Roman Abramovich dan Era Kejayaan Chelsea: Transformasi dari Klub Papan Tengah Sampai Juara Eropa

4 days ago 6

Liputan6.com, Jakarta Ketika Roman Abramovich mengambil alih Chelsea pada musim panas 2003, sedikit yang membayangkan dampak besar yang akan ia tinggalkan dalam dua dekade berikutnya. Chelsea kala itu hanyalah klub papan menengah-atas dengan sesekali menantang gelar, tetapi belum memiliki tradisi juara yang konsisten.

Kedatangan Abramovich mengubah semua itu. Dengan kekayaan dan ambisi yang tak tertandingi, ia memicu revolusi finansial dalam sepakbola Inggris. Chelsea berubah dari klub yang sesekali bersinar menjadi kekuatan dominan yang menaklukkan Inggris dan Eropa.

Namun, cerita Abramovich bukan hanya tentang trofi. Era itu juga dipenuhi kontroversi, sanksi politik, dan pertanyaan seputar masa depan model kepemilikan klub oleh para miliarder. Perjalanan inilah yang membuat warisan Abramovich di Chelsea begitu kompleks: Kejayaan bercampur polemik.

Takeover 2003: Permulaan Sebuah Revolusi

Akuisisi Chelsea oleh Abramovich terjadi hanya dalam hitungan hari pada Juni 2003. Transaksi itu bukan sekadar berita olahraga, melainkan headline nasional yang menandai datangnya era baru di Premier League.

Abramovich langsung mengucurkan dana besar untuk belanja pemain. Nama-nama seperti Claude Makelele, Damien Duff, Hernan Crespo, hingga Arjen Robben dibawa ke Stamford Bridge dalam dua musim pertama. Chelsea tiba-tiba menjadi magnet bagi bintang Eropa.

Selain transfer, ia juga memperkuat fondasi klub. Cobham Training Centre dibangun sebagai pusat latihan modern yang kemudian menjadi salah satu terbaik di Eropa. Langkah ini menandai keseriusan Abramovich dalam membangun klub berstandar global, bukan sekadar membeli popularitas instan.

Strategi Transfer: Filosofi Uang dan Keputusan Cepat

Abramovich tidak hanya terkenal karena dompet tebalnya, tetapi juga pendekatannya yang tegas. Ia tidak ragu mengganti manajer jika target tak tercapai. Claudio Ranieri digantikan oleh Jose Mourinho pada 2004, sebuah keputusan yang langsung berbuah gelar Premier League.

Kebijakan ini menciptakan kultur “hasil instan” di Chelsea. Pelatih bisa saja sukses meraih trofi, namun tetap berisiko kehilangan pekerjaan jika performa berikutnya menurun. Siklus ini melahirkan kritik, tetapi juga menjaga standar tinggi di klub.

Dari segi transfer, Chelsea menjadi pionir dalam merevolusi pasar. Rekor demi rekor dipecahkan, dari pembelian Didier Drogba, Michael Essien, hingga Fernando Torres. Chelsea bukan sekadar membeli pemain, mereka membangun skuad yang dalam dan kompetitif di semua lini.

Puncak Prestasi: Trofi dan Momen Ikonik

Era Abramovich ditandai oleh banjir gelar. Dalam 19 tahun kepemilikannya, Chelsea mengoleksi 5 gelar Premier League, 5 FA Cup, 3 League Cup, 2 Liga Champions, dan 2 Liga Europa. Catatan ini menempatkan Chelsea sebagai salah satu klub tersukses di Eropa abad ke-21.

Momen yang paling dikenang tentu final Champions League 2012 di Munich. Chelsea, yang sempat dipandang sebagai underdog, menahan Bayern hingga adu penalti dan akhirnya juara lewat gol penting Didier Drogba. Itu adalah puncak dari ambisi Abramovich untuk menaklukkan Eropa.

Sembilan tahun kemudian, di bawah Thomas Tuchel, Chelsea kembali menjadi raja Eropa dengan mengalahkan Manchester City di final 2021. Dua mahkota Champions League menjadi simbol bahwa visi Abramovich untuk menjadikan Chelsea kekuatan kontinental benar-benar terwujud.

Kontroversi dan Bayangan Politik

Namun, keberhasilan di lapangan tak bisa dipisahkan dari kontroversi di luar lapangan. Abramovich sering dikaitkan dengan lingkaran politik Rusia, dan isu itu makin mencuat ketika hubungan Rusia-Inggris memburuk.

Pada 2022, pemerintah Inggris menjatuhkan sanksi kepada Abramovich menyusul invasi Rusia ke Ukraina. Chelsea terkena dampak langsung: Operasi klub dibatasi, termasuk larangan menjual tiket dan merchandise. Situasi ini memaksa Abramovich melepas klub yang ia bangun hampir dua dekade.

Selain itu, penyelidikan mengenai keuangan Chelsea di era Abramovich menemukan dugaan pelanggaran regulasi, termasuk soal penggunaan perantara dan pencatatan dana transfer. Warisan Abramovich dengan demikian tidak hanya soal trofi, tetapi juga soal integritas dan transparansi finansial.

Penjualan 2022: Akhir dari Sebuah Era

Pada Mei 2022, Abramovich resmi menjual Chelsea kepada konsorsium Todd Boehly dan Clearlake Capital dengan nilai sekitar 4,25 miliar pounds. Penjualan ini menjadi salah satu transaksi terbesar dalam sejarah olahraga.

Hasil penjualan sempat menuai perdebatan. Abramovich menyatakan keuntungan bersih akan digunakan untuk tujuan kemanusiaan, namun pembekuan aset dan persyaratan pemerintah Inggris membuat dana itu terkatung-katung.

Dengan berakhirnya kepemilikan Abramovich, Chelsea memasuki era baru. Namun, bayangan pengaruh Abramovich tetap terasa, baik dalam fondasi finansial klub maupun ekspektasi tinggi dari para fans.

Roman Abramovich meninggalkan Chelsea dengan warisan yang tidak bisa dihapus. Ia membawa klub dari status pesaing biasa menjadi raksasa sepakbola dunia. Infrastruktur, jaringan global, dan kultur juara adalah bagian dari kontribusinya.

Timeline Era Abramovich (2003–2022)

2003 - Abramovich membeli Chelsea.

2004–2006 - Jose Mourinho bawa dua gelar Premier League beruntun.

2012 - Chelsea juara Champions League pertama kali di Munich.

2021 - Gelar Champions League kedua di bawah Thomas Tuchel.

2022 - Abramovich menjual klub karena sanksi politik.

Read Entire Article
Bisnis | Football |