Liputan6.com, Jakarta - LG Energy Solution (LGES), produsen baterai terbesar di dunia, telah menandatangani kontrak senilai USD 4,3 miliar atau sekitar Rp70,50 triliun (estimasi kurs rupiah terhadap dolar AS di 16.400) untuk memasok baterai lithium iron phosphate (LFP).
Mengutip CNBC, dalam pengumuman resmi pada Rabu (30/7/2025), perusahaan tidak mengungkap identitas pelanggan karena alasan perjanjian bisnis. Namun, sumber yang mengetahui kesepakatan tersebut menyebutTesla adalah pihak yang dimaksud.
"Dalam perjanjian kami, kami tidak dapat mengungkapkan identitas pelanggan karena kewajiban kerahasiaan,” kata kepada Reuters seperti dikutip dari CNBC.
Sementara itu, Tesla belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi, demikian dikutip dari Channel News Asia.
Adapun kontrak ini berlaku selama tiga tahun, mulai 1 Agustus 2027 hingga 31 Juli 2030, dengan opsi perpanjangan hingga tujuh tahun, serta potensi peningkatan volume pasokan tergantung pada hasil pembicaraan lanjutan dengan pelanggan. Selama masa kontrak, LGES akan memasok sel LFP kepada klien global dari pabrik LGES yang berlokasi di Amerika Serikat (AS).
LG Energy Solution tidak merinci apakah baterai LFP dalam kontrak tersebut akan digunakan untuk kendaraan listrik atau sistem penyimpanan energi (energy storage systems/ESS), dengan alasan perjanjian bisnis. Namun, sumber industri memperkirakan baterai tersebut kemungkinan besar akan digunakan untuk produk ESS milik Tesla.
Dugaan kesepakatan antara LG Energy Solution (LGES) dan Tesla muncul di tengah maraknya upaya negara dan perusahaan global untuk menjalin perjanjian pasokan dengan Amerika Serikat.
Kesepakatan Tesla dan Samsung Electronics
Spekulasi ini mencuat tak lama setelah diumumkannya kontrak pengadaan chip senilai USD 16,5 miliar, atau sekitar Rp270,51 triliun, antara Tesla dan Samsung Electronics asal Korea Selatan. Kontrak tersebut sebelumnya dirahasiakan pihak pemesannya, hingga CEO Tesla Elon Musk mengonfirmasi pada awal pekan ini Tesla adalah pihak yang berada di balik kesepakatan itu.
Nilai kontrak yang diungkapkan melampaui pendapatan perusahaan sebesar 5,6 triliun won Korea Selatan (USD 4,05 miliar, Rp66,40 triliun) untuk kuartal kedua tahun ini.
"Investor disarankan untuk mempertimbangkan dengan cermat kemungkinan perubahan atau pemutusan kontrak saat membuat keputusan investasi,” demikian peringatan perusahaan. Sahamnya diperdagangkan 0,26 persen lebih rendah.
Mundur dari Mega Proyek Baterai Kendaraan Listrik, LG Energy Solution Tetap Buka Peluang Kerja Sama dengan Indonesia
Sebelumnya diberitakan, LG Energy Solution (LGES) dikabarkan menarik diri dari proyek Grand Package (GP) senilai (US$8,45 miliar) atau senilai Rp130 triliun di Indonesia.
Sebelumnya, LG Energy Solution berencana ingin investasi di seluruh rantai pasokan baterai kendaraan listrik di Indonesia. Namun melihat perkembangan terbaru akhirnya mereka batal merealisasikan penyuntikan.
“Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi pasar dan lingkungan investasi. Kami telah sepakat untuk secara resmi menarik diri dari proyek GP (Grand Package)," kata LGES dalam sebuah pernyataan.
Namun, bukan berarti semuanya ditarik atau dibatalkan begitu saja. Masih ada bagian usaha lain yang tetap berjalan.
“Tetapi, kami akan terus menjajaki berbagai peluang kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Yakni dengan fokus terhadap usaha patungan baterai Indonesia, HLI Green Power," tambahnya.
Rencananya, LG Energy Solution ingin investasi di seluruh rantai pasokan baterai kendaraan listrik di Indonesia. Namun melihat perkembangan terbaru akhirnya mereka batal merealisasikan penyuntikan.
Untuk diketahui, HLI Green Power, merupakan badan usaha patungan yang dipimpin oleh LGES dan Hyundai Motor Group.
Tahun lalu mereka meresmikan pabrik produksi sel baterai pertama di Indonesia. Pabrik berdiri di lahan seluas 330.000 meter persegi. Investasi tertanam mencapai US$1,1 miliar.
Fasilitas ini bisa menghasilkan sel baterai lithium-ion dengan total kapasitas 10 GWh per tahun. Alhasil kelak dapat memenuhi kebutuhan lebih dari 150.000 unit Battery Electric Vehicle (BEV).
Cari Investor Lain
Indonesia akan terus mencari investor asing untuk bermitra dengan perusahaan lokal guna mengembangkan industri baterai. Kemudian memanfaatkan cadangan nikel yang melimpah di negara ini.
"Meskipun LG telah keluar, Indonesia tetap yakin nikel kita lebih kompetitif dibandingkan negara lain," ungkap Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
Di sisi lain, perusahaan tambang milik negara Indonesia, Aneka Tambang, telah merencanakan untuk membentuk JV dengan LGES untuk menambang nikel.
Mereka mengatakan pihaknya tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan perusahaan lain untuk. Yakni memasok nikel buat produksi baterai.
PT Indonesia Battery Corporation (BUMN), juga berencana bermitra dengan LGES, tidak menanggapi permintaan komentar.
Sumber: Oto.com