Kasus Pinjol Kian Marak, Ombudsman Tegaskan Pentingnya Perlindungan Hukum bagi Korban

4 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, menegaskan perlindungan hukum bagi korban pinjaman online (pinjol) adalah hal yang mendesak.

Dia menuturkan, perlindungan ini tak hanya untuk memberikan keadilan, tetapi juga upaya negara hadir dalam melindungi warganya dari kejahatan ekonomi digital yang semakin kompleks dan marak beberapa waktu terakhir.

"Perlindungan hukum bagi korban pinjol harus menjadi prioritas dalam memperbaiki tata kelola layanan publik, terutama di sektor jasa keuangan," ujar  Yeka dalam Diskusi Publik Pencegahan Maladministrasi dan Penegakan Hukum terhadap Kejahatan di Sektor Perbankan, Kamis (8/5/2025) di Kantor Ombudsman RI,  seperti dikutip dari keterangan resmi.

Yeka mengungkapkan, hasil pemeriksaan Ombudsman menunjukkan mayoritas penyedia pinjol belum dapat memeriksa apakah calon nasabah sudah terdaftar di layanan pinjol lain maupun Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) lain. “Ini membuka ruang praktik gali lubang tutup lubang hutang yang membuat korban makin terpuruk,” ujar dia.

Ia juga menyoroti lemahnya penerapan prinsip Know Your Customer (KYC). Di mana perusahaan pinjol tidak menganalisis dan memvalidasi kemampuan bayar para calon nasabah berdasarkan data konsumen yang valid.

Yeka menekankan, maraknya penyalahgunaan data pribadi dan intimidasi oleh debt collector harus dihentikan. Ia juga menyerukan penindakan tegas terhadap pinjol ilegal yang menerapkan bunga dan denda yang tidak sesuai peraturan yang ada, besaran bunga/denda yang tidak masuk akal, tidak transparan dalam pembukaan perjanjian pendanaan, serta menyebarkan data pribadi nasabah secara ilegal.

Kebingungan Korban jadi Sorotan

Ia juga menyoroti kebingungan korban saat menghadapi ancaman dari pinjol ilegal. “Banyak dari mereka tidak tahu harus mengadu ke mana. Perlindungan hukum yang jelas akan memberi jalur pelaporan, pendampingan, dan harapan pemulihan hak,” tambahnya.

Yeka menegaskan pentingnya membangun kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital. “Jika negara gagal melindungi masyarakat, maka inklusi keuangan nasional akan terancam. Kepercayaan publik adalah kunci meningkatkan pengembangan industri jasa keuangan untuk kesejahteraan masyarakat luas,” jelasnya.

Ombudsman RI mendorong langkah cepat dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memperkuat pengawasan, guna memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat di tengah maraknya di modus kejahatan keuangan.

Turut hadir sebagai narasumber diskusi publik, Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Rudy Agus Purnomo Raharjo, Kasubdit 2 Dittipiteksus Bareskrim POLRI, Kombes. Pol. Agus Waluyo, Kepala Subdirektorat Tindak Pidana dan Pencucian Uang Kejaksaan Agung RI, Agustinus Herimulyanto serta Kepala Keasistenan Utama III Ombudsman RI, Yustus Yoseph Maturbongs

Masyarakat Mulai Melek Keuangan, tapi Masih Banyak Korban Pinjol

Sebelumnya, meski kesadaran finansial masyarakat Indonesia terus mengalami kemajuan, ternyata masih banyak yang terjerumus dalam jeratan pinjaman online ilegal.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengakui fakta literasi belum sepenuhnya diiringi oleh pemahaman mendalam soal risiko.

Perempuan yang akrab disapa Kiki ini menegaskan, bahwa pihaknya terus mendorong edukasi masyarakat untuk bisa membedakan antara pinjaman online yang sah dan yang ilegal.

“Pinjol itu ada dua, yang legal dan berada di bawah pengawasan OJK, serta yang ilegal. Yang menyengsarakan masyarakat itu mayoritas berasal dari pinjol ilegal,” kata Kiki dalam konferensi pers hasil SNLIK 2025, ditulis Minggu (4/5/2025).

Kiki menjelaskan bahwa praktik pinjol ilegal kerap menjerat korban dengan bunga yang mencekik dan metode penagihan yang intimidatif. Bahkan, banyak peminjam yang putus asa karena tak mampu membayar utang hingga berujung pada tindakan ekstrem.

Pinjaman untuk Konsumtif

Masalah lain yang tak kalah serius, menurut dia, adalah penggunaan pinjaman digital untuk hal-hal konsumtif. Padahal, seharusnya pinjaman semacam ini dimanfaatkan untuk kegiatan produktif seperti modal usaha.

“Kita mendorong penggunaan pindar untuk hal produktif, seperti modal usaha. Tapi kenyataannya, banyak yang menggunakannya untuk konsumtif, yang akhirnya berujung pada over-indebtedness atau kondisi banyak utang,” ujarnya.

Meski begitu, survei terbaru menunjukkan adanya peningkatan pemahaman masyarakat tentang fintech lending, dari 20,82% di 2024 menjadi 24,90% di tahun ini. Namun, tingkat inklusi justru sedikit menurun, dari 4,58% menjadi 4,4%.

Untuk mengatasi tantangan ini, OJK bersama Satgas PASTI yang beranggotakan 20 kementerian dan lembaga terus menggencarkan edukasi publik. Hingga saat ini, sudah lebih dari 2.700 kegiatan literasi digelar, ditambah dengan penyebaran konten edukatif yang telah menjangkau lebih dari 3,3 juta orang.

OJK menegaskan komitmennya untuk terus melindungi masyarakat dari praktik keuangan ilegal dan memastikan agar setiap warga makin cerdas dalam mengelola keuangannya.

“Kami juga menyebarkan konten literasi digital yang telah diakses oleh lebih dari 3,3 juta masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |