Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, bahwa kebanyakan produk batik impor yang beredar di pasaran tidak termasuk ke dalam kategori produk batik, yang teknik pembuatannya dilakukan berdasarkan kategori cap, tulis, dan kombinasi.
Himbauan ini kembali digaungkan, lantaran ekspor batik Indonesia sempat anjlok pada 2024 lalu. Salah satu penyebab, gara-gara produk-produk impor yang membanjiri pasar, terutama batik impor China.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenperin Alexandra Arri Cahyani mengatakan, kebanyakan batik impor diproduksi secara printing, dengan menggunakan mesin cetak atau teknik sablon.
"Batik ini harus membedakan ya, yang kita anggap batik itu hanya cap dan tulis. Atau modifikasi cat dan tulis. Mungkin kalo batik-batik impor kebanyakan printing, itu bukan batik," ujar dia di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (28/7/2025).
"Jadi tidak bisa disamakan kalau memang cap dan batik tulis. Itu kita encourage banget untuk bisa dikerjakan di lokal, dan itu biasanya jarang ditiru," dia menegaskan.
Oleh karenanya, Kemenperin hendak mengedukasi bahwa batik produk lokal itu terdiri dari batik tulis, batik cap, maupun batik kombinasi. Sehingga generasi muda bisa lebih mengapresiasi karya batik yang jadi kekayaan Indonesia.
"Memang itu yang mau kita edukasi supaya minimal anak-anak muda ini tau batik printing itu bukan batik," kata Arri.
Giring Ganesha Bakal Advokasi
Sebelumnya, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha menyatakan bakal mengadvokasi masalah masuknya baju motif batik dari luar negeri, khususnya China. Lantaran itu berpotensi mengancam industri batik Nusantara.
"Kemarin kita dapat aspirasi dari para pengusaha batik muda mengenai masuknya baju-baju motif batik dari Cina yang harganya sangat murah, dan itu juga kita sedang advokasi," kata Giring beberapa waktu lalu, dikutip dari Merdeka.
Dalam kurun dua hingga tiga pekan ke depan, Kementerian Kebudayaan hingga semua stakeholder terkait batik, agar nantinya bisa cerita masalah apa yang dialami.
"Semua pengusaha batik dari Pekalongan, Cirebon, Jogja, Solo, saya undang biar mereka bisa bercerita apa yang mereka alami," ungkapnya.
Batik Impor Murah Jadi Ancaman
"Jangan sampai nanti yang datang dari luar negeri, impor, karena banyak dan murah bisa mengancam industri batik lokal. Kita terus advokasi agar impor baju motif batik dapat kita regulasi dengan baik," tuturnya.
Tidak hanya masalah batik impor, permasalah batik lainnya mirip dengan kelestarian kain tenun dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Banyak maestro baik batik tulis ataupun kain tenun yang sudah berusia lanjut. Jika tidak ada regenerasi, maka motif batik maupun tenun bisa punah.
"Tidak hanya batik saja yang maestronya sudah sepuh, di NTT maestronya juga sudah sepuh dan terancam punah karena tidak ada penerusnya. Karena itu kita harus menginspirasi anak muda agar bisa meneruskan motif motif yang ada," pungkasnya.