha," ucap dia.
Ia mengungkapkan, status 24 persen tanah yang belum bersertifikat tersebut punya tingkat penyelesaian cenderung sulit. "Kementerian ATR/BPN tidak mungkin secara tangan besi, (menentukan) ya ini sertifikatnya milik si ini," imbuh ya.
Sertifikat KW456 Jadi Contoh
Ossy lantas mencontohkan sertifikat tanah dengan kode KW456, yang rawan menimbulkan sengketa karena banyak yang tidak memiliki peta tanah. Adapun tanah dengan sertifikat KW456 merupakan sertifikat yang diterbitkan pada periode 1961-1997.
"Ya tentunya bukan pada kapasitas kita untuk menyalahkan salah satu (pihak). Tugas kita untuk menyelesaikan semua. Kami akan berusaha dengan kecanggihan teknologi," kata Ossy.
"Dengan juga bantuan seluruh pihak, utamanya masyarakat, kita akan bekerja maksimal untuk bisa mencapai 100 persen dalam waktu yang ditentukan," dia menekankan.
PTSL Sangat Membantu
Menurut dia, program PTSL yang diluncurkan sejak 2017 sudah sangat membantu proses sertifikasi tanah. Padahal, dulunya proses itu sangat sulit, di mana pemerintah hanya bisa mensertifikasi tanah sebanyak 1 juta bidang per tahun.
"Namun di atas tahun 2017 dengan program PTSL ini kita bisa melakukannya 5-10 juta bidang per tahun. Sehingga ini tentunya menjadi satu capaian untuk kemudian bagi masyarakat memberikan kepastian hukum dan juga meniadakan sengketa," ungkapnya.
Ia juga tak memungkiri jika masih ada sejumlah evaluasi untuk program tersebut. "Kami paham tentunya masih banyak kekurangan dan yang harus kita kejar dalam program PTSL," pungkas Ossy.
Sudah Ada 113,3 Juta Bidang Tanah Terdaftar Lewat Program PTSL
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan sudah ada 113,3 juta bidang tanah yang terdaftar melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Ini setara dengan 94,4 persen dari target 2024.
AHY menyampajkan, ini jadi salah satu capaian positif dalam perjalanan satu dekade reforma agraria yang dimulai 2014 lalu. Program PTSL sendiri dimulai pada 2017, dan meningkat sebesar 250 persen hingga 2024.
"Sejak program ini dijalankan telah terjadi akselerasi dalam kegiatan pendaftaran tanah melalui program PTSL, pendaftaran tanah sistematis dan lengkap. Pada tahun 2017 kami laporkan tanah terdaftar baru mencapai 46 juta bidang tanah," urai AHY dalam Reforma Agraria Summit 2024, di Sanur, Bali, Sabtu (15/6/2024).
"Alhamdulillah hingga akhir Mei tahun 2024 ini telah terdaftar 113,3 juta bidang tanah dan 91,7 juta bidang tanah diantaranya telah bersertifikat," imbuhnya.
Dia menegaskan, angka ini setara dengan 94,4 persen dari target 120 juta bidang tanah di 2024. Kemudian, setara dengan 89 persen dari target PTSL sebanyak 126 juta bidang tanah terdaftar di 2025 nanti.
"Hasil ini signifikan telah mencapai 94,4 persen dari target 120 juta bidang tanah pada tahun 2024 atau mencapai 89 persen jika dihadapkan pada total target hingga akhir 2025 yaitu 126 juta bidang tanah," tuturnya.
Dia mencatat, sejak memimpin Kementerian ATR/BPN pada Februari 2024, telah didaftarkan sebanyak 2,4 juta bidang tanah. Ini jadi capaian dalam 100 hari kerja AHY.
Kontribusi Ekonomi
Dari akselerasi pendaftaran tanah tadi, AHY menegaskan ada dampak ekonomi yang tercipta. Bahkan, penambahan nilai ekonomi bisa mencapai Rp 6.519,1 triliun.
"Program pendaftaran tanah secara masif ini telah memberikan kontribusi terhadap penambahan nilai ekonomis sebesar kurang lebih Rp 6.519 Triliun," ucapnya.
"Hal ini tentu bersumber dari pajak penghasilan, bea perolehan hak tanah dan bangunan, penerimaan negara bukan pajak, dan nilai hak tanggungan. Dalam 100 hari kerja kontribusi pertambahan nilai ekonomi tersebut sebesar Rp 215,8 Triliun," tambahnya.
Sebagai rinciannya, sejak 2017 hingga Mei 2024, Pajak Penghasilan (PPh) mencapai Rp 61,2 triliun, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) senilai Rp 146,4 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp 16,2 triliun, serta Hak Tanggungan (HT) senilai Rp 6.295,2 triliun.