Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan bahwa ekonomi global dapat menyusut jika perang dagang antara China dan negara-negara barat meluas. Hal itu disampaikan IMF karena kekhawatiran meningkat menjelang kemungkinan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS dalam Pilpres 2024.
Mengutip BBC, Kamis (24/10/2024) Wakil Direktur Pelaksana IMF, Gita Gopinath mengatakan bahwa lembaga tersebut belum dapat menilai secara spesifik terkait rencana kebijakan perdagangan yang akan diberlakukan Trump, jika terpilih kembali menjadi Presiden AS.
Tetapi ia berpendapat bahwa, jika terjadi perpecahan yang sangat serius dan penggunaan tarif dalam skala luas, maka akan terjadi kerugian terhadap PDB dunia hingga mendekati 7%.
"Ini adalah angka yang sangat besar, 7% pada dasarnya adalah kerugian ekonomi Prancis dan Jerman. Itulah besarnya kerugian yang akan terjadi," jelas dia.
Gopinath juga mengatakan, tarif senilai ratusan miliar dolar sangat berbeda dari dunia yang kita tinggali selama dua atau tiga dekade terakhir.
Ia mengatakan "periode pertumbuhan ekonomi yang stabil saat ini adalah momen untuk membangun kembali penyangga fiskal karena ini bukan krisis terakhir".
"Akan ada guncangan tambahan. Anda akan membutuhkan ruang fiskal untuk merespons. Dan sekaranglah saatnya untuk melakukannya," imbuhnya.
Sebelumnya, Trump mengatakan bahwa ia berencana untuk memperkenalkan pajak atau tarif universal hingga 20% pada semua impor ke AS, sementara Uni Eropa sudah merencanakan langkah lanjutan jika Washington meneruskan kebijakan tersebut.
IMF: Perang Dagang AS China Beri Dampak Berat bagi Ekonomi Global
Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan bahwa ketegangan ketegangan perdagangan dan tarif antara Amerika Serikat dan China yang terus meningkat, akan menimbulkan dampak ekonomi yang berat secara global.
"Kami melihat perdagangan yang didorong secara geopolitik di seluruh dunia, itulah sebabnya ketika Anda melihat perdagangan secara keseluruhan terhadap PDB, hal itu bertahan dengan baik, tetapi siapa yang berdagang dengan siapa pasti berubah," kata wakil direktur pelaksana IMF, Gita Gopinath, dikutip dari CNBC International, Kamis (24/10/2024).
Gopinath pun menyoroti perdagangan AS dan China yang semakin jarang terjadi, dan beberapa bagian dari perdagangan mereka dialihkan melalui negara lain.
"Jika tarif dinaikkan, pemodelan dari IMF menunjukkan bahwa hal itu akan membebani semua pihak," kata Gopinath kepada CNBC di sela-sela pertemuan tahunan lembaga tersebut di Washington.
"Hasil akan jauh lebih rendah daripada yang kami proyeksikan untuk semua negara di dunia, akan ada tekanan pada inflasi, jadi itu bukan arah yang seharusnya kita tuju," jelasnya.
Komentar Gopinath muncul setelah Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan pekan lalu bahwa perdagangan internasional tidak akan lagi menjadi mesin pertumbuhan seperti dulu, dan tindakan perdagangan "balasan" dapat merugikan pihak yang memberlakukannya seperti halnya target mereka.
Seperti diketahui, ketegangan perdagangan antara AS dan China serta Uni Eropa telah meningkat tahun ini, dengan AS dan UE menerapkan tarif yang lebih tinggi pada beberapa barang impor dari China, atas apa yang mereka klaim sebagai praktik perdagangan yang tidak adil dari Beijing.
China juga telah mengumumkan tarif sementara yang lebih tinggi pada beberapa impor produk dari Eropa karena tindakan balasan terus berlanjut.