Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya: Alarm Keras Reformasi Keselamatan Transportasi Laut

6 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada Rabu malam, 2 Juli 2025, menjadi tragedi memilukan yang kembali mengguncang dunia transportasi laut nasional. Kapal penyeberangan yang baru saja meninggalkan Pelabuhan Ketapang menuju Gilimanuk itu karam hanya dalam waktu kurang dari 30 menit setelah berlayar. 

KMP Tunu Pratama Jaya tercatat mengangkut 22 kendaraan, termasuk 14 truk tronton, dan 65 orang penumpang serta awak. Hingga kini, sejumlah korban masih belum ditemukan. Peristiwa ini pun menuai keprihatinan luas, termasuk dari kalangan ahli pelayaran.

Pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawamengatakan, tenggelamnya kapal ini mencerminkan kelemahan mendasar dalam sistem keselamatan pelayaran nasional—baik dari sisi teknis, operasional, maupun kelembagaan.

“Di kapal penyeberangan, truk dan kendaraan berat bukan hanya sekadar penumpang pasif, tetapi juga menjadi beban dinamis yang harus dikendalikan. Setiap kendaraan yang masuk ke dalam dek kapal seharusnya langsung dilashing—yakni diikat dengan sistem pengaman khusus agar tidak bergerak saat kapal digoyang ombak atau terjadi guncangan,” ungkap Capt. Marcellus dalam keterangan tertulis, di Jakarta (3/7/2025).

Ia menegaskan, kelalaian dalam pelaksanaan lashing dapat berakibat fatal. Kendaraan yang tidak diamankan berpotensi bergeser, mengganggu stabilitas kapal, bahkan menyebabkan kemiringan hingga tenggelam. “Tidak boleh ada alasan apa pun yang membenarkan tidak dilakukan lashing. Ini bukan soal efisiensi, tapi soal nyawa manusia,” tegasnya.

Petugas Menutup Mata

Capt. Marcellus juga menyoroti praktik keselamatan yang kerap dikorbankan demi efisiensi ekonomi. Padatnya jadwal pelayaran, tekanan dari pemilik kendaraan, dan kelonggaran dari petugas sering kali menjadi kombinasi berbahaya. Padahal, kata dia, Peraturan Menteri Perhubungan sudah jelas mewajibkan pengamanan muatan sebagai bagian dari kelayakan pelayaran.

Masih banyak kapal, yang berangkat tanpa pemeriksaan menyeluruh. Petugas di lapangan pun kerap menutup mata demi kelancaran operasional. Oleh karena itu, ia menilai tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya bukan sekadar insiden teknis, tapi juga kegagalan etis dan kelembagaan.

“Insiden ini menyoroti kembali kebutuhan mendesak akan reformasi menyeluruh dalam tata kelola keselamatan transportasi laut,” ujar Capt. Hakeng.

Ia mendorong pengawasan di pelabuhan diperketat melalui sistem berlapis, tidak hanya bergantung pada manifest atau pemeriksaan visual. Syahbandar dan operator pelabuhan harus bertanggung jawab penuh terhadap kelayakan kapal. Tidak boleh ada toleransi bagi kapal yang tidak memenuhi standar keselamatan.

"Pemerintah pusat, khususnya Kementerian Perhubungan, perlu segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh armada kapal penyeberangan aktif, terutama yang beroperasi di jalur-jalur vital seperti Selat Bali," ujarnya.

Semua Bertanggungjawab

Capt. Hakeng juga mengingatkan bahwa tanggung jawab keselamatan tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah, BUMN pengelola pelabuhan, hingga perusahaan swasta penyedia jasa pelayaran harus menanamkan budaya keselamatan secara menyeluruh.

“Tidak cukup hanya dengan baliho peringatan atau SOP di atas kertas. Diperlukan komitmen nyata, pengawasan internal yang konsisten, dan sanksi tegas bagi personel yang lalai,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas operator dan awak kapal melalui pelatihan dan sertifikasi keselamatan yang ditinjau ulang secara berkala. Simulasi penyelamatan dan evakuasi di laut, menurutnya, harus menjadi latihan rutin, bukan hanya seremoni semata.

“Pendidikan keselamatan harus dimulai sejak proses pembelian tiket hingga penumpang naik ke atas kapal. Mereka harus tahu posisi pelampung, jalur evakuasi, dan apa yang harus dilakukan jika terjadi gangguan,” ujar Capt. Hakeng.

Ia menutup pernyataannya dengan penegasan: “Keselamatan tidak bisa ditunda atau dianggap sebagai urusan belakang. Laut tidak memberi ampun pada kecerobohan. Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya harus menjadi pelajaran kolektif, bukan sekadar headline berita.”

Read Entire Article
Bisnis | Football |