Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat akhirnya mencapai kesepakatan dagang yang cukup signifikan, dengan salah satu poin utamanya adalah penurunan tarif ekspor Indonesia ke AS dari 32% menjadi 19%. Kesepakatan ini tercapai setelah melalui proses negosiasi selama hampir tiga bulan sejak awal April 2025.
Selama proses negosiasi, Indonesia menawarkan tiga paket kerja sama kepada AS yang merupakan bentuk kerja sama antar pemerintah dan yang bersifat kerja sama bisnis antara pelaku usaha dari kedua negara.
Puncak kesepakatan terjadi melalui pembicaraan telepon antara Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, pada Selasa 15 Juli 2025.
Dalam kesepakatan tersebut, Amerika Serikat mendapatkan berbagai keuntungan besar. Selain tarif ekspor ke Indonesia yang dihapus (0%), Indonesia juga diwajibkan membeli energi dari AS dengan nilai mencapai Rp244 triliun.
Tak hanya itu, Indonesia juga harus mengimpor 50 unit pesawat Boeing-777 serta alat pertanian dari AS senilai Rp73 triliun. AS juga memperoleh akses menyeluruh terhadap pasar ekonomi domestik Indonesia.
Sementara itu, dari sisi Indonesia, keuntungan utama yang diperoleh adalah penurunan tarif ekspor ke pasar AS menjadi 19%, dari sebelumnya 32%. Hingga saat ini belum ada penjelasan lebih lanjut apakah akan ada keuntungan lain selain penurunan tarif.
Namun, penurunan tarif ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar Amerika dan mendorong peningkatan volume ekspor.
Keuntungan Tarif Turun Jadi 19 Persen
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyambut positif pengenaan tarif impor 19 persen yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk importasi dari Indonesia ke Negeri Paman Sam.
Menurut dia, keputusan itu bakal turut mendongkrak angka ekspor, sekaligus investasi masuk ke Indonesia. Lantaran, Indonesia dikenakan tarif impor oleh Trump lebih rendah dari negara ASEAN lain.
Kondisi itu bakal membuat pelaku industri di Indonesia lebih terpacu untuk memproduksi barang berorientasi ekspor. Sehingga, turut menarik investasi asing untuk menanamkan modalnya di Tanah Air.
"Kalau dulu kita bersaing ekspor ke Amerika itu dengan tarif yang sama. Sekarang berarti kita mempunyai kelebihan. Kalau kita mempunyai kelebihan berarti ini bisa menarik investasi asing datang," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
"Investasi asing datang ke Indonesia untuk bisa ekspor ke Amerika. Jadi ini ada dua yang kita dapatkan, investasi masuk dan yang kedua ekspor kita meningkat," kata Mendag.
Dengan skenario seperti itu, ia percaya bakal turut mendongkrak tingkat daya saing di level nasional. Lantaran kesempatan ekspor ke Amerika Serikat bakal semakin besar.
Dampaknya Bagi Indonesia
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memandang turunnya tarif ini membuat posisi daya tawar Indonesia meningkat.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani mengatakan besaran tarif impor tersebut turun dari sebelumnya 32 persen. Kalangan pengusaha pun ikut memandang ini sebagai suatu langkah baik.
"Terkait update posisi tarif 19 persen terhadap produk ekspor Indonesia ke pasar Amerika Serikat, kami memandang bahwa kesepakatan ini merupakan hasil negosiasi yang jauh lebih baik dibandingkan proposal tarif awal sebesar 32 persen dan mungkin saja masih ada ruang untuk bisa bernegosiasi menjadi lebih rendah lagi," kata Shinta saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (16/7/2025).
Dia menjelaskan, perubahan tarif ini membuat posisi Indonesia menjadi lebih kompetitif. Jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara, Indonesia menjadi salah satu yang mendapat tarif lebih rendah dari yang lainnya.
Beberapa perbandingannya yakni Thailand dikenakam tarif 36 persen, Laos 40 persen, Malaysia 25 persen, dan Vietnam 20 persen dengan ketentuan tambahan untuk transshipment.
"Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki ruang untuk menjaga daya saing ekspornya, terutama pada produk ekspor kita seperti tekstil, alas kaki, furniture, hingga perikanan yang memiliki ketergantungan cukup tinggi terhadap pasar Amerika Serikat," tutur Shinta.
Strategi yang Bisa Diambil Pemerintah
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengusulkan beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh pemerintah.
Sekretaris Jenderal HIPMI, Anggawira mengatakan salah satunya adalah memperluas pasar ekspor ke negara lain sebagai langkah diversifikasi. Selain itu, dukungan insentif dan akses pembiayaan bagi pelaku usaha, terutama UMKM, dinilai sangat mendesak.
"Pertama, pemerintah perlu segera menyusun strategi diversifikasi pasar ekspor agar pelaku usaha tidak hanya bergantung pada pasar AS. Kedua, insentif dan pembiayaan ekspor harus diperluas untuk sektor-sektor terdampak, terutama bagi pelaku UMKM.
Ketiga, Indonesia harus berani menegosiasikan ulang kesepakatan dagang yang lebih adil, tidak hanya menjadi pembeli produk energi atau pesawat dari AS, tapi mengedepankan prinsip timbal balik dan kemandirian ekonomi.
Kemudian, keempat, ini momentum untuk memperkuat ekosistem produksi dalam negeri sehingga Indonesia tidak hanya mengekspor bahan mentah, tapi juga produk bernilai tambah tinggi.
HIPMI berharap langkah konkret pemerintah bisa segera diwujudkan agar dunia usaha tidak kehilangan daya saing di tengah tekanan global yang meningkat.