Liputan6.com, Jakarta - Indonesia bakal segera melakukan impor energi senilai USD 15,5 miliar dari Amerika Serikat (AS) untuk beberapa komoditas, semisal minyak mentah dan LPG. Namun, impor BBM belum termasuk dalam kesepakatan dagang tersebut.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, impor BBM dari AS belum jadi opsi utama. Lantaran pemerintah lebih memprioritaskan produksi bahan bakar dari dalam negeri.
"Untuk BBM kita masih melihat kemungkinan itu terlebih dulu. Jadi karena untuk BBM itu kita juga diusahakan peningkatan produksi di dalam negeri," kata Yuliot di kantornya, Jakarta, Jumat (3/7/2025).
"Dengan selesainya progres untuk perbaikan yang ada di kilang-kilang dalam negeri. Kemudian upgrade teknologi kita juga akan melihat sebagian besar kebutuhan itu akan berasal dari dalam negeri," terangnya.
Sebagai bentuk negosiasi tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump, Pemerintah RI bakal memprioritaskan kebutuhan untuk impor LPG.
"Kemudian crude (minyak mentah) untuk kebutuhan dalam negeri. Selama ini kan juga kita mengimpor crude, ada yang dari Amerika tetapi melalui negara lain. Jadi nanti akan diusahakan pencatatan langsung untuk impor dari Amerika," ungkapnya.
Volume Impor Fluktuatif
Lebih lanjut, Yuliot menyebut bahwa volume impor LPG dan minyak mentah dari Amerika Serikat bakal bersifat fluktuatif. Mengikuti perkembangan harga minyak mentah dan gas bumi, serta komponen lain seperti besaran nilai tukar rupiah terhadap dolar.
"Untuk volume ini kan harga kan fluktuatif. Jadi untuk harga fluktuatif itu nanti akan kita lihat volume dengan harga itu kan akan terjadi. Nilainya akan dapat terlihat berdasarkan volume dan juga berdasarkan harga ICP yang kita tetapkan," jelasnya.
Menurut dia, kebijakan impor energi ini pun jadi upaya Pemerintah RI untuk menyeimbangkan surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat. Untuk diketahui, Indonesia mengantongi surplus neraca perdagangan terbesar dengan AS, hingga mencapai USD 18-19 miliar.
Target Penyesuaian Tahun Ini
Yuliot mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk menyesuaikan trade balance Indonesia-Amerika Serikat pada tahun ini. Komitmen itu bakal diusung dalam proses negosiasi tarif dengan AS.
Ia meyakini itu bisa dilakukan, lantaran beberapa negara sukses merayu Amerika Serikat untuk menurunkan tarif impornya. Seperti Vietnam, yang berhasil memangkas tarif dari 46 persen menjadi sekitar 20-40 persen.
"Jadi langkah yang sama juga akan dilakukan oleh Indonesia bagaimana trade balance. Jadi untuk tarif yang ditetapkan dari Amerika nanti ya justru ini kita jangan sampai lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain," tutur dia.