Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak melemah pada perdagangan Rabu, 6 Agustus 2025 dan turun ke level terendah dalam lima minggu. Harga minyak turun setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio mengindikasikan akan ada pengumuman pada Rabu malam mengenai apakah ada sanksi potensial terhadap Rusia atas perang di Ukraina akan dilanjutkan pekan ini.
Mengutip CNBC, Kamis (7/8/2025), harga minyak Brent turun 40 sen atau 0,59% menjadi USD 67,24 per barel pada pukul 14.04 WT. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut 51 sen atau 0,78% menjadi USD 64,65.
"Kami akan memberikan keterangan lebih lanjut tentang hal itu nanti hari ini,” ujar Rubio.
Ia berharap akan ada beberapa pengumuman negara. “Mungkin positif, mungkin tidak,” kata dia.
Rusia mengatakan utusan AS Steve Witkoff mengadakan pembicaraan yang "bermanfaat dan konstruktif" dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu, dua hari sebelum berakhirnya tenggat waktu yang ditetapkan oleh Presiden Donald Trump bagi Rusia untuk menyetujui perdamaian di Ukraina atau menghadapi sanksi baru.
Adapun harga minyak telah naik di awal sesi perdagangan akibat kekhawatiran pasokan dan permintaan setelah Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang mengenakan tarif tambahan sebesar 25% untuk barang-barang dari India, dengan alasan India secara langsung atau tidak langsung mengimpor minyak Rusia.
India, bersama dengan Tiongkok, merupakan pembeli utama minyak Rusia. Penarikan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan pekan lalu juga mendorong harga.
Potensi Tarif untuk India
Pergerakan tersebut menandai penurunan hari kelima berturut-turut untuk kedua patokan minyak mentah, dengan Brent berada di jalur penutupan terendah sejak 1 Juli dan WTI berada di jalur penutupan terendah sejak 24 Juni.
"Harga melonjak karena potensi tarif yang lebih tinggi terhadap India, tetapi pasar masih menunggu semacam implementasi formal serta elemen mana di pasar yang akan terpengaruh," kata Analis di Rystad Energy, Janiv Shah.
Shah mengatakan, rencana peningkatan pasokan dari kelompok OPEC+, yang mencakup Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu seperti Rusia, akan mengimbangi potensi penurunan pasokan minyak Rusia.
Sementara itu, Perdana Menteri India Narendra Modi akan mengunjungi Tiongkok untuk pertama kalinya dalam lebih dari tujuh tahun, kata seorang sumber pemerintah pada Rabu, sebagai tanda lebih lanjut dari pencairan diplomatik dengan Beijing seiring meningkatnya ketegangan dengan AS.
Pasar minyak juga mendapat dukungan sebelumnya pada hari itu dari penurunan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan pekan lalu.
Badan Informasi Energi AS (EIA) menyatakan perusahaan-perusahaan energi menarik 3,0 juta barel minyak mentah dari inventaris mereka selama pekan yang berakhir 1 Agustus.
Penarikan ini jauh lebih besar daripada perkiraan analis sebesar 0,6 juta barel dalam jajak pendapat Reuters, tetapi lebih kecil daripada penurunan sebesar 4,2 juta barel yang menurut sumber pasar dikutip oleh kelompok perdagangan American Petroleum Institute (API) dalam datanya pada Selasa.
Harga Minyak Dunia Kompak Lebih Murah
Sebelumnya, harga minyak turun pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) karena para pedagang menilai meningkatnya pasokan minyak OPEC+ dan kekhawatiran melemahnya permintaan global, serta ancaman Presiden AS Donald Trump terhadap India atas pembelian minyak Rusia.
Dikutip dari CNBC, Rabu (6/8/2025), organisasi negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat pada hari Minggu untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 547.000 barel per hari untuk bulan September, sebuah langkah yang akan mengakhiri pemangkasan produksi terbarunya lebih awal dari yang direncanakan.
Harga minyak mentah Brent berjangka turun USD 1,12 atau 1,63% dan ditutup pada USD 67,64 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 1,13 atau 1,7%, dan ditutup pada USD 65,16. Kedua patokan harga minyak tersebut turun lebih dari 1% pada hari Senin, mencapai level terendah dalam seminggu.
Pada hari Senin, Trump kembali mengancam tarif yang lebih tinggi atas barang-barang India atas pembelian minyak Rusia oleh negara itu. New Delhi menyebut serangannya “tidak dapat dibenarkan” dan berjanji untuk melindungi kepentingan ekonominya, yang memperdalam keretakan perdagangan antara kedua negara.
Pergerakan harga minyak yang terbatas sejak ancaman Trump menunjukkan bahwa para pedagang skeptis akan terjadinya gangguan pasokan. Ia mempertanyakan apakah Trump akan mengambil risiko harga minyak yang lebih tinggi.
“Saya menyebutnya pasar minyak yang stabil. Asumsikan hal ini kemungkinan akan berlanjut sampai kita mengetahui apa yang diumumkan presiden AS terkait Rusia akhir pekan ini dan bagaimana reaksi para pembeli tersebut," ungkap Analis di UBS Giovanni Staunovo.
India jadi Pembeli Minyak Terbesar Rusia
India adalah pembeli minyak mentah lintas laut terbesar dari Rusia, mengimpor sekitar 1,75 juta barel per hari dari Januari hingga Juni tahun ini, naik 1% dari tahun lalu, menurut data yang diberikan kepada Reuters oleh sumber perdagangan.
Ancaman Trump muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang permintaan minyak dan beberapa analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat pada paruh kedua tahun ini.
JPMorgan mengatakan pada hari Selasa bahwa risiko resesi AS tinggi. Selain itu, rapat Politbiro Tiongkok pada bulan Juli mengisyaratkan tidak akan ada lagi pelonggaran kebijakan, dengan fokus beralih ke penyeimbangan struktural ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut, kata para analis.