Mohamed Salah vs Liverpool: Amarah Nasional Mesir dan Masa Depan Sang Raja di Anfield

5 days ago 10

Liputan6.com, Jakarta - Kairo selalu menyambut siapa pun dengan dua hal: kebisingan dan lautan manusia. Dengan populasi sekitar 23 juta jiwa, ibu kota Mesir itu hampir setara dengan puluhan kota besar Eropa digabungkan. Di tengah hiruk-pikuk tersebut, satu nama menggema paling keras dalam beberapa pekan terakhir: Mohamed Salah.

Wawancara Salah pada 6 Desember lalu menjadi pemantik amarah nasional. Bintang Liverpool itu secara terbuka mengaku merasa “dikorbankan” oleh klubnya.

Pernyataan tersebut langsung memicu reaksi berantai, bukan hanya di Inggris, tetapi terutama di Mesir, negara dengan sekitar 120 juta penduduk yang menganggap Salah lebih dari sekadar pesepak bola.

“Wawancara itu seperti sebuah revolusi di Mesir,” kata Diaa El-Sayed, mantan asisten pelatih tim nasional Mesir yang telah mengenal Salah sejak usia 16 tahun.

Mohamed Salah yang Tak Pernah Salah

Diaa menegaskan hampir seluruh rakyat Mesir berdiri di belakang sang kapten, seraya menunjuk dukungan suporter Liverpool di Anfield sebagai bukti bahwa simpati juga datang dari Merseyside.

Di Inggris, situasinya berbanding terbalik. Sejumlah media mengkritik keras Salah karena dianggap membuka konflik ke ruang publik. Jamie Carragher bahkan menyebut wawancara itu sebagai sebuah aib dan menuding Salah justru “melempar klub ke bawah bus”.

Namun di Kairo, narasi tersebut nyaris tak mendapat tempat. Bagi rakyat Mesir, Salah yang dijuluki Egyptian King hampir tak pernah salah.

“Sebelum Salah, tak ada yang mendukung Liverpool di sini,” ujar Noura Essam, warga Kairo. “Dia figur global pertama kami. Jadi apa pun yang terjadi, kami akan selalu mendukungnya.”

Mohamed Salah Kebanggaan Mesir

Status Salah di Mesir memang melampaui sepak bola. Pada pemilihan presiden 2018, lebih dari satu juta warga Mesir mencoret nama kandidat resmi dan menuliskan nama Salah di surat suara. Ia dijuluki “Piramida Keempat”, simbol kebanggaan nasional yang hidup.

Di sekitar Ramses Square, terminal transportasi tempat Salah muda dulu berganti bus demi menempuh perjalanan sembilan jam pulang-pergi ke latihan, rasa heran masih terasa. Para pengunjung kafe tak percaya ketika Salah duduk di bangku cadangan dalam tiga laga beruntun, lalu bahkan tak masuk skuad Liverpool saat bertandang ke markas Inter Milan di Liga Champions.

Halaman berikutnya

“Ketika Liverpool bermain di Milan, seluruh Mesir mendukung Inter,” ujar Osama Ismail, mantan juru bicara Federasi Sepak Bola Mesir. Meski demikian, ia menilai Salah bukan sosok arogan. “Dia percaya diri, dan dia ingin terus bermain untuk Liverpool.”

Read Entire Article
Bisnis | Football |