Liputan6.com, Jakarta Pemanfaatan kartu debit domestik untuk belanja online diproyeksikan menjadi sumber pendapatan baru bagi industri perbankan di tengah tekanan margin layanan transaksi konvensional yang kian ketat.
Peluang ini menguat setelah PT Jalin Pembayaran Nusantara (JALIN) meluncurkan Jalin Verifi3d, solusi autentikasi transaksi e-commerce yang memungkinkan kartu debit GPN digunakan di kanal digital dengan keamanan berlapis dan biaya transaksi yang lebih efisien.
Bank Indonesia mencatat, pembayaran digital—meliputi transaksi melalui aplikasi mobile dan internet banking—tumbuh 30,51% (yoy) pada triwulan II 2025, mencapai 11,67 miliar transaksi hanya dalam tiga bulan tersebut.
Namun, jutaan kartu debit berlogo GPN yang telah beredar masih jarang digunakan untuk transaksi e-commerce. Mayoritas pembayaran e-commerce masih mengandalkan kartu kredit, dompet digital, atau kartu berprinsipal internasional, meninggalkan ruang pasar yang belum tergarap optimal oleh perbankan.
Salah satu alasan debit GPN belum banyak digunakan di kanal e-commerce adalah kebutuhan akan mekanisme keamanan yang lebih kuat. Seiring meningkatnya transaksi digital, risiko fraud dan penyalahgunaan kartu juga semakin kompleks, membuat banyak bank memilih pendekatan bertahap sebelum membuka akses luas untuk transaksi online.
Menyikapi kondisi tersebut, Direktur JALIN, Eko Dedi Rukminto, menekankan pentingnya menjaga kepercayaan publik di tengah lonjakan transaksi digital.
“Pertumbuhan digital tanpa keamanan ibarat membangun di atas fondasi rapuh. Kita butuh solusi yang memudahkan transaksi sekaligus menjaga kepercayaan publik,” ujarnya dikutip Sabtu (9/8/2025).
Pembayaran di E-Commerce
Jalin Verifi3d hadir untuk menjawab kebutuhan tersebut, khususnya dalam mendukung penggunaan kartu debit GPN sebagai metode pembayaran di kanal e-commerce. Solusi ini mengadopsi teknologi EMV® 3-D Secure untuk menambahkan lapisan keamanan ekstra pada setiap transaksi digital berbasis kartu debit GPN.
Identitas pemegang kartu diverifikasi melalui metode seperti One-Time Password (OTP) dan risk-based authentication, memastikan hanya pengguna sah yang dapat menyelesaikan transaksi sekaligus menekan potensi penipuan.
Selain meningkatkan keamanan, solusi ini membuka peluang fee-based income baru bagi perbankan dari transaksi debit online, khususnya di segmen debit-first users yang aktif berbelanja digital meski belum memiliki kartu kredit. Seluruh transaksi diproses di dalam negeri, mendukung efisiensi biaya dan prinsip kedaulatan data nasional.
Respons BI Soal GPN hingga QRIS Disoroti AS: Kami Siap Kolaborasi!
Bank Indonesia (BI) memberikan tanggapan terkait sorotan yang disampaikan Pemerintah Amerika Serikat terhadap sistem pembayaran Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Keberadaannya dianggap sebagai salah satu hambatan perdagangan, sebagaimana tercantum dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, menegaskan bahwa penerapan sistem pembayaran seperti QRIS dan layanan pembayaran cepat lainnya selalu dilakukan dengan prinsip kerja sama yang setara dengan negara lain.
Kerja sama tersebut akan dilaksanakan sepanjang negara mitra siap untuk menghubungkan sistem pembayarannya.
"Terkait dengan QRIS yang tidak spesifik menjawab yang tadi ya. Tapi intinya QRIS ataupun fast payment lainnya, kerjasama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi, kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak?," kata Destry saat ditemui di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Senin (21/4/2025).
QRIS Kena Tegur AS
Destry juga menambahkan bahwa sejauh ini, sistem pembayaran yang berasal dari Amerika Serikat, seperti Visa dan Mastercard, tidak menemui kendala di Indonesia. Menurutnya, kinerja kedua layanan pembayaran tersebut tetap unggul di Indonesia, meskipun Indonesia kini telah memiliki produk GPN.
"Sekarang pun sampai sekarang kartu kredit yang selalu diributin. Visa, Master kan masih juga yang dominan. Jadi itu enggak ada masalah sebenarnya," jelasnya.
Kemudian, USTR juga menyoroti mengenai penerapan QRIS yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 berpotensi membatasi ruang gerak perusahaan asing untuk bersaing di pasar pembayaran digital Indonesia.
"Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank, menyampaikan kekhawatirannya karena selama proses penyusunan kebijakan kode QR oleh BI," tulis USTR.