Liputan6.com, Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menyampaikan laporan pencapaian fasilitasi perizinan Kementerian UMKM sepanjang kuartal I 2025. Mulai dari penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikasi halal, hingga penyaluran kredit usaha rakyat (KUR).
Hingga akhir triwulan I 2025, Kementerian UMKM bersama Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mendorong percepatan penerbitan 739.843 Nomor Induk Berusaha (NIB).
Dengan capaian ini, Maman mengatakan, secara kumulatif total penerbitan NIB nasional telah mencapai 12,27 juta, atau sekitar 80,2 persen dari target nasional sebesar 15,3 juta NIB pada 2029.
Selain NIB, Menteri Maman juga melaporkan penerbitan sertifikat halal di sepanjang tiga bulan awal tahun ini. Dengan jumlah sebanyak 25.509 sertifikat halal melalui cakupan sekitar 162.754 produk dari target nasional 2025 sebesar 3,5 juta sertifikasi halal.
"Guna mempercepat target nasional sertifikasi halal, Kementerian UMKM bersama BPJPH mendorong kebijakan halal self declare. Itu dapat dilakukan oleh pengusaha mikro dan kecil didampingi pendamping halal untuk menyatakan kehalalan produknya," kata Maman di SME Tower, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Dalam hal standardisasi produk, sebanyak 94.530 pengusaha UMKM telah memperoleh sertifikasi SNI Bina UMKM pada triwulan pertama. Sejak 2022 hingga 31 Maret 2025, total akumulasi produk UMKM yang telah tersertifikasi mencapai 1.084.123 produk dari 926.696 pengusaha UMKM.
Maman juga memaparkan capaian penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah terealisasi hingga 31 Maret 2025 sebesar Rp 57,51 triliun kepada 1.014.545 debitur.
"Dari jumlah tersebut, sektor produksi menyerap dana sebesar Rp 33,86 triliun atau sekitar 58,9 persen dari total penyaluran KUR," terang dia.
Ia optimistis dapat mencapai target yang telah ditetapkan serta akan memberikan laporan perkembangan kepada publik.
"Semangat transparansi ini akan terus kami dorong. Kami berencana menyampaikan laporan triwulan kedua agar masyarakat bisa memonitor langsung kinerja kementerian ini dalam mendukung pengusaha UMKM di seluruh Indonesia," seru dia.
Janji Pemerintah untuk UMKM Terhadang Situasi Makro
Sebelumnya, Pemerintah sejak periode sebelumnya telah menetapkan sejumlah target bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar bisa naik kelas. Mulai dari 40 persen belanja negara untuk produk UMKM, hingga rasio kredit untuk UMKM tembus 30 persen, semisal lewat penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sayangnya, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad membeberkan, berbagai janji pemerintah tersebut masih belum terlaksana sesuai target.
"Kalau dari sisi kredit kan masih sekitar 19 persen dari target 30 persen, tidak berkembang beberapa tahun terakhir. KUR juga stagnan, walaupun besar tapi tidak akan cepat," kata Tauhid kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (29/3/2025).
Menurut dia, penyaluran kredit kepada UMKM ini masih terkendala dari sisi permintaan (demand) yang belum tumbuh cepat. Lantaran terganjal oleh situasi makro ekonomi saat ini.
"Jadi walaupun uangnya dikucurin, tapi demand-nya kan enggak tumbuh berkembang. Karena tadi, UMKM kita sangat tergerak oleh sektor perdagangan. Sektor perdagangan tergantung kondisi makro," ungkapnya.
"Karena itu ditumbuhkan yang sektor produksi, industri, dan sebagainya. Itu butuh inovasi dan sebagainya. Itu yang saya kira penting untuk dilakukan," dia menekankan.
Oleh karenanya, ia berharap demand terhadap UMKM tidak hanya digerakkan oleh pemerintah, tapi juga pihak swasta maupun BUMN. Itu bisa terwujud dengan pelibatan UMKM terhadap suatu proyek yang memberikan efek berganda, alias multiplier effect.
"Industri-industri yang saya kira bisa memberikan multiplier effect besar itu yang kemudian bisa ditumbuhkan. Misalnya industri otomotif, besi dan baja, elektronik, kimia, alas kaki, tekstil. Itu yang sebenarnya bisa mendorong pekerja kita lebih banyak," paparnya.
Pemerintah Harus Terus Kawal
Tauhid meminta agar pemerintah tidak abai untuk terus memelototi implementasi pelibatan UMKM oleh pihak swasta.
Sebagai contoh, ia menyebut pembukaan tambang baru yang terjalin melalui skema kerja sama dengan pemerintah. Pada praktiknya, UMKM harus dipastikan bisa ikut terlibat dalam rantai pasok.
"Misalnya penyediaan alat transportasi, makanan/minuman, kemudian kebutuhan-kebutuhan yang tidak main (inti). Kalau main itu kan agak berat, tapi yang support itu perlu UMKM. Itu perlu dalam nota kesepahaman," tuturnya.
Kredit Bermasalah UMKM Masih Tinggi
Adapun menurut laporan Menteri UMKM Maman Abdurrahman, angka kredit bermasalah (non performing loan/NPL) UMKM masih tinggi, mencapai 4,02 persen pada 2024.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta beberapa waktu lalu, Maman mengatakan, meskipun angka ini masih di bawah target Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah tetap akan berupaya untuk menurunkannya.
"Terkait NPL, tentunya kita sama-sama bisa memahami dan memiliki argumentasi, karena tidak mudah mengurusi secara teknis pendanaan peminjaman terhadap usaha mikro," ujar Maman, dikutip dari Antara.