Kelas Menengah Mengecil, Industri Lesu: Saatnya Indonesia Reindustrialisasi

13 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Ilham Akbar Habibie, menyoroti pentingnya peran kelas menengah dalam pembangunan ekonomi suatu negara.

Ia mencontohkan langkah Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, yang menerapkan kebijakan tarif sebagai bagian dari strategi reindustrialisasi. Salah satu alasan utama di balik kebijakan tersebut adalah kekhawatiran atas menghilangnya kelas menengah di Amerika Serikat terutama mereka yang menggantungkan hidup dari sektor industri.

"By the way, Amerika Serikat pun juga salah satu alasan mengapa Presiden Trump itu juga mendorong reindustrialisasi dengan gaya beliau sendiri, itu karena memang di Amerika Serikat pun itu kelas menengahnya itu hilang. Jadi, apalagi kelas menengah yang hidup dari industri," kata Ilham saat ditemui di kantornya Graha Rekayasa Indonesia, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

Menurut Ilham, negara maju umumnya memiliki populasi kelas menengah yang besar dan stabil. Kelas ini menjadi fondasi penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Namun, tren yang terjadi di Indonesia justru menunjukkan sebaliknya. Dalam lima tahun terakhir, proporsi kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan dari 23% menjadi hanya 18%. Artinya, sekitar 10 juta warga Indonesia "pamit" dari kelas menengah.

"Kita di Indonesia ini dalam 5 tahun yang lalu, mengalami adanya kelas menengahnya mengecil dari 23% menjadi 18%. Kurang lebih sampai 10 juta warga kita pamit dari kelas menengah," ungkapnya.

Fenomena ini menjadi sinyal penting Indonesia perlu mengambil langkah serius dalam memperkuat sektor industrinya. Seperti halnya Amerika Serikat yang mencoba menghidupkan kembali industrinya untuk menyelamatkan kelas menengah, Indonesia pun perlu melakukan upaya serupa, namun tentunya dengan pendekatan yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan nasional.

"Kemajuan itu juga merupakan demografi dari masyarakatnya itu.Kemajuan itu biasanya negara yang maju punya kelas menengah yang tebal," ujarnya.

Dua Wajah Indonesia Dilihat dari Industri

Ilham bercerita bahwa Indonesia di masa lalu pada 2000, industri menyumbang hampir 30 persen PDB nasional. Ini menunjukkan kuatnya fondasi industri kita. Pesawat N-250 karya anak bangsa pernah terbang membelah langit Asia, membuktikan kemampuan rekayasa tingkat tinggi Indonesia. Generasi muda kita bercita-cita menjadi insinyur dan ilmuwan, meneruskan estafet pembangunan bangsa.

Indonesia Saat Ini, kontribusi industri terhadap PDB turun drastis di bawah 19 persen, menandakan deindustrialisasi dini. Banyak fasilitas riset dan pengembangan berubah fungsi menjadi pusat komersial, mengikis infrastruktur inovasi. Sementara negara tetangga melaju dengan inovasi teknis, Indonesia seperti kehilangan arah dan visi keinsinyuran.

Prihatin, Peminat Anak Muda Menurun Menjadi Insinyur

Sebelumnya, Ilham Akbar Habibie, menyampaikan keprihatinannya terhadap tren di kalangan anak muda Indonesia yang lebih memilih profesi sebagai Youtuber ketimbang menekuni profesi insinyur. Padahal, menurutnya, insinyur memegang peran vital dalam pembangunan dan kemajuan bangsa.

“Insinyur Indonesia adalah ujung tombak reindustrialisasi. Mereka yang membangun infrastruktur penting seperti bendungan, jalan raya, pelabuhan, dan mengembangkan teknologi strategis untuk kemajuan bangsa," ujar Ilham saat ditemui di kantornya Graha Rekayasa Indonesia, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

Namun, Ilham menyoroti kenyataan bahwa jumlah insinyur yang teregistrasi dan diakui secara profesional di Indonesia masih sangat terbatas.

Banyak lulusan teknik justru terserap di bidang pekerjaan non-rekayasa, sehingga Indonesia kehilangan potensi besar dalam pengembangan keinsinyuran. Menurutnya, ketimpangan minat ini tidak lepas dari kondisi pasar kerja di Indonesia.

"Tadi kan ada kenyataan bahwasannya ada ketimpangan diantara peminat yang mau spesialisasi fokus bidang teknik dengan apa namanya yang banyak yang mau jadi Youtuber. Kalau menurut saya, itu ada kaitannya dengan job opportunities," ujarnya.

Ilham Habibie: Pengenaan Tarif Impor, Jurus AS Hidupkan Kembali Industri

Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Ilham Akbar Habibie, menyoroti pentingnya reindustrialisasi sebagai strategi fundamental dalam memperkuat daya saing dan kedaulatan ekonomi suatu negara.

Dia menilai, industrialisasi bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan yang tidak bisa diabaikan oleh negara manapun, termasuk Indonesia.

Salah satu contoh nyata dari pentingnya reindustrialisasi dapat dilihat dari langkah Amerika Serikat yang kini tengah berupaya membawa kembali industri-industri yang sebelumnya telah di outsourcing ke luar negeri.

Meskipun pendekatan yang digunakan Amerika dapat menimbulkan perdebatan terutama soal keadilan dan dampaknya terhadap mitra dagang lainnya, tetapi filosofi di baliknya tetap relevan, yakni negara tidak bisa menjadi kuat tanpa industri yang kuat.

"Menarik sekali kalau kita menganalisa, mengapa itu terjadi? Karena Amerika Serikat pun mau reindustrialisasi, karena dia mau mengembalikan industri yang tadinya sudah keluar, yang mau seolah-olah, caranya mungkin kita tidak sepakat gitu ya, tapi filosofi di bagian itu adalah reindustrialisasi," kata Ilham dalam diskusi bersama media, di kantor PII, Jakarta, Selasa (22/4/2025).

Ilham Habibie menilai, Amerika Serikat menyadari bahwa tanpa fondasi industri yang kokoh, keberlangsungan kekuatan nasional menjadi rapuh. Oleh karena itu, melalui penerapan kebijakan tariflah Trump berupaya memperluak industrinya.

"Sekarang, Amerika Serikat, dia mau mengembalikan yang tadinya dia sudah outsource, dia mau mengembalikan dengan cara yang mungkin kita tidak sepakat, mungkin ada yang mengatakan itu salah, itu juga bukan win-win tapi win-lose gitu ya, seolah dia menang sendiri, dia mendominasi yang lemah," jelasnya.

Pentingnya Tingkatkan Kualitas SDM

Ilham juga menekankan pentingnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam proses reindustrialisasi. Uang atau kekayaan sumber daya alam tidak serta-merta menjamin keberhasilan industrialisasi jika tidak diiringi dengan pengembangan SDM yang kompeten, terutama di bidang teknik dan teknologi.

Ia mencontohkan negara-negara di Timur Tengah yang meskipun kaya secara finansial, namun belum mampu membangun industri yang kuat karena kurangnya tenaga ahli dan inovator lokal.

"Kita mau punya uang segudang juga gak akan bisa kalau kita tidak punya SDM. Contoh mana? Negara-negara di Timur Tengah, mereka banyak sekali uangnya. Apakah dia punya industri? Kita langsung bisa jawab ya, gak ada. Gak ada yang sukses. Yang penting adalah manusia. Yang penting adalah orang yang punya keahlian, diantaranya insinyur," jelasnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |