Liputan6.com, Jakarta Inter Milan harus menerima kenyataan pahit. Mereka gagal mempertahankan gelar juara Serie A. Di pekan terakhir, kemenangan atas Como tak cukup mengantar mereka ke tangga juara. Napoli tetap di puncak, sedangkan Inter cuma bisa menatap papan skor dengan harapan yang kandas.
Kristjan Asllani tak menutupi kekecewaannya. Menurut gelandang Inter itu, kesedihan begitu terasa ruang ganti. Inter memang tampil meyakinkan di laga terakhir, tapi hasil dari tempat lain tidak memihak mereka.
Secara matematis, Inter hanya tertinggal satu poin. Namun, musim panjang ini menyimpan banyak momen yang seharusnya bisa dimenangkan, terlalu banyak poin yang terbuang sia-sia sepanjang perjalanan.
Setelah Scudetto melayang, Inter pun mengalihkan fokus ke mimpi yang lebih besar. Mereka kini bertekad menjuarai Liga Champions sebagai bentuk pelampiasan dan penebusan yang sempurna.
Inter: Musim yang Penuh Andai-andai
Inter sempat berada di atas angin, terutama ketika mereka menguasai klasemen di pertengahan musim semi. Namun, dua kekalahan beruntun melawan Bologna dan AS Roma menjadi pukulan telak. Itulah titik balik yang membuat mimpi juara mulai pudar.
Asllani mengakui penyesalan tersebut. "Ada kekecewaan dan rasa sesal karena kami membuang begitu banyak poin di sepanjang musim," ujarnya jujur, seperti dikutip Sempre Inter. "Sekarang, kami harus mengisi ulang tenaga dan pikiran."
Beberapa hasil imbang yang seharusnya bisa dimenangkan, seperti saat melawan Genoa, Parma, dan Lazio, turut menyumbang kerusakan. Duel melawan AC Milan bahkan gagal dimenangkan, yang memperkecil peluang mereka untuk mengontrol nasib sendiri.
Inter: Saatnya Fokus ke Mimpi yang Lebih Besar
Meski gagal di liga domestik, Inter tak boleh berlarut dalam kecewa. Peluang untuk menebusnya masih terbuka lebar lewat Liga Champions. Pekan depan, mereka akan menghadapi PSG di partai final.
Massimiliano Farris, asisten pelatih Inter, menegaskan bahwa tim harus segera beralih fokus. "Kami semua tahu artinya satu pekan menjelang final Liga Champions," katanya. "Namun, kami juga paham betapa panjang dan sulitnya jalan yang membawa kami ke final ini."
Farris menolak memberi ruang bagi rasa kecewa. "Mulai malam ini, kami akan hidup dalam mimpi ini," ucapnya. "Kami punya pemimpin hebat secara teknis dan emosional yang akan menuntun tim."
Inter: Dari Luka Serie A ke Ambisi Eropa
Kini, ruang ganti Inter diisi dua perasaan yang bertolak belakang: penyesalan di Serie A dan antusiasme menuju final Eropa. Asllani berkata, "Kami harus pergi ke Munchen untuk mencoba mengubah kekecewaan ini menjadi semangat." Itulah misi mereka sekarang.
Tantangan di final tentu tak mudah. PSG bukan lawan sembarangan, dengan kekuatan individu dan pengalaman Eropa yang tak bisa diremehkan. Akan tetpi, Inter punya modal: perjalanan panjang musim ini telah menempa mental mereka.
Bagi Nerazzurri, kegagalan di Serie A hanya akan menjadi cerita pahit jika mereka tak bangkit di Eropa. Namun, jika mereka mampu menjadikan luka ini sebagai bahan bakar, maka gelar juara Liga Champions bisa jadi penebusan yang sempurna.