BI Prediksi Kredit Perbankan di Bawah 13%, Waspadai Risiko Global

8 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mulai mengoreksi proyeksi optimistisnya terhadap pertumbuhan kredit perbankan pada 2025. Jika sebelumnya diperkirakan bisa menembus 13%, kini BI memproyeksikan pertumbuhan akan berada di batas bawah kisaran 11-13%.

"Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan akan menuju ke batas bawah kisaran 11-13% pada 2025," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers BI, Rabu (23/4/2025).

Oleh karena itu, guna mendukung pertumbuhan kredit, BI akan terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Hal ini termasuk optimalisasi Kredit Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan penguatan implementasi ketentuan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) guna mendorong pendanaan perbankan untuk manajemen likuiditas dan penyaluran kredit ke sektor riil.

Selain itu, Bank Indonesia juga akan terus mempererat koordinasi dengan KSSK untuk mendorong pertumbuhan kredit dalam mendukung pembiayaan ekonomi.

Tercatat pada Maret 2025, kredit perbankan masih tumbuh positif sebesar 9,16% (yoy), meskipun mengalami perlambatan dibanding Februari 2025 yang tercatat 10,30% (yoy).

Pertumbuhan kredit investasi masih relatif tinggi, yaitu 13,36% (yoy), sementara pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing tercatat sebesar 9,32% (yoy) dan 6,51% (yoy).

Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit (lending standard) dan kondisi likuiditas masih memadai, meskipun sejumlah bank mulai menghadapi kendala dalam meningkatkan pendanaan baik Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun sumber lainnya untuk penyaluran kredit.

Sisi Permintaan Kredit

Dari sisi permintaan, kontribusi pertumbuhan kredit terutama didukung pada sektor industri, pertambangan, dan jasa sosial, sementara kontribusi pertumbuhan kredit pada sektor konstruksi dan perdagangan masih terbatas. Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 9,18% (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 1,95% (yoy).

"Ke depan, berbagai risiko ketidakpastian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik perlu menjadi perhatian karena dapat memengaruhi prospek permintaan kredit dan preferensi penempatan aset likuid perbankan," ujarnya.

Penguatan KLM

Disamping itu, Bank Indonesia terus mendorong implementasi penguatan KLM untuk mendukung pertumbuhan kredit perbankan. Mulai 1 April 2025, KLM ditingkatkan dari paling besar 4% menjadi sampai dengan 5% dari DPK.

"Hingga minggu kedua April 2025, Bank Indonesia telah memberikan insentif KLM sebesar Rp370,6 triliun, meningkat sebesar Rp78,3 triliun dari minggu keempat Maret 2025 sebesar Rp292,3 triliun," ujarnya.

KLM sektor Perumahan Meningkat

Khusus sektor perumahan, insentif KLM meningkat sebesar Rp84,0 triliun dari minggu keempat Maret 2025 seiring dengan implementasi penguatan KLM pada 1 April 2025. Insentif KLM diberikan masing-masing kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp161,7 triliun, BUSN sebesar Rp167,4 triliun, BPD sebesar Rp35,7 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,8 triliun.

"Secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau," pungkasnya.

Perbanas Yakin Kredit Bank Tumbuh di Kisaran 10,6% pada 2025

Sebelumnya, pelaku usaha perbankan yang tergabung dalam Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2025 akan mencapai 10,6 persen plus minus 1,0 persen secara tahunan (year on year/yoy). Proyeksi ini sejalan dengan prediksi Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan pertumbuhan kredit berada di kisaran 11 persen hingga 13 persen (yoy).

Ketua Bidang Pengembangan Kajian Ekonomi Perbankan (PKEP) Perbanas, Aviliani, mengatakan, industri perbankan sangat optimisme terhadap pertumbuhan kredit perbankan didorong oleh target pertumbuhan ekonomi nasional yang dipatok sebesar 8 persen.

“Proyeksi ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan kredit Bank Indonesia (BI) yaitu sebesar 11 persen hingga 13 persen (yoy),” kata Aviliani dikutip dari Antara, Rabu (26/3/2025).

Namun, ada tantangan yang perlu dihadapi, seperti daya beli masyarakat yang masih lemah dari sisi permintaan serta ketatnya likuiditas dari sisi penawaran. Kondisi ini terlihat dari pertumbuhan kredit yang tinggi, tetapi diiringi dengan perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).

Selain faktor struktural seperti daya beli, Aviliani menyebutkan bahwa ketidakpastian ekonomi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit. Ia mencontohkan, pertumbuhan kredit pada 2023 lebih rendah dibandingkan 2024 akibat sikap wait and see pelaku usaha yang menunggu hasil Pilpres 2024. Setelah Prabowo dinyatakan menang dalam satu putaran pada Februari 2024, pertumbuhan kredit kembali stabil di level dua digit.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rata-rata pertumbuhan kredit sepanjang 2024 mencapai 10,4 persen (yoy). Sementara itu, data OJK per Januari 2025 menunjukkan pertumbuhan kredit sebesar 10,3 persen (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Prediksi Office of Chief Economists Perbanas sebelumnya sejalan dengan realisasi pertumbuhan kredit 2024 yang mencapai 10,4 persen (yoy)," ujar Aviliani.

Momentum Ramadan

Perbanas berharap momentum Ramadan tahun ini dapat mendorong pertumbuhan kredit, sebagaimana terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2024, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada periode Maret-April, mencapai 12 persen hingga 13 persen (yoy).

Lebih lanjut, Aviliani menjelaskan bahwa siklus kredit masyarakat biasanya dipengaruhi oleh tiga periode utama, yakni Ramadan dan Idul Fitri, awal tahun ajaran baru pada Juni-Juli, serta Natal dan Tahun Baru.

Selama Ramadan, pertumbuhan kredit konsumsi secara bulanan (month to month/mtm) biasanya meningkat signifikan. Bahkan pada 2024, periode ini mencatat pertumbuhan tertinggi dibandingkan bulan lainnya, yaitu sebesar 1,47 persen (mtm). Namun, setelah Idul Fitri, konsumsi masyarakat cenderung menurun sehingga pertumbuhan kredit konsumsi ikut melambat.

Pola serupa juga terlihat pada periode menjelang tahun ajaran baru serta libur Natal dan Tahun Baru. Sebelum periode tersebut, kredit tumbuh secara bulanan (mtm), tetapi melambat setelahnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |