OJK Target 50% Perusahaan Syariah Punya Asuransi untuk Industri Halal

12 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) target 50% perusahaan syariah telah mengembangkan produk asuransi untuk industri halal pada 2027.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, pihak otoritas terus memantau implementasi target pengembangan produk asuransi syariah untuk industri halal, sebagaimana tertuang dalam Peta Jalan Penguatan Industri Perasuransian 2023–2027. 

"Saat ini, sejumlah perusahaan asuransi syariah telah mulai mengembangkan produk yang menyasar sektor-sektor dalam ekosistem industri halal," kata Ogi dalam keterangan resmi OJK, Sabtu (19/8/2025).

Menurut dia, ruang lingkup industri halal sangat luas, mencakup sektor manufaktur, jasa, dan sosial. Sehingga produk asuransi syariah yang dibutuhkan pun beragam. 

Ogi lantas mencontohkan, semisal asuransi kebakaran syariah untuk pabrik, asuransi pengangkutan syariah, asuransi perjalanan umrah dan haji, serta asuransi jiwa syariah bagi pekerja di industri halal.

"Agar target 50 persen tercapai pada 2027, OJK bersama asosiasi secara rutin melakukan monitoring dan mendorong inovasi produk, penyusunan regulasi yang mendukung, serta penguatan kapasitas pelaku industri, termasuk aspek edukasi kepada konsumen," tuturnya. 

Jadi Kunci Indonesia Emas 2045

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menekankan, kemajuan industri keuangan syariah memiliki peran strategis dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Hal ini sekaligus mengacu pada Roadmap Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Ekonomi dan Keuangan Syariah 2025–2045.

Rosan, yang juga menjabat sebagai CEO Danantara, mengaku optimis Indonesia memiliki peluang untuk menempati peringkat pertama dalam industri halal global.

Ia mencatat, Indonesia masih berada pada nomor tiga di global halal industri. Hal ini meski negara itu telah memiliki potensi lebih dari 80 persen  konsumen Indonesia yang telah menyadari pentingnya produk halal.

OJK: Asuransi Harus Jadi Pilar Utama Ketahanan Nasional

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyerukan perubahan paradigma besar terhadap posisi industri asuransi dalam sistem keuangan nasional. 

Ia menegaskan asuransi tidak bisa lagi hanya dipandang sebagai pelengkap sektor keuangan, melainkan harus diakui sebagai pilar utama ketahanan nasional.

Di tengah era yang penuh ketidakpastian dan risiko yang semakin kompleks, Ogi menekankan industri asuransi memiliki peran strategis dalam memastikan Indonesia yang tangguh, inklusif, dan berdaya saing. 

Ogi juga menambahkan peran asuransi seharusnya setara dengan perbankan dan kebijakan fiskal dalam menjaga kestabilan sistem keuangan.

“Di era risiko yang semakin kompleks, asuransi seharusnya menjadi pilar utama ketahanan nasional, berdampingan dengan sistem perbankan, fiskal, dan ekosistem keuangan lainnya,” kata Ogi dalam sambutannya di acara Indonesia Insurance Summit, di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/5/2025).

Lebih lanjut, Ogi menuturkan, kontribusi sektor perasuransian terhadap PDB Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hingga akhir 2024, rasio aset industri asuransi terhadap PDB kita baru mencapai 5,12 persen. Angka ini menjaminkan masih terdapat ruang pertumbuhan bagi industri perasuransian yang sangat besar.

Transformasi Sektor Perasuransian di Indonesia

Pada kesempatan yang sama, Ogi menguraikan 5 faktor pembeda utama di sektor perasuransian di Indonesia pada masa kini dengan era-era sebelumnya, terutama pasca pandemi COVID-19.

Pertama, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap risiko khususnya kesehatan. Kedua, ekspektasi konsumen yang kini menuntut layanan yang cepat, mudah, dan transparan. 

Ketiga, adopsi teknologi yang masif dalam merancang, mendistribusikan, dan melayani produk asuransi. Keempat, komitmen global terhadap keuangan berkelanjutan. Kemudian kelima, perubahan regulasi besar seperti implementasi Undang-Undang P2SK.

“Ke depan sektor perasuransian harus bertransformasi secara progresif dan terukur melalui inovasi produk dan layanan yang mudah dipahami dan berorientasi pada konsumen,” jelas Ogi.

Menurut Ogi, proses transformasi ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan pola pikir dalam merancang model bisnis, memperbaiki distribusi, dan meningkatkan nilai tambah layanan bagi konsumen. 

Salah satu tantangan utama adalah rendahnya literasi asuransi, di mana sebagian besar masyarakat masih menganggap asuransi sebagai beban atau kewajiban, bukan sebagai kebutuhan dasar.

“Asuransi masih dinilai oleh masyarakat merupakan suatu kewajiban, bukan sebagai kebutuhan. Nah ini yang mesti kita ubah secara bersama-sama,” tambahnya.

Untuk menjawab tantangan ini, OJK menekankan pentingnya peningkatan literasi dan inklusi keuangan melalui kerja sama antara regulator, pemerintah, pelaku usaha, serta asosiasi.

Read Entire Article
Bisnis | Football |