Liputan6.com, Jakarta - Upah minimum yang diterima oleh buruh dinilai masih belum cukup memenuhi kebutuhan hidupnya. Alhasil, masih banyak buruh yang belum dalam kategori sejahtera.
Peribahasan jauh panggang dari api nampaknya sedikit bisa menggambarkan kehidupan buruh. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menegaskan kehidupan buruh saat ini masih belum sejahtera.
"Mengenai kesejahteraan buruh secara umum, sayangnya, kami belum bisa mengatakan bahwa buruh Indonesia telah sejahtera," ungkap Elly saat dihubungi Liputan6.com, Senin (5/5/2025).
Dia menerangkan masih banyak buruh yang hidup pas-pasan dari upah minimum yang diterimanya. Belum lagi jika menghitung pendapatan dan kepastian kerja dari para buruh kontrak dan alihdaya (outsourcing).
"Masih banyak yang hidup dengan upah minimum yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, belum termasuk buruh kontrak dan outsourcing yang rentan kehilangan pekerjaan kapan saja," tuturnya.
Bicara soal kesejahteraan buruh ini masuk pada rencana Presiden Prabowo Subianto membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat melihat sedikit angin segar dari rencana tersebut.
Dia berharap lembaga yang akan dibentuk itu bisa memuat tak hanya kalangan buruh, tapi juga akademisi. Harapannya, bisa membahas masalah buruh secara komprehensif.
"Harapan saya yang pertama adalah satu, untuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional ini bukan hanya diisi oleh kalangan kawan-kawan buruh, gitu ya. Tetapi, tentu perwakilan. Tetapi saya berharap ada akademisi juga yang memang concern atau selama ini selalu menyuarakan atau juga menyampaikan terkait dengan buruh," terangnya.
Cari Solusi Konkret
Dengan rencana Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional yang bisa melapor langsung ke Presiden, Mirah berharap bisa menemukan solusi konkret.
"Jadi, kalau sudah lapor ke Presiden, tentu dalam mengambil keputusan itu lebih cepat ya dibandingkan dengan mungkin di bawahnya dan sebagainya yang perlu ada mungkin nanti ada ditampung dulu, dikaji dulu," kata dia.
"Tapi, kalau sudah ada dilaporkan ke Presiden, harapannya keputusan yang diambil adalah lebih cepat atau lebih juga bisa mengambil keputusan," tuturnya.
UMR Jakarta 2025 Naik Jadi Rp 5 Juta Lebih, Cukup untuk Hidup Layak?
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah resmi menetapkan Upah Minimum Regional (UMR) tahun 2025 sebesar Rp 5.396.761. Kenaikan ini sebesar 6,5% atau sekitar Rp 329.380 dari UMR tahun 2024 yang sebesar Rp 5.067.381.
Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor ekonomi dan sosial, termasuk inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Jakarta. Penetapan UMR ini berlaku efektif mulai 1 Januari 2025 di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Meskipun ada kenaikan, angka UMR Jakarta 2025 ini masih menjadi sorotan. Banyak pihak, terutama serikat buruh, menilai kenaikan tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak di Jakarta yang dikenal memiliki biaya hidup tinggi.
Mereka sebelumnya menuntut kenaikan UMR sebesar 8%-10%, bahkan menginginkan angka ideal sekitar Rp 6 juta per bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, tempat tinggal, transportasi, dan pendidikan.
Perbedaan antara angka UMR yang ditetapkan dan tuntutan buruh ini menimbulkan perdebatan. Pemerintah berargumen bahwa kenaikan 6,5% sudah mempertimbangkan kondisi perekonomian terkini dan daya saing industri di Jakarta.
Di sisi lain, perwakilan buruh menekankan bahwa angka UMP yang ada saat ini masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi pekerja dan keluarga mereka di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok.
UMR Jakarta vs. Kebutuhan Hidup Layak
Perbedaan antara UMR Jakarta 2025 dan kebutuhan hidup layak menjadi perdebatan utama. Serikat pekerja berpendapat bahwa UMR yang ditetapkan tidak mampu menutupi biaya hidup yang terus meningkat di Jakarta. Mereka menuntut agar pemerintah mempertimbangkan biaya hidup yang sebenarnya, termasuk biaya pendidikan, kesehatan, dan transportasi, dalam menetapkan UMR.
Sementara itu, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjelaskan bahwa penetapan UMR mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi perekonomian makro, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan pekerja dan daya saing industri di Jakarta.
Perlu diingat bahwa UMR ini merupakan upah minimum regional. Artinya, beberapa perusahaan mungkin memberikan upah yang lebih tinggi daripada UMR, tergantung pada sektor industri, posisi pekerjaan, dan kemampuan perusahaan. Namun, bagi pekerja yang hanya menerima UMR, angka tersebut menjadi patokan utama dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
UMR di Jabodetabek: Perbandingan dengan Kota Bekasi
Meskipun UMR Jakarta 2025 telah ditetapkan, penting untuk diingat bahwa UMR di wilayah Jabodetabek bervariasi. Beberapa daerah di sekitar Jakarta, seperti Kota Bekasi, memiliki UMR yang lebih tinggi. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi dan biaya hidup di masing-masing daerah.
Perbandingan UMR antar daerah di Jabodetabek menunjukkan adanya disparitas. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah agar kesenjangan upah antar daerah tidak semakin melebar dan menciptakan ketidakadilan bagi pekerja.
Pemerintah perlu terus melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap penetapan UMR setiap tahunnya agar lebih relevan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup layak pekerja.