Liputan6.com, Jakarta Anfield diselimuti duka. Kabar mengejutkan datang dari Merseyside: penyerang andalan Liverpool bernomor punggung 20, Diogo Jota, meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan tragis.
Kepergian Jota meninggalkan kehampaan mendalam, tak hanya di lini depan The Reds, tetapi juga di hati para pendukung setianya. Ia bukan sekadar pesepak bola, tetapi sosok panutan dan idola yang namanya kerap menggema lantang dari tribune The Kop.
Perjalanan hidupnya dari Portugal hingga menjadi salah satu bintang utama Liverpool adalah kisah penuh perjuangan. Ia hadir, bekerja keras, dan berhasil mencuri hati para Liverpudlian lewat gol-gol penting dan kontribusinya dalam meraih trofi.
Kini, yang tersisa hanyalah kenangan serta sebuah chant yang akan terus dinyanyikan sebagai bentuk penghormatan. Lagu itu menjadi pengiring perjalanan singkat namun gemilang Jota di Anfield, membuat namanya abadi di kalangan suporter.
Tragedi di Jalanan Spanyol
Kecelakaan fatal yang merenggut nyawa Jota terjadi di Spanyol. Insiden tersebut berlangsung di jalan A-52, kawasan Palacios de Sanabria, pada Kamis dini hari waktu setempat.
Laporan menyebutkan mobil Lamborghini yang ditumpangi Jota keluar jalur setelah mengalami pecah ban. Kendaraan itu lantas terbakar hebat, hingga tak menyisakan kemungkinan penyelamatan.
Lebih memilukan, Jota tidak sendiri dalam perjalanan itu. Ia ditemani sang kakak, Andre Silva—mantan pemain muda FC Porto—yang juga menjadi korban dalam insiden tersebut.
Tim pemadam kebakaran dari kepolisian Zamora yang tiba di lokasi memastikan terjadinya tragedi tersebut. Mereka berupaya keras menjinakkan kobaran api yang telah menghanguskan kendaraan sekaligus merenggut dua nyawa bersaudara itu.
Dari Tanah Lusitania ke Anfield
Sebelum menjadi pujaan di Anfield, Jota memulai langkah profesionalnya bersama Pacos de Ferreira di Portugal. Bakat besarnya kemudian mengantarnya ke klub raksasa La Liga, Atletico Madrid, pada tahun 2016.
Namun, masa peminjaman ke FC Porto pada musim 2016–2017 menjadi titik balik penting dalam kariernya. Di sana, ia berlatih di lingkungan yang sama dengan akademi tempat saudaranya, Andre Silva, menimba ilmu sepak bola.
Setelah mencuri perhatian di Premier League bersama Wolverhampton Wanderers, Liverpool datang menebusnya dengan nilai transfer sebesar 45 juta poundsterling pada September 2020. Transfer tersebut menjadi langkah besar yang mengantar Jota menuju status sebagai bintang besar.
Manajer Liverpool kala itu, Jurgen Klopp, melihat potensi besar dalam diri Jota. Meski usianya masih 23 tahun, Klopp menilai ia memiliki masa depan cerah. Pandangan itu terbukti benar, Jota berkembang menjadi salah satu penyerang paling tajam di lini depan The Reds.
Lagu Kebanggaan Sang Nomor 20
Setiap pahlawan memiliki lagu kebesarannya, demikian pula dengan Diogo Jota. Chant ikonik miliknya lahir dari sebuah malam penuh keajaiban, kala ia tampil gemilang dalam kemenangan 2-1 atas Arsenal pada 2022.
Kemenangan di Emirates Stadium tersebut membuka jalan bagi Liverpool ke final Carabao Cup. Dalam atmosfer kemenangan itulah, lagu baru yang penuh semangat mulai menggema dari tribun pendukung Liverpool.
Melodi lagu ini diadaptasi dari chant suporter klub Argentina, River Plate, yang pada gilirannya terinspirasi dari lagu legendaris Bad Moon Rising karya Creedence Clearwater Revival.
Liriknya begitu personal, menggambarkan sosok Jota secara utuh: nomor punggung 20, kemampuannya membawa kemenangan, hingga aksi khasnya di sisi kiri lapangan. Bahkan, chant itu dengan berani menyebut Jota lebih hebat dari legenda Portugal, Luis Figo.
Lirik Lagu Suporter Liverpool untuk Diogo Jota: Better than Figo!
Oh, he wears the number 20,
He will take us to victory,
And when he’s running down the left wing,
He’ll cut inside and score for LFC,
He’s a lad from Portugal,
Better than Figo don’t you know,
Oh, his name is Diogo!
Gema Abadi dari Tribun The Kop
Sejak pertama kali dilantunkan, chant ini langsung menjadi salah satu lagu favorit para pendukung di Anfield. Jota, pemuda asal Portugal itu, telah mendengar namanya dielu-elukan ribuan kali oleh para penggemarnya.
Momen paling menyentuh terjadi saat perayaan gelar Premier League pada Mei lalu, yang kini dikenang sebagai kali terakhir ia mendengar chant itu secara langsung. Kala itu, para suporter menyanyikan lagu khusus untuk tiap pemain sebagai bentuk penghormatan.
Saat giliran lagunya diperdengarkan, Jota melangkah ke arah tribune dengan senyum lebar. Ia mengangkat syal di atas kepala, melompat kecil mengikuti irama, dan menyatu dalam kebahagiaan bersama para pendukungnya.
Kini, di depan gerbang Anfield, bunga-bunga dan pesan duka menggantikan sorakan kemenangan yang biasa menyambutnya. Namun satu hal pasti: chant “Oh, his name is Diogo!” akan terus bergema, lebih lantang dari sebelumnya—sebagai bentuk cinta abadi untuk seorang pahlawan yang telah pergi.