Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari Jumat 1 Agustus 2025. Rupiah melemah sebesar 59 poin atau 0,36 persen menjadi 16.515 per dolar AS dari sebelumnya 16.456 per dolar AS.
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra memperkirakan nilai tukar atau kurs rupiah melemah dipengaruhi data indikator inflasi Amerika Serikat (AS) lebih tinggi dari ekspektasi.
“Semalam data indikator inflasi AS bulan Juni yaitu Core PCE (Personal Consumption Expenditures) Price Index yoy (year on year) dirilis lebih tinggi dari ekspektasi atau tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya, naik 2,8 persen (dari) 2,7 persen,” katanya dikutip dari Antara, Jumat (1/8/2025).
Mengutip Xinhua, kenaikan inflasi AS disebabkan pertimbangan Federal Reserve (The Fed) apakah akan mempertahankan atau menurunkan suku bunga pada akhir tahun ini. Data tersebut muncul sehari pasca The Fed mengumumkan untuk tetap mempertahankan suku bunga.
Secara tahunan, PCE naik menjadi 2,6 persen, lebih tinggi dari perkiraan. Adapun PCE Inti, naik 0,3 persen secara bulanan dan 2,8 persen yoy.
“Data klaim tunjangan pengangguran mingguan juga bagus, menunjukkan jumlah klaim yang lebih rendah dari ekspektasi 218 ribu (dari) 222 ribu. Data ini memberikan dukungan untuk Bank Sentral AS tidak menurunkan suku bunganya dalam waktu dekat, jadi mendukung penguatan dolar AS,” kata Ariston.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kurs rupiah berkisar 16.450-16.500 per dolar AS dengan potensi support di angka16.350 per dolar AS.
Kurs Rupiah Kemarin
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turun 23 poin atau 0,14% menjadi 16.428 pada perdagangan Kamis (31/7/2025). Rupiah sempat di posisi 16.405 per dolar AS.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menuturkan, pelemahan rupiah dipengaruhi sikap pasar yang mencerna keputusan kebijakan terbaru Federal Reserve (The Fed) dalam Federal Open Market Committee (FOMC) Juli 2025.
"Seperti yang diantisipasi, Fed mempertahankan suku bunga kebijakan tidak berubah pada 4,25-4,50 persen," kata dia seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Kamis.
The Fed merevisi prospek ekonomi AS dengan mencatat data terbaru menunjukkan moderasi dalam aktivitas ekonomi selama paruh pertama tahun ini, bergeser dari karakterisasi pertumbuhan sebelumnya sebagai “solid".
Dalam FOMC, Christopher Waller dan Michelle Bowman selaku dua pejabat The Fed mendukung penurunan suku bunga pada Juli 2025 yang sempat meningkatkan ekspektasi pasar atas potensi penurunan suku bunga pada September 2025.
Namun, rilis data ekonomi AS baru-baru ini mendominasi sentimen pasar. Perekonomian AS tumbuh 3,0 persen quartal to quartal (QtQ) pada kuartal kedua 2025, melampaui perkiraan konsensus sebesar 2,4 persen QtQ.
"Kekuatan pasar tenaga kerja juga berlanjut, dengan laporan Automatic Data Processing (ADP) menunjukkan peningkatan lapangan kerja yang lebih besar dari perkiraan, yaitu 104 ribu pada Juli 2025," kata Josua.
Nilai Tukar Rupiah Menguat Perkasa Hari Ini 30 Juli 2025, Tembus Level Ini
Sebelumnya, Pengamat Mata Uang & Komoditas Ibrahim Assuaibi, mencatat pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat tipis 4 point sebelumnya sempat menguat 30 point dilevel Rp 16.405 dari penutupan sebelumnya di level 16.649.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 16.390-6.450," kata Ibrahim dalam keterangannya, Rabu (30/7/2025).
Adapun faktor pendorong kurs rupiah menguat, diantaranya para pejabat AS dan Tiongkok sepakat untuk memperpanjang gencatan senjata tarif 90 hari mereka pada hari Selasa, setelah dua hari perundingan yang digambarkan kedua belah pihak sebagai perundingan konstruktif di Stockholm yang bertujuan meredakan perang dagang yang semakin memanas antara dua negara dengan ekonomi terbesar dunia yang mengancam pertumbuhan global.
Kemudian tidak ada terobosan besar yang diumumkan, dan para pejabat AS mengatakan bahwa keputusan untuk memperpanjang gencatan senjata perdagangan yang berakhir pada 12 Agustus atau membiarkan tarif melonjak kembali ke angka tiga digit berada di tangan Presiden Donald Trump.
The Fed Bakal Tahan Suku Bunga
"Namun, Menteri Keuangan AS Scott Bessent meredam ekspektasi bahwa Trump akan menolak perpanjangan tersebut. "Pertemuan-pertemuan itu sangat konstruktif," kata Bessent kepada para wartawan setelah pertemuan berakhir. "Hanya saja kami belum memberikan tanda tangan," ujar Ibrahim.
Kemudian, keyakinan yang semakin meningkat bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan dan tetap tidak berkomitmen untuk pelonggaran lebih lanjut, meskipun ada tekanan dari Presiden Donald Trump untuk memangkas suku bunga.
Namun, tekanan dari Trump dapat menimbulkan perselisihan di antara para pembuat kebijakan The Fed. Gubernur Christopher Waller dan Michelle Bowman kemungkinan akan memberikan suara menentang keputusan Powell untuk mempertahankan suku bunga acuan.
Kendati demikian, beberapa tanda meredanya kondisi di pasar tenaga kerja, ditambah dengan kejelasan yang lebih lanjut tentang tarif Trump, juga dapat membuat The Fed lebih terbuka untuk akhirnya memangkas suku bunga acuan.