Liputan6.com, Jakarta Matthijs de Ligt mengakui musim tanpa kompetisi Eropa akan jadi tantangan baru dalam kariernya. Bek asal Belanda itu terbiasa tampil di ajang elit sejak di Ajax hingga kini di Manchester United.
Namun, ia mencoba mengambil sisi positif dari situasi ini. De Ligt menyebut jeda tengah pekan tanpa laga bisa dimanfaatkan pelatih Ruben Amorim untuk membentuk tim lebih kuat.
Di tengah kritik dan transisi, De Ligt mengungkap betapa pentingnya membangun kembali fondasi tim. Ia percaya Amorim sedang menyiapkan hal besar untuk musim depan.
Belajar dari Masa Lalu dan Mengambil Peluang Baru
De Ligt sempat merasakan kondisi serupa saat Ajax tersingkir dari kualifikasi Eropa usai final Liga Europa 2017. Namun, setahun kemudian, Ajax melaju hingga semifinal Liga Champions.
Pengalaman itu jadi acuan dirinya untuk tetap berpikir positif di tengah masa sulit. “Itu pertanda baik,” ujar De Ligt, mengenang pencapaian Ajax kala itu.
Menurutnya, musim tanpa jadwal padat bisa memberi ruang lebih besar bagi Amorim untuk membentuk identitas permainan. Ia percaya waktu ekstra latihan akan jadi senjata penting musim depan.
Amorim dan Proyek Membangun Kultur Baru
De Ligt menunjukkan respek tinggi pada Ruben Amorim. Ia menyebut pelatih asal Portugal itu sangat terbuka dan komunikatif dengan para pemain.
Menurut De Ligt, Amorim ingin membangun tim yang solid dan berjuang bersama. “Mungkin dulu United punya pemain top tapi bukan tim. Sekarang fokusnya membangun tim sejati,” ujarnya.
Salah satu hal yang dikagumi De Ligt adalah pendekatan langsung Amorim kepada publik dan media. Ia menyukai gaya blak-blakan sang pelatih, yang menurutnya lebih jujur dan membumi.
Fokus Amorim Tak Cuma Soal Pemain
De Ligt menyebut Amorim tidak hanya melihat kualitas teknis pemain. Menurutnya, sang pelatih juga memperhatikan kultur, cara kerja klub, hingga aspek non-teknis lain yang memengaruhi performa tim.
Amorim diyakini sedang melakukan pembenahan menyeluruh sebelum belanja pemain. Ia ingin memastikan United punya fondasi kuat sebelum menambah amunisi.
“Dia sangat detail. Bukan hanya soal siapa yang dibeli, tapi juga bagaimana klub ini bekerja. Saya rasa musim depan hasilnya mulai terlihat,” kata De Ligt.
Tekanan di MU Lebih Besar, Tapi Potensinya Juga Lebih Besar
Sebagai mantan pemain Ajax, De Ligt terbiasa menghadapi tekanan dari fans. Namun, ia merasa tekanan di MU terasa lebih besar karena ekspektasi musim ini tak terpenuhi.
Menurutnya, saat performa mengecewakan, tekanan mental jadi lebih berat karena tidak ada kesenangan yang bisa dinikmati di lapangan. Tapi ia juga percaya bahwa situasi bisa berbalik cepat.
“Seperti di Liga Europa, emosi itu bisa berubah drastis ketika tim dan fans menyatu. Itu bisa jadi luar biasa,” ucapnya penuh harap.
Adaptasi Taktik dan Peran Baru di Bawah Amorim
De Ligt menyadari perbedaan sistem permainan antara Erik ten Hag dan Ruben Amorim. Namun baginya, perbedaan itu masih dalam batas wajar dan bisa diadaptasi.
Ia menyebut banyak tim besar kini fleksibel memainkan formasi tiga bek dalam fase build-up. Peran individu di sistem itu lebih penting daripada sekadar skema statis.
De Ligt sendiri sudah terbiasa bermain sebagai bek kanan dalam tiga bek ataupun bek tengah. “Posisinya beda, tapi tak ekstrem. Masih bisa saya jalani,” ujarnya.
Pulih dari Cedera, Tetap Aktif di Tur Asia
Meski belum sepenuhnya pulih dari cedera kaki, De Ligt tetap mengikuti tur MU ke Asia. Cedera itu sudah dialami sejak awal April dan sempat kambuh lagi di awal Mei.
Ia mengaku kondisi membaik, tapi belum siap tampil di lapangan. “Saya tetap bisa jalani program dengan fisio di sini, jadi tak masalah,” katanya.
Tur ke Asia juga jadi momen penting untuk bertemu fans global. Meski musim mengecewakan, De Ligt melihat antusiasme suporter tetap tinggi.