Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun pada Rabu, 13 Agustus 2025. Koreksi harga minyak terjadi setelah pasokan minyak mentah Amerika Serikat (AS) meningkat secara tak terduga.
Akan tetapi penurunan tersebut terbatas setelah Menteri Keuangan AS mengatakan Presiden Donald Trump dapat memanfaatkan sanksi dalam pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Mengutip CNBC, Kamis (14/8/2025), harga minyak mentah Brent berjangka turun 49 sen, atau 0,74%, ditutup pada USD 65,63 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate AS turun 52 sen, atau 0,82%, ditutup pada USD 62,65 per barel.
Stok minyak AS naik 3 juta barel menjadi 426,7 juta barel, menurut Badan Informasi Energi (EIA) pada Rabu. Analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan penurunan sebesar 275.000 barel. Impor bersih minyak mentah AS naik minggu lalu sebesar 699.000 barel per hari, menurut EIA.
"Ekspor minyak mentah ini masih di bawah standar yang biasa kita capai, turun akibat penolakan tarif," kata Partner di Again Capital John Kilduff di New York.
Ia menambahkan, penurunan ekspor yang berkelanjutan dapat membebani harga. Badan Energi Internasional (IEA) pada Rabu menaikkan proyeksi pertumbuhan pasokan minyak tahun ini, tetapi menurunkan proyeksi permintaannya.
Presiden AS Donald Trump diperkirakan bertemu dengan Putin di Alaska pada Jumat untuk membahas upaya mengakhiri perang Rusia di Ukraina, yang telah mengguncang pasar minyak sejak Februari 2022.
OPEC+ Dongkrak Proyeksi Permintaan 2026
Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada Rabu mengatakan sanksi atau tarif sekunder dapat dinaikkan jika pertemuan tersebut tidak berjalan dengan baik, dan mendesak para pemimpin Eropa untuk juga memanfaatkan sanksi.
"Beliau akan menjelaskan kepada Presiden Putin bahwa semua opsi tersedia," kata Bessent kepada Bloomberg Television dalam sebuah wawancara.
Sementara itu, dalam laporan bulanannya pada Selasa, OPEC+ menaikkan proyeksi permintaan minyak global untuk tahun depan dan memangkas estimasi pertumbuhan pasokan dari Amerika Serikat dan produsen lain di luar kelompok yang lebih luas, yang menunjukkan pasar yang lebih ketat.
"Jika kita mengambil agregat proyeksi pertumbuhan permintaan minyak IEA dan OPEC untuk tahun 2025 pada masing-masing sisi bearish dan bullish, bahkan angka tengah yang sederhana, katakanlah sedikit di atas 1 juta barel per hari, dapat dengan mudah dipenuhi hanya dengan pertumbuhan pasokan non-OPEC saat ini," kata Analis Energi independen Gaurav Sharma.
"Jadi, saya tidak melihat adanya indikasi bullish untuk minyak dalam jangka pendek,” ia menambahkan.
Harga Minyak Hari Ini Merosot, Pertemuan Trump dan Putin jadi Sorotan
Sebelumnya, harga minyak dunia turun pada Selasa (Rabu waktu Jakarta) setelah Amerika Serikat (AS) dan China memperpanjang jeda tarif yang lebih tinggi dan data menunjukkan kenaikan inflasi AS pada bulan Juli.
Dikutip dari CNBC, Rabu (13/8/2025), harga minyak mentah Brent turun 51 sen, atau 0,77%, menjadi USD 66,12 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 79 sen atau 1,24% dan ditutup pada USD 63,17.
Presiden AS Donald Trump memperpanjang gencatan senjata tarif dengan China hingga 10 November, menunda bea masuk tiga digit pada barang-barang China saat para pengecer AS bersiap menghadapi musim liburan akhir tahun yang kritis.
Hal ini meningkatkan harapan bahwa kesepakatan dapat dicapai antara dua ekonomi terbesar dunia dan mencegah embargo perdagangan virtual di antara mereka. Tarif berisiko memperlambat pertumbuhan global, yang dapat melemahkan permintaan bahan bakar dan menurunkan harga minyak.
Harga konsumen AS meningkat pada bulan Juli karena kenaikan biaya akibat tarif untuk barang impor membantu mendorong kenaikan terkuat dalam enam bulan untuk satu ukuran inflasi yang mendasarinya.
Pertemuan Trump dan Putin
Faktor yang juga berpotensi membebani pasar minyak, yaitu pertemuan Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin yang dijadwalkan bertemu di Alaska pada hari Jumat untuk membahas diakhirinya perang di Ukraina.
AS telah meningkatkan tekanan terhadap Rusia untuk mengakhiri konflik, dengan Trump menetapkan batas waktu Jumat lalu bagi Rusia untuk menyetujui perdamaian di Ukraina atau negara-negara pembeli minyaknya akan menghadapi sanksi sekunder. Ia juga mendesak India dan Tiongkok untuk mengurangi pembelian minyak Rusia.
“Jika pertemuan hari Jumat membawa gencatan senjata atau bahkan kesepakatan damai di Ukraina lebih dekat, Trump dapat menangguhkan tarif sekunder yang dikenakan pada India minggu lalu sebelum mulai berlaku dalam dua minggu,” kata Commerzbank dalam sebuah catatan.
“Jika tidak, kita bisa melihat sanksi yang lebih berat terhadap pembeli minyak Rusia lainnya, seperti Tiongkok," lanjut Commerzbank.
Di tempat lain, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menaikkan perkiraannya untuk permintaan minyak global tahun depan dan memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan pasokan dari Amerika Serikat dan produsen lain di luar kelompok OPEC+ yang lebih luas, yang menunjukkan prospek pasar yang lebih ketat.
Laporan bulanan OPEC pada hari Selasa menyebutkan bahwa permintaan minyak global akan naik sebesar 1,38 juta barel per hari (bph) pada tahun 2026, naik 100.000 bph dari perkiraan sebelumnya. Proyeksi OPEC untuk tahun 2025 tetap dipertahankan.