Liputan6.com, Jakarta Premier League musim 2025/2026 baru berjalan tiga pekan, tapi sudah terasa berbeda. Ada nuansa klasik yang membuat kompetisi ini seolah bernostalgia. Beberapa tren lama yang pernah hilang kini justru kembali jadi sorotan.
Sepak bola memang bergerak dalam siklus. Apa yang dulu dianggap usang, kini bisa kembali populer karena alasan taktis. Premier League memberikan contoh nyata bagaimana strategi dari masa lalu bisa relevan lagi di era modern.
Mulai dari lemparan jauh, kiper yang lebih sering memainkan bola panjang, hingga fenomena unik pada situasi kick-off, semua terjadi hanya dalam hitungan pekan pertama. Perubahan ini tak hanya menarik, tapi juga menantang pakem taktik kontemporer.
Berikut empat tren klasik yang kembali menghiasi Premier League musim ini, lengkap dengan data dan alasan di balik kebangkitannya.
Lemparan Jauh Jadi Senjata Utama
Lemparan jauh kembali jadi sorotan di awal musim 2025/2026. Dari 20 tim Premier League, 11 di antaranya sudah melancarkan lemparan sejauh 20 meter ke kotak penalti lawan pada pekan perdana. Bandingkan dengan musim sebelumnya, hanya empat tim yang melakukannya.
Rata-rata musim ini mencapai 3,03 lemparan jauh ke kotak penalti per pertandingan. Angka itu hampir dua kali lipat dari rekor tertinggi sebelumnya di 2018/19 yang hanya 1,67. Musim 2020/21 bahkan hanya mencatat 0,89 lemparan jauh per laga.
Alasan tren ini kembali sederhana: Efektivitas. Musim lalu tercipta 14 gol lewat lemparan jauh ke kotak penalti, tertinggi sejak pencatatan dimulai 2015/16. Kini, dalam 30 laga awal musim ini saja, sudah ada tiga gol tercipta dengan cara serupa.
Dengan Expected Goals dari situasi lemparan mencapai 15,9 di musim lalu, wajar jika banyak tim kini melatih dan memaksimalkan skema ini. Lemparan jauh tak lagi dianggap jalan pintas, melainkan senjata taktis yang sahih.
Kiper Lebih Sering Melepas Bola Panjang
Perubahan juga terjadi pada peran kiper. Selama satu dekade terakhir, distribusi bola pendek jadi tren. Persentase umpan panjang kiper turun drastis dari 79,3 persen di 2014/15 menjadi 46,6 persen di 2023/24.
Namun tren itu kini berbalik. Musim ini, 51,9 persen distribusi kiper berupa umpan panjang sejauh 32 meter atau lebih. Bahkan, jumlah tendangan gawang yang langsung mencapai setengah lapangan lawan meningkat tajam setelah sebelumnya terus menurun sejak 2016/17.
Contoh paling jelas datang dari Manchester City. Kepergian Ederson dan kedatangan Gianluigi Donnarumma menandai perubahan gaya. Meski Donnarumma masih bisa memainkan bola dengan kaki, ia tidak seahli pendahulunya dalam distribusi pendek.
Alasan di balik perubahan ini cukup jelas. Tekanan tinggi dari lawan membuat risiko memainkan bola pendek di area sendiri semakin besar. Bermain lebih langsung memberi variasi dan mengurangi kemungkinan kehilangan bola di dekat gawang.
Bek Tengah Ambil Alih Tendangan Gawang
Fenomena lain yang tak kalah menarik adalah bek tengah mengambil alih tendangan gawang. Dalam kemenangan Bournemouth atas Tottenham, Marcos Senesi dan Micky van de Ven sama-sama terlihat melakukan hal tersebut.
Data mencatat sudah ada delapan kasus bek menendang bola hingga ke setengah lapangan lawan dalam tiga pekan awal musim. Angka ini setengah dari total yang terjadi sepanjang musim lalu, hanya saja kali ini tercapai lebih cepat.
Uniknya, beberapa bek seperti Virgil van Dijk sudah empat kali melakukannya, meski Alisson Becker jelas punya kemampuan yang mumpuni. Hal ini lebih kepada strategi mengejutkan lawan yang sudah bersiap menekan tendangan gawang pendek.
Dengan cara ini, tim bisa menciptakan situasi tak terduga. Lawan yang sudah set untuk pressing bisa kecolongan karena bola langsung melayang jauh ke area mereka. Meski kecil, keuntungan ini bisa jadi krusial dalam pertandingan ketat.
Kick-Off Langsung Keluar Lapangan
Tren terbaru dan paling aneh datang dari momen kick-off. Beberapa tim memilih menendang bola langsung keluar lapangan untuk memberi lawan lemparan jauh di area pertahanan sendiri.
Tiga kali hal ini terjadi hanya dalam 30 laga awal musim 2025/26, lebih banyak daripada lima musim sebelumnya digabungkan. Sebelumnya, hal semacam ini hanya muncul sekali dalam 1.900 pertandingan.
Strategi ini bukan tanpa inspirasi. PSG melakukan hal yang sama di final Liga Champions 2024/25 melawan Inter Milan, yang berujung sukses besar dengan kemenangan treble.
Meski terlihat nyeleneh, logikanya jelas. Memberi lemparan jauh di dekat gawang lawan bisa menciptakan peluang lebih berbahaya ketimbang sekadar menguasai bola sejak awal. Bagi tim yang berani ambil risiko, ini bisa jadi kejutan mematikan.