Simfoni yang Berakhir tapi Warisannya Abadi di Real Madrid: Luka Modric, Toni Kroos, dan Casemiro

2 days ago 4

Liputan6.com, Jakarta Fans Real Madrid kembali merasakan patah hati pada fase akhir musim 2024/2025. Bukan soal gelar dan persaingan dengan Real Madrid, akan tetapi perpisahan dengan sang maestro yakni Luka Modric.

Luka Modric sudah bergabung dengan Real Madrid pada 2012 lalu. Lebih dari satu dekade membela klub ibu kota Spanyol, ada banyak hal yang diberikan Modric. Dia punya enam gelar juara Liga Champions.

Datang dengan banyak keraguan, Luka Modric pergi dengan status legenda. Pemain asal Kroasia itu telah memberikan standar yang tinggi bagi setiap gelandang yang datang ke Real Madrid. Dia akan jadi tolok ukur kesuksesan.

Berakhirnya kebersamaan dengan Luka Modric juga menjadi episode lain dari trio legendaris di lini tengah Real Madrid. Setelah Casemiro dan Toni Kroos, giliran Luka Modric yang akan meninggalkan Stadion Bernabeu.

Tiga Pilar, Satu Visi

Ketiganya datang ke Real Madrid dari latar belakang yang berbeda, dengan label harga yang, dalam konteks sepak bola modern, tergolong murah.

Diboyong dari Sao Paulo pada 2013 hanya dengan €6 juta, Casemiro menjadi sosok tak tergantikan di lini tengah. Gelandang bertahan asal Brasil ini adalah perisai pertama pertahanan Madrid dan sosok yang kerap menjadi penyelamat dalam situasi genting.

Didatangkan dari Tottenham Hotspur pada 2012 seharga €30 juta, Modric sempat diragukan di awal kariernya. Namun, dengan teknik tinggi, visi brilian, dan stamina luar biasa, ia menjelma menjadi maestro sejati. Ballon d'Or 2018 adalah bukti pengakuan dunia atas kejeniusannya.

Transfer senilai €25 juta dari Bayern Munchen pada 2014 dianggap salah satu yang paling cerdas dalam sejarah klub. Kroos menawarkan ketenangan, akurasi umpan yang luar biasa, dan ketajaman dalam membaca permainan.

Lima Liga Champions dan La Decima

Trio ini adalah pilar dalam beberapa gelar Liga Champions yang diraih Real Madrid sejak 2014 yakni musim 2015/16, 2016/17, 2017/18, dan 2021/22.

La Decima—gelar ke-10 yang dinanti selama 12 tahun—adalah titik balik yang memperkuat status mereka sebagai legenda klub. Modric ada dalam bagian dari skuad itu. Begitu juga Casemiro, walau dengan peran terbatas. Sedangkan, Toni Kroos datang setelah musim itu.

Tak hanya Liga Champions, mereka juga membawa pulang gelar-gelar domestik seperti La Liga, Copa del Rey, hingga Piala Dunia Antarklub. Konsistensi dan chemistry mereka menjadi kekuatan utama dalam menghadapi berbagai skenario pertandingan.

Dalam formasi 4-3-3 andalan Zinedine Zidane dan para pelatih setelah maupun sebelumnya, Casemiro menjadi pelindung lini belakang, Modric sang kreator, dan Kroos si pengatur ritme. Kombinasi peran itu membuat Real Madrid menjadi tim yang tak hanya kuat, tetapi juga indah untuk ditonton.

Kini, babak itu resmi ditutup. Casemiro membela di Manchester United, Kroos akan gantung sepatu setelah Piala Eropa 2024, dan Modric, meski masih bermain, telah mengucapkan salam perpisahan. Meski pahit, Madridistas tahu: mereka beruntung pernah menyaksikan era ini.

Kepergian mereka bukan akhir dari segalanya, melainkan kesempatan untuk mengenang masa kejayaan dan membangun masa depan. Dengan gelandang muda seperti Federico Valverde, Eduardo Camavinga, dan Jude Bellingham, tongkat estafet sudah disiapkan.

Namun, membentuk harmoni seperti era Casemiro-Modric-Kroos? Mungkin akan butuh waktu dan keajaiban bagi Real Madrid untuk bisa menghadirkan simfoni indah dengan warisan abadi tersebut.

Read Entire Article
Bisnis | Football |