Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui adanya peluang untuk perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun anggaran 2025.
Sri Mulyani mengatakan, penyusunan APBN 2025 dilakukan dengan konsultasi kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Presiden Prabowo telah menyampaikan di berbagai kesempatan agar kementerian/lembaga (K/L) betul-betul memperhatikan APBN, terutama dengan berbagai timbal balik mengenai efisiensi,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, pada Jumat (8/11/2024).
Sri Mulyani membeberkan arahan Prabowo terkait Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang masih tinggi.
Jika nilai ICOR semakin rendah, maka investasi yang dikeluarkan lebih efisien dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, juga ada arahan terkait kebocoran hingga korupsi.
“Oleh karena itu, kalau dilakukan tinjauan terhadap APBN, lebih pada menekankan arahan dari Presiden Prabowo,” jelas Sri Mulyani.
Menkeu lebih lanjut mengungkapkan, dalam Undang-Undang APBN terdapat klausul yang memungkinkan terjadinya penyesuaian. Hal ini baik karena perubahan bertambahnya K/L maupun dari sisi program.
“Sekarang kami sedang fokus untuk melaksanakan UU APBN 2025,” ungkapnya.
“Dalam tiga minggu ke depan, kami akan sangat-sangat sibuk untuk bekerja bersama seluruh K/L dan Bappenas untuk bisa menerjemahkan APBN 2025 dalam bentuk dokumen Perpres rincian daftar dan anggaran per K/L,” terang Sri Mulyani.
Penerimaan Pajak Sentuh Rp 1.517 Triliun hingga Oktober 2024
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengantongi Rp 1.517 triliun penerimaan pajak hingga bulan Oktober 2024.
Angka tersebut setara 76,3 persen dari target APBN 2024 sebesar Rp.1.989 triliun.
“Dari sisi perpajakan Anda lihat (mencapai) Rp 1.517,53, itu 76,3 persen dari target. Yang cukup menggembirakan adalah bahwa kondisi perbaikan ini sudah terjadi dalam dua bulan terakhir dan Alhamdulillah ini berlanjut di bulan Oktober,” kata Wakil Menteri Keuangan III, Anggito Abimanyu dalam konferensi pers APBN KiTa, di Kantor Kemenkeu pada Jumat (8/11/2024).
Anggito menjelaskan, tumbuhnya penerimaan pajak ditopang oleh kinerja positif PBB dan pajak lainnya yang tumbuh 12,81 persen.
Selanjutnya, realisasi PBB dan pajak lainnya pada Oktober 2024 mencapai Rp 32,65 triliun atau 88,52 persen dari target.
Kemudian, PPN dan PPnBM tumbuh 7,87 persen menjadi Rp 620,42 triliun. Angka itu setara 76,47 persen dari target penerimaan 2024.
“Pertumbuhan PPN dan PPnBM yang baik sejalan dengan terjaganya konsumsi baik dari domestik maupun impor,” jelas Anggito.
Penerimaan PPh Nonmigas Terkontraksi
Sementara itu, terjadi kontraksi pada penerimaan bruto kelompok PPh Nonmigas.
Kemenkeu mencatat, pada Oktober 2024 kelompok PPh Nonmigas turun 0,34 persen menjadi Rp 810,76 triliun atau 76,24 persen dari target 2024.
“Kalau Anda lihat di sisi PPH Non-Migas itu memang turun ya, 0,34 tetapi itu adalah kumulatif Januari-Oktober. Jadi kalau month to month-nya positif, tapi kalau year to date memang masih merah PPH Nonmigasnya,” papar Anggito.
Kontraksi juga terjadi pada kelompok PPh Migas. Penurunan ini akibat penurunan lifting minyak bumi. Realisasi PPh Migas turun 8,97 persen menjadi Rp.53,70 triliun atau 70,31 persen dari target tahun ini.