Tarif Impor 19% Bakal Bikin Minyak Sawit Indonesia Makin Berjaya di AS

2 days ago 3

Liputan6.com, Jakarta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyambut baik ketentuan tarif impor 19% yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Kebijakan itu diyakini bakal membuat produk minyak sawit Indonesia semakin berjaya di pasar AS.

Ketua Umum Gapki Eddy Martono menilai, pemangkasan tarif impor dari 32 persen menjadi 19% jadi modal berharga bagi neraca perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat. Sepanjang Januari-April 2025, surplus perdagangan RI untuk AS mencapai USD 5,44 miliar.

Terlebih untuk produk minyak sawit RI, dimana Indonesia menguasai pangsa pasar Amerika Serikat hingga mencapai 89%.

"Menurut saya ini sudah sangat bagus karena kita surplus terhadap US, khusus untuk sawit pangsa pasar kita 89%, jadi sangat tinggi," kata Eddy kepada Liputan6.com, Kamis (17/7/2025).

Eddy mengatakan, ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika Serikat terus meningkat selama 5 tahun terakhir. Dengan catatan ekspor 2,5 juta ton per 2023, namun sedikit menurun menjadi 2,2 juta ton pada 2024.

Dengan adanya relaksasi tarif dari Trump, ia percaya angka ekspor minyak sawit ke AS bakal melonjak. "Saya yakin kalau digarap dengan serius, 2 sampai 3 tahun kedepan bisa tembus ke 3 juta ton," imbuh Eddy.

Meskipun kini ada penambahan tarif dari sebelumnya, Eddy tidak terlalu memusingkan kemungkinan margin yang didapat bakal lebih kecil. Lantaran, ia menganggap pasar Amerika Serikat sudah kadung tergantung oleh minyak sawit Indonesia.

"Yang terkena beban adalah konsumen di US. Jadi kalau mereka tetap membutuhkan minyak sawit, seharusnya pangsa pasar tetap terjaga," tutur dia.

Tarif Impor AS untuk Indonesia Dipangkas, Gimana Dampak ke Ekonomi?

Presiden Prabowo sukses mengamankan pemangkasan tarif impor dari Amerika Serikat, dari usulan awal 32% menjadi 19%. Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Donald Trump.

Tak hanya soal tarif, Indonesia juga menyepakati pembelian produk energi AS senilai USD 15 miliar, produk pertanian USD 4,5 miliar, serta 50 unit pesawat Boeing terbaru.

Langkah ini dipandang sebagai bukti keberhasilan diplomasi dan penguatan posisi strategis Indonesia dalam hubungan dagang global.

Dampak Ekonomi: Terasa, Tapi Tidak Mengguncang

Menurut Research Director Prasasti Center for Policy Studies, Gundy Cahyadi, dampak ekonomi dari tarif tersebut bersifat terbatas.

“Ekspor ke AS hanya sekitar 10% dari total ekspor kita. Bahkan dalam skenario terburuk, dampaknya terhadap PDB nasional hanya sekitar 2%. Terasa, tetapi tidak mengguncang fondasi ekonomi,” ungkap Gundy kepada wartawan, Rabu (16/7/2025).

Bagian dari Retorika Politik

Ia juga menilai bahwa ancaman tarif tinggi dari Trump lebih sebagai retorika politik.

“Pasar sudah cukup terbiasa dengan gaya teatrikal Trump. Investor mulai memahami pola lama: ancaman di depan layar, negosiasi di balik layar,” tambahnya.

Strategi Jangka Panjang: Investasi dan Peran Global

Gundy menekankan pentingnya fokus pada peningkatan investasi daripada hanya mengandalkan ekspor. Dalam konteks itu, langkah Presiden Prabowo memperkuat kerja sama internasional, termasuk kehadiran di KTT BRICS, mencerminkan arah kebijakan luar negeri yang semakin tegas dan mandiri.

“Keputusan Presiden untuk hadir di KTT BRICS meski ada tekanan dari Trump menunjukkan bahwa Indonesia tidak bermain dalam panggung orang lain. Jika Trump tampil dengan drama, maka Jakarta sedang menulis naskahnya sendiri,” pungkasnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |