Liputan6.com, Jakarta - Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran, siapa yang tak kenal? Uang tambahan menjelang Idul Fitri ini telah menjadi tradisi kuat di Indonesia sejak tahun 1951, awalnya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai uang muka gaji.
Namun, seiring waktu, tuntutan pekerja dan buruh mendorong perluasan pemberian THR ke sektor swasta hingga akhirnya menjadi hak hukum yang dilindungi undang-undang. Pemberian THR tidak hanya berdampak ekonomi, tetapi juga mempererat hubungan sosial dan keluarga.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamnekaer) Immanuel Ebenezer Tunjangan Hari Raya (THR) 2025 bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pekerja swasta akan segera diumumkan.
"Semoga segera di umumkan," kata Immanuel kepada Liputan6.com, Senin (10/3/2025).
Wamenaker tidak menyebutkan secara tanggal pencairan THR untuk PNS maupun pegawai swasta. Namun yang pasti THR PNS dijadwalkan cair pada bulan Maret, diperkirakan sekitar tanggal 17-20 Maret 2025, paling cepat 10 hari kerja sebelum Lebaran yang diperkirakan jatuh pada 31 Maret atau 1 April 2025.
Makna THR
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 mengatur secara rinci besaran dan waktu pembayaran THR. Aturan ini memastikan setiap pekerja, baik tetap maupun kontrak, berhak menerima minimal satu kali gaji bulanan. Ketentuan ini juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang menunggak pembayaran THR.
Makna THR pun jauh lebih luas dari sekadar uang, ia menjadi simbol apresiasi perusahaan dan ungkapan berbagi kebahagiaan di momen Lebaran.
Artikel ini akan mengupas tuntas sejarah THR, aturan terbaru, makna sosial dan keagamaan, serta dampak ekonomi dari tradisi yang sudah mendarah daging dalam budaya Indonesia ini. Kita akan menelusuri perjalanan THR dari masa ke masa, melihat bagaimana ia berevolusi dari sekadar uang muka menjadi hak pekerja yang dijamin hukum. Simak selengkapnya!
Sejarah THR Lebaran: Dari Uang Muka Gaji Hingga Hak Hukum
Perjalanan THR dimulai pada tahun 1951 ketika Perdana Menteri Soekiman memberikan tunjangan persekot kepada PNS. Langkah ini kemudian disusul dengan protes dan tuntutan dari kaum pekerja dan buruh yang menginginkan tunjangan serupa. Setelah melalui berbagai proses, akhirnya pemerintah mengeluarkan surat edaran tentang 'Hadiah Lebaran' pada 1954, yang kemudian berubah menjadi peraturan menteri pada 1961.
Istilah 'Hadiah Lebaran' kemudian diganti menjadi 'Tunjangan Hari Raya' (THR) pada tahun 1994. Perubahan ini menandai pengakuan resmi atas THR sebagai hak pekerja, bukan sekadar pemberian suka rela. Puncaknya, pada tahun 2016, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 secara tegas mengatur ketentuan THR, termasuk besaran dan waktu pembayarannya.
Perubahan ini menunjukkan bagaimana perjuangan panjang pekerja dan buruh akhirnya membuahkan hasil, menjadikan THR sebagai hak yang dilindungi hukum dan menjadi bagian integral dari budaya kerja di Indonesia.
Aturan Pemberian THR Lebaran 2025
Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 (dan peraturan terbaru jika ada), berikut poin-poin penting mengenai aturan THR:
- Besaran: Minimal satu kali gaji bulanan. Jika masa kerja kurang dari 12 bulan, dihitung secara proporsional.
- Penerima: Karyawan dengan masa kerja minimal satu bulan, baik PKWT maupun PKWTT.
- Waktu Pembayaran: Paling lambat 7 hari sebelum Lebaran untuk swasta, dan paling cepat 10 hari sebelum Lebaran untuk PNS.
- Perjanjian Kerja: Jika ada perjanjian kerja, PP, atau PKB yang lebih menguntungkan, perusahaan wajib mengikutinya.
- Sanksi Keterlambatan: Terdapat sanksi bagi perusahaan yang terlambat membayar THR (silakan merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku).
- Pemotongan THR: Diperbolehkan, tetapi maksimal 50% dari upah.
Perlu diingat, peraturan ini dapat berubah sewaktu-waktu, jadi selalu rujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Makna THR Lebaran: Lebih dari Sekadar Uang
THR bukan hanya sekadar uang tambahan, tetapi juga bentuk apresiasi perusahaan atas kinerja karyawan. Ia juga menjadi alat bantu untuk merayakan hari raya dan mempererat hubungan sosial. Tradisi berbagi THR kepada keluarga dan orang terdekat mencerminkan kepedulian dan kasih sayang antar sesama.
Dalam konteks Islam, pemberian THR dapat dilihat sebagai bentuk berbagi rezeki dan penghargaan. Sementara secara sosial, THR memperkuat ikatan keluarga dan masyarakat. Pemberian THR pun kini tak terbatas pada uang tunai, tetapi juga bisa berupa sembako atau barang lainnya.
THR telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia, memperkaya makna Lebaran dan mempererat hubungan antarmanusia.
THR Lebaran telah menjadi tradisi yang mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia, melambangkan lebih dari sekadar uang, tetapi juga nilai-nilai sosial dan keagamaan yang luhur. Semoga informasi ini bermanfaat!