Rahasia Sukses Liverpool Jual Pemain: Mesin Cetak Uang yang Bikin Rival Iri

Liputan6.com, Jakarta Ada masa ketika kesuksesan bursa transfer hanya diukur dari kualitas pemain baru yang didatangkan. Namun, di era aturan profit dan sustainability, kemampuan menjual pemain kini sama pentingnya.

Liverpool jadi salah satu klub terbaik dalam hal ini. Musim panas lalu, The Reds meraup £194 juta hanya dari penjualan, membantu menyeimbangkan belanja besar mereka yang mencapai £419 juta.

Hanya Chelsea dan Bournemouth yang mampu meraih pendapatan lebih besar dari penjualan pemain. Perbedaan terletak pada fakta bahwa Liverpool tetap menjaga kualitas skuad sambil mengantongi keuntungan besar.

Keberhasilan itu bukan kebetulan. Ada strategi panjang yang dibangun sejak era Michael Edwards hingga kini dilanjutkan Richard Hughes, membuat Liverpool jadi acuan dalam urusan jual-beli pemain.

Michael Edwards dikenal sebagai arsitek awal dari kesuksesan Liverpool di bursa transfer. Ia kembali ke Fenway Sports Group (FSG) pada 2024 sebagai CEO of Football setelah sebelumnya sukses menjual Philippe Coutinho ke Barcelona dengan harga fantastis 142 juta pounds pada 2018.

Selain Coutinho, Edwards juga berhasil menguangkan pemain pinggiran seperti Jordon Ibe, Brad Smith, Danny Ward hingga Rhian Brewster dengan harga tinggi. Dana dari penjualan inilah yang kemudian dipakai membangun skuad solid era Jurgen Klopp.

Kunci dari Edwards adalah keberanian menahan tawaran sampai valuasi terpenuhi. Prinsip itu tetap terjaga hingga kini, bahkan setelah Richard Hughes mengambil alih peran sebagai sporting director.

Sejak datang dari Bournemouth, Richard Hughes melanjutkan tradisi sukses Edwards. Dalam tiga bursa transfer, ia sudah menghasilkan sekitar £290 juta dari penjualan pemain.

Hughes dikenal cerdas dalam mengelola pemain muda atau pinggiran. Contoh paling menonjol adalah Ben Doak, yang dibeli hanya £600 ribu pada 2022. Meski baru tampil tiga kali di Premier League, ia berhasil dijual ke Bournemouth dengan harga hingga £25 juta, lengkap dengan klausul buyback.

Prinsip Hughes jelas: lebih baik menahan pemain daripada melepas dengan harga murah. Strategi ini tidak hanya menjaga nilai pasar, tapi juga menciptakan posisi tawar yang kuat bagi Liverpool dalam setiap negosiasi.

Tidak semua keputusan penjualan berjalan mulus. Kasus Luis Diaz menunjukkan betapa Liverpool bisa fleksibel tanpa meninggalkan prinsip bisnis.

Sepanjang musim panas, Liverpool menolak tawaran dari Arab Saudi, Barcelona, hingga Bayern Munchen. Namun, ketika Bayern menaikkan tawaran ke €75 juta, manajemen akhirnya setuju melepas pemain berusia 28 tahun itu.

Pertimbangan utama adalah faktor usia dan data transfer. Hanya segelintir pemain di atas 28 tahun yang pernah dijual lebih mahal. Dengan kedatangan Florian Wirtz dan Hugo Ekitike, ditambah talenta muda Rio Ngumoha, Liverpool merasa keputusan itu tetap tepat.

Selain bintang utama, Liverpool juga dikenal piawai melepas pemain cadangan dengan harga tinggi. Sepp van den Berg dijual ke Brentford dengan paket senilai £25 juta, meski belum pernah tampil di Premier League. Fabio Carvalho juga dilepas dengan total nilai mencapai £27,5 juta.

Bahkan kiper cadangan seperti Caoimhin Kelleher pun laku hingga £18 juta. Semua itu terjadi karena negosiasi cerdas Hughes yang menggunakan data pasar untuk menjustifikasi harga.

Strategi pinjaman juga memainkan peran penting. Klub memilih tujuan pinjaman dengan cermat, menilai gaya bermain, rekam jejak, dan lingkungan agar pemain bisa berkembang dan meningkatkan nilai jual.

Kekuatan Liverpool juga bertumpu pada struktur manajemen yang solid. Edwards melapor ke dewan FSG, Hughes melapor ke Edwards, dan Arne Slot sebagai head coach melapor ke Hughes.

Slot sendiri diberi keleluasaan lebih besar dibanding era sebelumnya. Jika ia ingin mempertahankan pemain, peluangnya cukup besar. Namun, kesehatan finansial klub tetap jadi prioritas utama.

Dengan pendekatan ini, Liverpool mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan tim di lapangan dan kebutuhan bisnis. Tak heran, hanya Chelsea dan Bournemouth yang mampu menyaingi pendapatan Liverpool dari penjualan musim panas ini.

Apa yang dilakukan Liverpool bukan sekadar keberuntungan, tapi hasil dari strategi panjang dan disiplin eksekusi. Mereka tahu kapan harus menolak, kapan harus melepas, dan bagaimana memaksimalkan nilai pemain.

Klub lain, seperti Arsenal atau Manchester United, masih kesulitan menjual pemain dengan harga tinggi. Sementara Liverpool terus menambah daftar pemain yang dilepas dengan keuntungan besar.