Liputan6.com, Jakarta Usai pemberlakuan Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat (AS) yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump, berbagai negara secara serentak memberikan respons terkait upaya penanggulangan dampak dari kebijakan tersebut. Meski demikian, Pemerintah AS kembali mengumumkan penundaan pemberlakuan Tarif Resiprokal selama 90 hari hingga 9 Juni 2025 mendatang.
Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, Pemerintah Indonesia akan melakukan upaya diplomasi dan negosiasi secara langsung terkait kebijakan tersebut. Delegasi Indonesia akan melakukan kunjungan kerja ke AS pada tanggal 16-23 April 2025 untuk bertemu dengan berbagai pihak penting AS yakni US Trade Representative (USTR), Secretary of Treasury, dan Secretary of Commerce.
“Indonesia adalah salah satu negara yang mendapat kesempatan pertama untuk diundang ke Washington. Jadi ini tentu berdasarkan daripada apa yang sudah disampaikan oleh Pemerintah Indonesia,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto Rapat Koordinasi Terbatas Persiapan Pertemuan dengan Pemerintah AS terkait Tarif Perdagangan di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (14/4/2025).
Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia sebelumnya juga telah menyampaikan surat secara resmi kepada Secretary of Commerce, USTR, dan Secretary of Treasury.
Selanjutnya, Menko Airlangga juga menyebutkan bahwa sebagai persiapan upaya diplomasi tersebut, Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan non-paper proposal yang relatif lengkap terkait dengan tarif, Non-Tariff Measures (NTMs), kerja sama perdagangan dan investasi, hingga terkait sektor keuangan.
Delta Ekspor dan Impor
Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga menyebutkan rencana Indonesia untuk mengompensasikan delta ekspor dan impor terhadap AS dengan membeli sejumlah produk-produk AS. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga akan membahas terkait investasi perusahaan AS di Indonesia dan rencana perusahaan Indonesia yang juga akan berinvestasi di AS.
Selain membahas persiapan upaya diplomasi ke AS, dalam Rakortas tersebut Pemerintah juga turut membahas mengenai arahan Presiden Prabowo Subianto terkait dengan Satgas PHK dan perluasan kesempatan kerja yang saat ini tengah dimatangkan, serta Satgas Deregulasi.
“Jadi ini semua berjalan secara paralel dan diharapkan dalam waktu singkat kita bisa menerbitkan (kebijakan Satgas PHK dan Deregulasi), kita cari low-hanging fruit dalam bentuk paket-paket,” pungkas Menko Airlangga.
Turut mendampingi dalam kesempatan tersebut diantaranya yakni Menteri Perdagangan, Ketua OJK, Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri Investasi, serta Wakil Ketua DEN.
Nego Tarif Trump, Indonesia Bakal Impor USD 17,9 Miliar Barang Amerika?
Pemerintah RI akan segera bertolak ke Amerika Serikat (AS) dalam rangka pertemuan bilateral. Salah satunya untuk bernegosiasi soal pengenaan tarif resiprokal dari Presiden AS, Donald Trump kepada Indonesia sebesar 32 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah bakal menawarkan sejumlah kesepakatan dengan Amerika Serikat.
Dengan tujuan, untuk memangkas defisit neraca perdagangan Amerika Serikat terhadap Indonesia, yang pada 2024 mencapai USD 17,9 miliar.
"Juga rencana daripada Indonesia untuk mengkompensasikan delta daripada ekspor dan impor yang besarannya USD 18-19 miliar," kata Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (14/4/2025).
Tujuan dan Rencana PelaksanaanTujuannya, untuk menekan defisit perdagangan AS ke Indonesia. Salah satunya dengan memperbanyak jumlah barang dari Amerika Serikat yang diimpor ke pasar Tanah Air.
Namun, Airlangga menyebut itu belum tentu dilaksanakan lewat skema impor. Sayangnya, ia belum merinci bagaimana skenario pembelian barang AS secara non impor tersebut.
"Indonesia akan beli barang dari Amerika sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Nilainya mendekati (USD 17,9 miliar), barang belum tentu impor," ujar dia.
Persiapan Pemerintah
Airlangga bilang, pemerintah secara teknis sudah menyiapkan barang apa saja yang bakal dilibatkan dalam perjanjian dagang dengan AS.
Dalam hal ini, ia mencontohkan kedelai yang memakan porsi impor 88 persen dari Amerika Serikat menurut data Departemen Pertanian AS (USDA).
"Komunitas kan jelas kalau yang kita impor kebanyakan agriculture, dan agriculture komunitas kan with soy bean, sebetulnya tarifnya 0. Jadi itu sebetulnya maksimum dengan Amerika kita punya tarif 5 persen," ungkapnya.
"Jadi yang kita impor tarifnya 5 persen. Sehingga mereka lebih mengarah kepada non-tarif. Tarif itu udah turun banget. Jadi tarif itu udah semua mendekati 0 (persen)," papar dia.