Investasi Energi Terbarukan Indonesia Lambat, Ini Penyebabnya

1 month ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengamini capaian investasi sektor energi baru terbarukan (EBT) masih rendah. Penyebabnya, industri penyerap EBT belum berkembang di Indonesia.

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan menjelaskan investor juga cenderung menunggu.

"Persoalannya sebenarnya pertama begini, ekspansi dari sisi merekanya (investor) juga, itu juga dengan situasi yang berkembang sekarang, dengan situasi market yang juga tidak sedang menunggu dengan baik, ini menyebabkan demand terhadap listrik juga menurun," kata Nurul Ichwan di Kantor BKPM, Jakarta, dikutip Kamis (14/8/2025).

Dia bilang, perlu dipertimbangkan juga soal investasi yang digelontorkan bisa diserap oleh publik. Maka, perlunya upaya untuk menumbuhkan industri penyerap EBT tadi di Tanah Air. Salah satunya merujuk pada industri mobil listrik.

Peningkatan permintaan ini akan menjadi satu hal yang menarik bagi investor. Dia menegaskan, investor tak akan mau menanamkan modalnya tanpa ada kepastian pasarnya.

"Ketika demand dari elektriknya juga mulai meningkat, maka pada saat itulah, baru kita melihat yang namanya marketnya ada. Teman-teman, kawan-kawan itu kalau mau investasi, itu yang selalu ditanya duluan, market. Tidak ada investasi yang memulai, saya bangun duluan, nanti marketnya bisa saya ciptakan. Jarang yang kayak begitu," tuturnya.

Hitungan Keuntungan

Nurul Ichwan menyampaikan, hitungan bisnis menjadi yang terpenting bagi investor. Kendati begitu, dia menilai investor saat ini masih menunggu sampai market di Indonesia cukup menjanjikan.

"Dalam konteks itu, maka hitung-hitungan bisnisnya yang menjadi pemandu bagi mereka akan masuk atau tidak atau menunggu waktu. Menurut saya mereka masih dalam fase untuk wait and see sampai market di Indonesia berkembang dengan lebih baik," terangnya.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat pertumbuhan EBT di semester I-2025 hanya 0,6 persen atau 876,5 megawatt (MW). Porsi bauran EBT di Indonesia menjadi sekitar 14,5 persen atau 105 MW.

Peluang Investasi Listrik RI

Diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia membuka peluang investasi sekitar Rp 2.967,4 triliun untuk penyediaan sektor ketenagalistrikan di Indonesia.

Angka tersebut jadi target yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. 

"Kita ada penambahan investasi Rp 2.967,4 triliun sampai 2034. Terdiri dari pembangkit (listrik) Rp 2.133,7 triliun, penyaluran transmisi dan gardu Rp 565,3 triliun, dan lainnya Rp 268,4 triliun," jelas Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (26/5/2025).

Khusus untuk investasi pada pembangkit sebesar Rp 2.133,7 triliun, RUPTL 2025-2034 mengalokasikan 73 persen daripadanya untuk partisipasi swasta alias independent power producer (IPP). Dalam hal ini, sektor swasta mendapat alokasi Rp 1.566,1 triliun untuk investasi pada pembangkit listrik. Mayoritas ditujukan untuk pembangkit yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) Rp 1.341,8 triliun. 

Tambah 69,5 GW Pembangkit Listrik

Sementara PLN mendapat jatah Rp 567,6 triliun dari investasi pada pembangkit. Dengan rincian, sebesar Rp 340,6 triliun untuk pembangkit EBT, dan Rp 227 triliun untuk pembangkit non EBT.

Dalam RUPTL 2025-2034, Kementerian ESDM bakal menambah 69,5 gigawatt (GW) pembangkit listrik. Dari penambahan pembangkit 69,5 GW selama periode waktu tersebut, sekitar 61 persen atau 42,6 GW akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT). 

Adapun 10,3 GW lainnya untuk storage (15 persen), dan yang berasal dari pembangkit listrik tenaga fosil sekitar 16,6 GW (24 persen). 

Untuk EBT, sebanyak 17,1 GW di antaranya bakal dialokasikan untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Kemudian air (PLTA) 11,7 GW, angin (PLTB) 7,2 GW, panas bumi (PLTP) 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan nuklir (PLTN) 0,5 GW. 

Energi Fosil Lebih Dominan pada 5 Tahun Awal

Kendati begitu, dalam 5 tahun pertama pada 2025-2029, energi fosil masih lebih dominan dari EBT, dengan 27,9 GW.  Dengan porsi 12,7 GW (45 persen) untuk fosil dibanding 12,2 GW (44 persen) untuk EBT. Sementara untuk storage bakal dialokasikan sekitar 3,0 GW atau 11 persen. 

Baru pada 5 tahun setelahnya pada 2030-2034, Indonesia bakal lebih banyak memakai EBT dibanding fosil, dengan alokasi 41,6 GW. Dengan porsi 30,4 GW untuk EBT (73 persen), 3,9 GW untuk fosil (10 persen), dan 7,4 GW untuk storage (17 persen).

Read Entire Article
Bisnis | Football |