AHY: Indonesia Harus Keluar Zona Nyaman Buat Tekan Emisi Karbon

1 month ago 9

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan Indonesia harus keluar dari zona nyaman untuk menekan emisi karbon secara serius. Tentunya dengan didukung oleh kebijakan yanh tepat.

Dia mencatat, penyumbang emisi terbesar berasal dari sektor ketenagalistrikan dengan porsi 43 persen terhadap emisi total. Diikuti dengan sektor transportasi 25 persen dan industri 23 persen. Sementara, 9 persen sisanya disumbang dari bangunan, energi untuk pribadi, dan sektor pertanian.

"Artinya, dilihat dari komposisi ini, maka yang paling tepat adalah jika kita menghadirkan policy, kebijakan yang semakin mengurangi ketergantungan kita pada fossil fuel, baik untuk tenaga listrik, maupun untuk transportasi dan industri. Ini PR kita," ungkap AHY dalam Indonesia Connect by Liputan6 di SCTV Tower, ditulis Sabtu (9/8/2025).

Dia menegaskan perlu ada langkah berani untuk mengatasi ini. Pasalnya, Indonesia dihadapkan pada dua aspek penting: ekonomi dan keberpihakan terhadap lingkungan.

"Di sini kita harus inovasi. Di sini harus punya keberanian keluar dari zona nyaman. Walaupun sekali lagi selalu ada dilema," ungkap dia.

"Mana dulu yang mau kita kejar? Pertumbuhan ekonominya dulu, karena rakyat masih banyak perlu mendapatkan bantuan. Banyak yang masih harus kita bantu dari, kita angkat dari jurang kemiskinan. Di sisi lain tidak bisa menunggu. Melindungi alam, melindungi bumi, tidak bisa menunggu nanti setelah kita maju dan makmur, tapi harus dilakukan hari ini," sambungnya.

Indonesia Perlu Dukungan

Dia menjelaskan, dalam mengupayakan penurunan emisi sekaligus berpihak ke pertumbuhan ekonomi, perlu kerja sama semua pihak. Termasuk, upaya Indonesia yang butuh dukungan negara lain.

AHY mengatakan pemerintah telah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak di tatanan global. Indonesia dinilai punya keunggulan dalam rencana pengurangan emisi karbon global.

"Tapi saya katakan, tidak fair kalau seolah-olah negara berkembang yang paling bertanggung jawab saat ini untuk mencegah terjadinya pemanasan global. Ketika apa yang terjadi saat ini juga dampak konsekuensi dari apa yang telah dilakukan oleh negara-negara maju yang terlebih dahulu sudah menikmati kemakmuran bagi rakyatnya," urainya.

"Ketika negara-negara berkembang, termasuk Indonesia ingin mengejar ketertinggalan itu. Tidak bisa kemudian serta-merta dihentikan. Kita perlu mendapatkan dukungan. Dan kita perlu membangun partnership, kerjasama yang baik dengan semua pihak. Agar komitmen terhadap perubahan iklim ini benar-benar in line," tegas AHY.

AHY: Puluhan Juta Masyarakat Pesisir Indonesia Rentan Terdampak Krisis Iklim

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyadari bahaya dampak krisis iklim. Setidaknya ada puluhan juta masyarakat pesisir yang rentan terkena dampaknya.

Dia mencatat, bencana alam akibat krisis iklim ini meningkat 134 persen sejak 2000. Ada 2,4 miliar pekerja yang terdampak global warming setiap tahunnya, dan kurang lebih ada 151 juta orang mengalami krisis pangan. 

"Di Indonesia sendiri, kita tahu bahwa terjadi kenaikan permukaan laut, kurang lebih 0,8 hingga 1,2 cm per tahun. Belum lagi berbicara garis pantai. Ada 1.800 km garis pantai yang kemudian masuk ke dalam kategori sangat rentan," kata AHY dalam Indonesia Connect by Liputan6 SCTV, ditulis Sabtu (2/8/2025).

Dia turut mewaspadai adanya peningkatan suhu 0,45-0,75 derajat celcius. Belum lagi bicara mengenai risiko gelombang tinggi. Hal ini akan berdampak pada wilayah pesisir.

AHY menegaskan, ada 17 ribu pulau yang harus dilindungi. Termasuk juga puluhan juga masyarakat pesisir yang paling rentan terdampak.

"Ini yang harus kita jaga bersama-sama, negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, 17 ribu pulau harus kita lindungi. Ada puluhan juta masyarakat yang berada di pesisir, pantai, dan semua menghadapi kerentanan," tegas dia. 

Pemerintah Tak Bisa Sendiri

Kendati perlu antisipasi, menurut dia, pemerintah Indonesia tidak bisa berjalan sendiri. Perlu keterlibatan dari setiap pemangku kepentingan terkait. 

"Oleh karena itu, pemerintah, negara harus hadir. Tetapi kami tentunya tidak bisa sendirian, pemerintah tidak mungkin sendirian," ujarnya.

"Kita harus melibatkan semua pihak, termasuk dari dunia usaha, swasta, dari akademisi, dari media, dari civil society, dan semua yang mencintai bumi kita, termasuk ingin Indonesia selamat dari segala tantangan iklim tadi," AHY menambahkan.

Read Entire Article
Bisnis | Football |