Tren Baru, Keluarga Miliarder Dunia Gemar Beli Klub Olahraga

2 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Keluarga miliarder dunia semakin serius melirik sektor olahraga sebagai ladang investasi baru. Menurut survei terbaru Goldman Sachs, sekitar 25 persen keluarga miliarder sudah menanamkan modal di sektor olahraga maupun fasilitas terkait, seperti arena dan tiket pertandingan.

Angka yang sama juga menunjukkan minat besar dari keluarga miliarder lain yang ingin segera ikut masuk ke sektor ini.

Dikutip dari CNBC, Kamis (18/9/2025), fenomena tersebut mulai terlihat dari sejumlah transaksi besar dalam beberapa bulan terakhir. Julia Koch, istri mendiang miliarder David Koch, bersama keluarganya, baru saja menyepakati pembelian sebagian saham minoritas di tim NFL New York Giants. Kesepakatan itu diumumkan pekan lalu.

Tak hanya itu, pada Juni lalu CEO Guggenheim Partners sekaligus miliarder Mark Walter resmi membeli mayoritas saham klub NBA Los Angeles Lakers. Nilai kesepakatan pun mencengangkan, yakni mencapai USD 10 miliar.

Sementara di kawasan San Francisco, tiga keluarga kaya termasuk keluarga investor ventura Vinod Khosla, juga melakukan langkah serupa. Mereka membeli 6% saham klub NFL San Francisco 49ers pada Mei lalu.

Goldman Sachs melihat alasan keluarga miliarder dunia begitu percaya diri masuk ke sektor olahraga karena mereka tertarik dengan keuntungan dan orientasi jangka panjang yang ditawarkan.

Kombinasi Passion dan Bisnis

Menurut Meena Flynn, Co-Head Global Private Wealth Management Goldman Sachs, ketika keluarga miliarder dunia membeli saham atau bahkan menjadi pemilik klub olahraga, itu bukan hanya semata-mata karena bisnis, hal ini juga berkaitan dengan hobi dan passion mereka.

Flynn menegaskan, bagi para miliarder, berinvestasi di sektor olahraga itu ibarat memadukan dua hal sekaligus, yakni passion dan peluang untuk menciptakan keuntungan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, ada unsur kesenangan sekaligus strategi bisnis.

Selain itu, sektor olahraga juga dianggap sebagai investasi yang cukup aman di tengah ancaman inflasi. Alasannya, klub olahraga punya banyak sumber pemasukan yang bisa diandalkan. Mulai dari hak siar pertandingan di televisi dan layanan streaming, sponsor, merchandise, hingga penjualan tiket. Semua itu membuat nilai bisnis ini relatif stabil dan berpotensi terus bertumbuh.

Ekspansi ke Sektor Pendukung

Tak cukup hanya membeli klub olahraga, sejumlah keluarga miliarder dunia juga memperluas aset bisnis mereka ke sektor pendukung. Investasi ini tidak hanya berhenti di lapangan, tetapi juga merambah ke berbagai lini bisnis yang masih terkait dengan olahraga.

Salah satu contoh menonjol adalah David Blitzer dari Blackstone. Ia tercatat sebagai orang pertama yang memiliki saham di kelima liga olahraga pria terbesar di Amerika Serikat, sebuah pencapaian yang jarang dimiliki investor lain.

Tak berhenti di situ, Blitzer juga aktif berinvestasi lewat perusahaan miliknya, Bolt Ventures. Tahun ini, Bolt Ventures diketahui sudah mendukung beberapa bisnis baru yang cukup menarik.

Di antaranya ada Fantasy Life, sebuah perusahaan media yang berfokus pada taruhan olahraga; Ballers, jaringan klub sosial yang menyediakan fasilitas untuk tenis dan olahraga dengan raket lainnya; serta Padel Haus, operator klub padel yang belakangan juga semakin populer.

Sektor Olahraga Perempuan Masih Sepi Investor

Meski olahraga perempuan dan cabang baru seperti pickleball makin ramai diperbincangkan, hal ini belum cukup untuk menarik minat investor. Survei Goldman Sachs menunjukkan hanya 19 persen dari 245 keluarga miliarder dunia yang sudah, atau berniat, menaruh modal di liga olahraga perempuan.

Sebaliknya, liga utama pria masih manjadu primadona. Sebanyak 71 persen responden menyatakan lebih tertarik untuk masuk ke sektor tersebut.

Angka untuk liga kecil bahkan menunjukkan angka yang lebih rendah. Hanya 16 persen keluarga miliarder yang pernah, atau berencana, berinvestasi di liga perempuan baru maupun liga pria tingkat minor.

Meski begitu, ada juga beberapa miliarder pada Juni lalu membeli tiga lisensi baru tim WNBA. Namun, menurut CNBC, langkah ini lebih didasari oleh harapan pada kenaikan valuasi jangka panjang, bukan keuntungan instan.

Read Entire Article
Bisnis | Football |