Liputan6.com, Jakarta Manchester United menjadikan lini depan sebagai fokus utama perbaikan musim panas ini. Musim lalu mereka hanya mencetak 44 gol di Premier League, yang merupakan jumlah terendah sejak musim 1973/1974. Rata-rata 1,15 gol per laga menegaskan krisis efektivitas di lini serang.
Untuk mengatasi masalah itu, United menghabiskan total £127,5 juta (sekitar Rp2,8 triliun) untuk mendatangkan dua pemain ofensif: Bryan Mbeumo dari Brentford dan Matheus Cunha dari Wolves. Mbeumo sendiri ditebus dengan mahar mencapai 65 juta pounds.
Namun, baik Mbeumo maupun Cunha bukanlah striker murni. Keduanya lebih cocok bermain di belakang penyerang utama, sehingga muncul pertanyaan baru: Apakah MU masih perlu mendatangkan striker nomor sembilan?
Hojlund Masih Dipertanyakan, Zirkzee Tak Meyakinkan
Chris Sutton, mantan penyerang Blackburn Rovers, menilai penyerangan MU memang perlu diperbaiki. Ia menyebut Mbeumo sebagai pemain yang bisa diandalkan dalam berbagai aspek: Kerja keras, energi, dan tentunya kontribusi gol.
"Mbeumo jelas tidak murah, tapi begitulah nilai pemain Premier League yang sudah terbukti. Mereka ingin mendatangkan pemain yang bukan pemain berkembang, tapi pemain yang telah membuktikan diri," ujar Sutton.
Namun, Sutton juga mempertanyakan apakah MU tetap membutuhkan striker murni. Rasmus Hojlund hanya mencetak empat gol liga musim lalu, sementara Joshua Zirkzee baru mencetak tiga. Hal ini memperkuat anggapan bahwa mereka belum cukup tajam di lini depan.
Sempat beredar kabar bahwa United ingin merekrut Liam Delap seharga 30 juta pounds, namun sang pemain akhirnya merapat ke Chelsea. Kini, setelah belanja besar-besaran, manajemen klub masih bimbang antara mendatangkan striker baru atau tetap percaya pada Hojlund.
Opsi Terbatas, Keuangan Jadi Pertimbangan
Salah satu kendala utama untuk merekrut striker baru adalah keterbatasan dana. Selain mengandalkan klausul penjualan Elanga dan Carreras, MU belum menghasilkan pendapatan signifikan dari bursa transfer.
Opsi seperti Ollie Watkins dari Aston Villa dinilai terlalu mahal, sementara pemain bebas transfer seperti Dominic Calvert-Lewin dan Jamie Vardy dianggap terlalu berisiko. Hojlund sendiri direkrut dengan biaya 72 juta pounds dari Atalanta tahun lalu, dan kontraknya masih berlaku hingga 2028.
Meskipun performanya belum meyakinkan, menjual Hojlund sekarang tak akan mengembalikan nilai investasi klub. Sutton menambahkan bahwa meski peluang yang diberikan padanya minim, Hojlund juga belum menunjukkan diri sebagai finisher ulung yang bisa diandalkan.
Mbeumo Harus Tampil Instan, Bisa Jadi Solusi Sementara
Terlepas dari persoalan striker, kehadiran Mbeumo dianggap sebagai langkah maju. Musim lalu ia mencetak 20 gol di Premier League, hanya kalah dari Salah, Isak, dan Haaland. Namun, itu merupakan kali pertama ia mencapai dua digit gol dalam satu musim liga.
Statistik mencatat Mbeumo mencetak gol jauh melebihi nilai xG-nya (expected goals) sebesar 12,3. Keberhasilan seperti ini jarang terjadi dan belum tentu terulang. Di lima musim terakhir, hanya 14 pemain yang mampu melampaui xG mereka lebih dari lima gol.
"Dia [Mbeumo] sudah bermain baik di Brentford, tapi bermain untuk Man United sangat berbeda. Dengan menaruh hormat, tidak ada ekspektasi di Brentford. Di MU, dia akan mendapatkan ekspektasi untuk langsung main bagus," lanjut Sutton.
Konsistensi Jadi Kunci, Amorim Harapkan Pemain Andal
Keunggulan Mbeumo terletak pada fleksibilitasnya. Ia bisa bermain di kanan, di tengah, maupun sebagai false nine. Bersama Cunha yang lebih sering beroperasi dari kiri, keduanya memberi lebih banyak opsi bagi lini depan United.
Mbeumo juga menjadi pemain dengan jumlah sentuhan terbanyak per 90 menit di antara mereka yang mencetak lebih dari 15 gol musim lalu. Ia terlibat aktif dalam permainan dan kerap membantu tim dengan assist..
Mbeumo diduga akan cocok dengan sistem yang diterapkan Ruben Amorim. Ia adalah pemain berpengalaman, bukan tipe inkonsisten seperti Garnacho atau Antony. Stabilitas dan kontribusi Mbeumo diyakini menjadi bagian penting dari puzzle United musim ini.