Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian Indonesia kini tengah menghadapi tekanan serius. Data terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi terus mengalami penurunan sejak awal 2024. Dari 5,11% pada kuartal I-2024, angkanya merosot menjadi 4,87% pada kuartal I-2025.
Tren ini menandai kemungkinan masuknya Indonesia ke fase pertumbuhan ekonomi yang stagnan di bawah level psikologis 5%.
Salah satu penyebab utama pelemahan ini adalah menurunnya konsumsi masyarakat yang kini hanya tumbuh 4,8%. Hal ini patut menjadi perhatian karena konsumsi rumah tangga merupakan motor penggerak utama ekonomi nasional, menyumbang sekitar 54% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Penurunan daya beli, sekecil apa pun, akan berdampak signifikan terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Hery Gunardi menjelaskan, pelemahan ekonomi juga berimbas pada permintaan kredit. Saat aktivitas ekonomi melambat, pelaku usaha cenderung menahan ekspansi, sehingga kebutuhan akan pembiayaan pun ikut surut.
Situasi ini diperburuk oleh ketidakpastian global, mulai dari ketegangan geopolitik, perang dagang, hingga kondisi suku bunga internasional yang masih tinggi.
“Karena pandangannya demand-kredit itu berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Kita melihat ada sedikit karena pengaruh global, tension politik, kemudian perang tarif dan sebagainya," jelas dia dalam forum PERBANAS Review of Indonesia’s Mid-Year Economy (PRIME) 2025, dikutip Jumat (1/8/2025).
"Dan kalau kita juga lihat bahwa higher for longer, sehubungan di Fed Rate itu juga tadinya sebelum Trump ada, itu ada harapan,” tambah dia.
Kebijakan suku bunga tinggi dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang bertahan lama membuat biaya pinjaman tetap mahal. Padahal sebelumnya sempat muncul harapan akan penurunan suku bunga global, terutama sebelum arah kebijakan ekonomi berubah drastis di era Presiden Donald Trump.
Kinerja Kredit
Dampak dari kondisi ini terlihat jelas pada kinerja penyaluran kredit perbankan yang menurun di berbagai sektor:
Pertambangan dan Penggalian
Setelah sempat tumbuh signifikan 51,3% pada 2022, sektor ini turun ke 25% di 2023. Sempat pulih ke 34% di 2024, tapi kembali melemah menjadi 29,8% pada kuartal I-2025. Hingga akhir tahun, proyeksinya akan turun lagi ke 23,4%. Meski menurun, pertumbuhannya masih lebih baik dibandingkan sektor lain.
Jasa Keuangan dan Asuransi
Sektor ini menunjukkan tren pelemahan yang konsisten. Dari 35,3% di 2022, turun tajam menjadi 20,4% di 2023, lalu ke 12,6% pada 2024. Proyeksi 2025 diperkirakan stagnan di kisaran 12,4%, tanpa ada tanda pemulihan berarti.
Konstruksi
Sektor konstruksi menjadi salah satu yang paling terdampak. Kredit di sektor ini anjlok dari 4,3% pada 2022 ke zona negatif -0,4% di 2023. Di 2024, sempat pulih tipis ke 0,3% dan diperkirakan hanya akan tumbuh 1% di 2025, dengan realisasi kuartal pertama masih stagnan di angka 0,3%.
Proyeksi Pertumbuhan Kredit
Ketua Bidang Riset dan Kajian Ekonomi Perbankan PERBANAS, Aviliani, mengungkapkan bahwa target pertumbuhan kredit sebesar 10% sulit tercapai di tengah situasi ekonomi saat ini.
“Nah, ini proyeksi kita di 2025 ya. Jadi, memang kalau melihat tadi Pak Haris sudah menyampaikan, memang kredit itu berbagai lembaga menunjukkan bahwa memang untuk mencapai 10% itu agak susah. Jadi, kita semua pengen 10% gitu ya. Tapi, ini proyeksi kita sampai akhir tahun itu diperkirakan sekitar 8,7% ya. Tapi, memang ini nasional ya,” jelas Aviliani.
Dengan segala tantangan yang ada, pertumbuhan kredit perbankan nasional pada 2025 diperkirakan hanya akan berada di kisaran 8,7%.