Liputan6.com, Jakarta - Harga emas memperpanjang koreksi dan turun lebih dari 1% pada perdagangan Kamis, 8 Mei 2025. Koreksi harga emas terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kesepakatan perdagangan dengan Inggris. Hal ini meningkatkan harapan kesepakatan serupa dengan negara lain.
Mengutip CNBC, Jumat (9/5/2025), harga emas di pasar spot turun 1,7% menjadi USD 3.307,84 per ounce. Harga emas berjangka AS ditutup susut 2,5% menjadi USD 3.306.
Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengumumkan “terobosan kesepakatan” dalam perdagangan. Tarif 10% untuk barang yang diimpor dari Inggris tetap berlaku. Selain itu, Inggris setuju menurunkan tarif menjadi 1,8% dari 5,1% dan memberikan akses lebih besar ke barang-barang AS.
“Jika kita (juga) berhasil mencapai kesepakatan antara AS dan China, akan ada banyak perlawanan terhadap kenaikan dan emas akan diperdagangkan kembali turun, setidaknya ke USD 3.200,” ujar Senior Market Stragist RJO Futures, Bob Haberkorn.
Menteri Keuangan Scott Bessent dan Perwakilan Dagang Amerika Serikat Jamieson Greer akan bertemu dengan pejabat ekonomi utama China pada Sabtu pekan ini di Swiss.
Emas batangan yang secara luas dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian geopolitik, telah mencapai beberapa rekor tertinggi sejak Trump pertama kali mengumumkan tarifnya.
Di sisi lain, Bank Sentral China telah menyetujui pembelian valuta asing oleh bank-bank komersial untuk membayar impor emas berdasarkan kuota yang baru-baru ini ditingkatkan. Demikian disampaikan menurut sumber.
Cadangan Emas di London
"Secara teoritis, langkah ini akan meningkatkan harga emas karena peningkatan permintaan dari China menjadi faktor. Namun, dinamika pasar saat ini didominasi oleh perkembangan seputar tarif,” ujar Analis MarketPulse oleh OANDA, Zain Vawda.
Sementara itu, cadangan emas di brankas London meningkat pada April karena lebih banyak logam mulia yang kembali dari New York setelah dislokasi. Pelaku pasar telah meningkatkan pengiriman emas ke AS pada Desember-Maret untuk menutupi posisi COMEX terhadap kemungkinan AS akan mengenakan tarif impor.
Di sisi lain, harga perak di pasar spot turun menjadi USD 32,48, harga platinum bertambah 0,8% menjadi USD 981,60 dan paladium naik 0,3% menjadi USD 974,81.
Prediksi Harga Emas 9 Mei 2025, Siap-Siap Anjlok
Sebelumnya, harga emas dunia berpotensi mengalami koreksi lebih dalam seiring dengan dinamika global yang masih menunjukkan ketidakpastian tinggi. Saat ini, harga emas tercatat berada di level sekitar USD 3.343 per troy ounce, namun ada indikasi kuat bahwa harga dapat kembali turun ke kisaran USD 3.307.
Pengamat Emas Ibrahim Assuaibi, menilai bahkan jika level tersebut tertembus, tidak menutup kemungkinan harga emas dunia akan menguji posisi yang lebih rendah.
"Ini kemungkinan harga emas dunia akan terkoreksi, koreksinya kemungkinan saat ini kan di USD 3.343 per troy ounce ya, ada kemungkinan besar dia akan ke USD 3.307," kata Ibrahim kepada Liputan6.com, Kamis (8/5/2025).
Dia menuturkan, pergerakan harga emas ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor fundamental utama yang tengah membebani pasar logam mulia. Pertama, kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) yang masih cenderung ketat.
Hingga saat ini, The Fed belum memberikan sinyal pasti mengenai kapan suku bunga akan mulai diturunkan, padahal sebelumnya pasar berekspektasi akan terjadi pemangkasan suku bunga sebanyak tiga kali sepanjang tahun ini dengan total lebih dari satu persen.
"Ini kan sebenarnya ada 2 fundamental yang membuat harga emas dunia ini kan turun. Yang pertama itu kan Bank Central Amerika mempertahankan suku bunga, ya mempertahankan suku bunganya sampai kapan, sampai di mana perang dagang ini tidak membahayakan inflasi," ujarnya.
Penurunan Suku Bunga Pengaruhi Harga Emas Dunia
Namun, dalam pertemuan terbaru, seluruh pejabat The Fed sepakat untuk mempertahankan suku bunga pada level saat ini hingga situasi global, khususnya terkait perang dagang, menunjukkan tanda-tanda mereda. Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi perhatian utama karena dampaknya terhadap inflasi dan stabilitas ekonomi domestik AS.
"Nah, ini yang membuat Bank Central sendiri belum memberikan waktu untuk penurunan suku bunga di tahun ini. Ya ini yang kita tahu bahwa Bank Central ini kan ekspetasinya itu akan menurunkan suku bunga 3 kali bahkan di atas 1%. Tapi dalam pertemuan tadi malam, semua pejabat yang rapat itu sepakat," katanya.
Kondisi ini semakin diperparah oleh kontraksi ekonomi Amerika Serikat pada kuartal pertama tahun ini yang tercatat menyusut sebesar 0,3 persen. Menurut Ibrahim, fakta ini mencerminkan adanya tekanan struktural yang belum terselesaikan, meski inflasi belum mencapai level yang mengkhawatirkan.
"Nah pasti akan berdampak ke inflasi karena harga-harga tinggi terutama di Amerika. Buktinya pertumbuhan ekonomi di Amerika kuartal pertama terkontraksi kan 0,3%," jelasnya.