Liputan6.com, Jakarta Di tengah dinamika kehidupan modern, urusan pernikahan nggak cuma soal cinta dan pesta meriah. Semakin banyak pasangan mulai menyadari pentingnya menyiapkan pernikahan secara matang—termasuk dari sisi hukum dan keuangan. Salah satu yang kini mulai dilirik adalah perjanjian pra-nikah.
Meskipun istilah ini masih dianggap tabu oleh sebagian kalangan, namun sebenarnya perjanjian pranikah adalah bentuk perlindungan yang sah dan logis. Ini semacam “pagar hukum” yang bisa melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak, terutama dalam urusan keuangan.
Lantas Apa itu Perjanjian Pra-nikah?
Dikutip dari laman Kemendikbud, Kamis (8/5/2025), perjanjian pranikah (prenuptial agreement), yaitu suatu perjanjian yang dibuat sebelum pernikahan dilangsungkan dan mengikat kedua belah pihak calon pengantin yang akan menikah dan berlaku sejak pernikahan dilangsungkan.
Perjanjian biasanya dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing, suami ataupun istri, meskipun undang-undang tidak mengatur tujuan perjanjian perkawinan dan apa yang dapat diperjanjikan, segalanya diserahkan pada kedua pihak.
Dasar hukum
Adapun dasar hukum perjanjian ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Mengacu pada Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan, perjanjian kawin wajib dibuat sebelum atau pada saat pernikahan dilangsungkan. Dokumen tersebut harus dituangkan dalam akta notaris dan disahkan oleh pejabat pencatat perkawinan agar memiliki kekuatan hukum.
Sementara itu, Pasal 139 KUH Perdata memberikan ruang kepada calon suami istri untuk menyimpang dari aturan umum mengenai harta bersama, asalkan isi perjanjiannya tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, serta ketentuan hukum lainnya.
Lebih lanjut, Pasal 146 KUH Perdata menegaskan bahwa surat perjanjian pra nikah bukanlah kewajiban. Tanpa adanya perjanjian tersebut, harta maupun pendapatan istri akan berada di bawah kuasa suami sesuai hukum yang berlaku.
Pasangan Sudah Menikah Bisa Membuat Perjanjian Pasca Nikah
Perubahan penting terhadap ketentuan ini hadir melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015. Dalam putusan itu, Mahkamah memperluas cakupan waktu pembuatan perjanjian, sehingga kini pasangan suami istri dapat membuat perjanjian perkawinan tidak hanya sebelum, tetapi juga selama perkawinan berlangsung.
Kebijakan ini memberi fleksibilitas lebih bagi pasangan dalam mengatur aspek keuangan maupun kepemilikan selama menjalani pernikahan. Surat perjanjian pra nikah yang disusun secara sah akan menjadi acuan dalam menyelesaikan sengketa hukum, termasuk jika terjadi perceraian atau pembagian harta.