Liputan6.com, Jakarta Sebuah video viral menghebohkan jagat maya. Terlihat rombongan pria berpakaian seragam, diduga anggota Timnas China, tengah asyik merokok di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, sesaat setelah tiba di Indonesia untuk agenda Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Momen itu sontak menuai beragam reaksi, terlebih karena yang terekam adalah para atlet profesional, yang seharusnya menjaga kebugaran dan disiplin fisik mereka.
Sejatinya, pemain sepak bola merokok bukan hal baru. Beberapa pemain sepak bola dunia juga merokok. Wojciech Szczesny tetap berada di top level walau merokok. Begitu juga dengan Radja Nainggolan yang sempat membela Inter Milan.
Pertanyaannya sederhana tapi penting: apakah kebiasaan merokok berdampak pada performa atlet, khususnya pemain sepak bola? Simak ulasan lebih lengkapnya di bawah ini.
Rokok dan Performa Atlet Sepak Bola
Sepak bola adalah olahraga yang menuntut performa fisik prima. Dari sprint cepat, duel udara, hingga bertahan selama 90 menit penuh, tubuh pemain dituntut untuk efisien mengelola oksigen.
Di sinilah peran penting VO₂ Max, yaitu ukuran maksimal kapasitas tubuh mengonsumsi oksigen saat aktivitas fisik intens. Semakin tinggi VO₂ Max seseorang, semakin baik pula daya tahan tubuhnya saat berolahraga.
Sayangnya, rokok adalah musuh utama dari sistem kardiovaskular yang mendukung VO₂ Max tersebut.
Sebuah riset yang dilakukan Rifaa Hanan Alfikri dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta menyuguhkan gambaran yang gamblang soal ini. Studi tersebut meneliti 44 pemain sepak bola dan menemukan fakta menarik:
- 27 dari 44 responden (61,4%) adalah perokok aktif selama lebih dari 10 tahun.
- Dari jumlah tersebut, 22 pemain (50%) memiliki nilai VO₂ Max yang tergolong rendah.
Artinya, ada hubungan nyata antara kebiasaan merokok dan buruknya kondisi kardiovaskular pemain.
VO₂Max, Salah Satu Kunci Daya Tahan Atlet
Ketika seseorang merokok, karbon monoksida (CO) dari asap rokok masuk ke aliran darah, menggantikan oksigen dalam hemoglobin. Akibatnya, tubuh kekurangan oksigen, terutama saat dibutuhkan dalam jumlah besar, seperti saat bertanding. Tak hanya itu, CO juga menyebabkan pembuluh darah menyempit (vasokonstriksi), yang pada gilirannya dapat meningkatkan tekanan darah dan bahkan merusak dinding pembuluh darah.
Efek jangka panjangnya? Sistem pernapasan melemah, jantung bekerja lebih keras, dan tubuh lebih cepat lelah. Sebuah kondisi yang tentu tak ideal untuk seorang atlet yang mengandalkan fisik sebagai modal utama.
Peningkatan VO₂ Max sejatinya menjadi target utama dalam program latihan fisik seorang pemain sepak bola. Caranya adalah dengan melatih kekuatan otot, memperbesar volume darah per denyut (stroke volume), dan meningkatkan curah jantung (cardiac output) secara efisien. Semua proses itu akan terganggu bila pemain tetap merokok.
Jika VO₂ Max rendah, maka oksigen yang bisa dikirimkan ke otot pun berkurang. Otot lebih cepat mengalami kelelahan, pemain sulit menjaga tempo permainan, dan kemungkinan cedera juga meningkat.