Liputan6.com, Jakarta - Belasan negara bagian di Amerika Serikat dilaporkan menggugat kebijakan tarif impor baru Pemerintahan Presiden Donald Trump.
Melansir BBC, Jumat (25/4/2025) gugatan terhadap kebijakan tarif impor itu dipimpin oleh gubernur dan jaksa agung New York.
Gugatan tersebut menyatakan bahwa presiden tidak memiliki kewenangan untuk mengenakan pungutan. Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Perdagangan Internasional AS itu juga mengajukan agar kebijakan tarif impor disetujui oleh Kongres AS.
Gugatan juga mempertanyakan keputusan Trump yang menerapkan undang-undang tahun 1970 yang disebut Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) untuk memberlakukan pungutan tersebut.
"Dengan mengklaim kewenangan untuk mengenakan tarif yang sangat besar dan terus berubah pada barang apa pun yang masuk ke Amerika Serikat yang dipilihnya, untuk alasan apa pun yang menurutnya tepat untuk menyatakan keadaan darurat, Presiden telah menjungkirbalikkan tatanan konstitusional dan membawa kekacauan pada ekonomi Amerika," tulis gugatan tersebut.
Dilaporkan, Trump menerapkan IEEPA sebagai dasar untuk beberapa tarifnya terhadap Tiongkok, Meksiko, Kanada, dan negara-negara lain.
Gugatan tarif impor itu menyebutkan, undang-undang IEEPA tidak memberi Trump kekuasaan yang ia klaim peroleh. Undang-undang itu sendiri tidak pernah digunakan untuk mengeluarkan tarif oleh presiden mana pun, menurut penelitian kongres.
Sementara itu, Gedung Putih menolak klaim dalam gugatan tersebut.
"(Gugatan) memprioritaskan perburuan terhadap Presiden Trump daripada melindungi keselamatan dan kesejahteraan konstituen mereka," kata juru bicara Gedung Putih, Kush Desai.
Desai menambahkan, "Pemerintah tetap berkomitmen untuk menggunakan kewenangan hukumnya sepenuhnya untuk menghadapi berbagai keadaan darurat nasional yang saat ini dihadapi negara, baik terkait migrasi ilegal dan aliran fentanil yang melintasi perbatasan maupun defisit perdagangan barang AS tahunan yang meledak".
Negara Bagian California Ajukan Gugatan Atas Tarif Impor
Pekan lalu, negara bagian California telah mengajukan gugatannya sendiri terhadap pemerintahan Trump atas tarif impor.
Gugatan itu juga mengklaim bahwa Trump tidak memiliki kewenangan berdasarkan IEEPA untuk mengenakan tarif imoor tambahan. Beberapa gugatan lain juga menolak kewenangan Trump yang menggunakan undang-undang itu untuk pungutan.
Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump telah menerapkan tarif pada mitra dagang global dalam upaya memulihkan defisit perdagangan antara AS dan negara-negara lain.
Pada 2 April 2025, Trump mengguncang ekonomi global dengan mengumumkan tarif "timbal balik" pada negara-negara mitra dagang AS di seluruh dunia.
Beberapa hari kemudian di tengah reaksi keras pasar, ia mengumumkan jeda 90 hari pada tarif dan menurunkan tarif menjadi 10% untuk sebagian besar negara.
AS Mau Patok Tarif Impor hingga 3.500% ke Produk Panel Surya Asia Tenggara
Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana menetapkan tarif impor setinggi-tingginya pada sebagian besar produk panel surya dari Asia Tenggara.
Pengenaan tarif ini bagian dari upaya menyelesaikan kasus perdagangan yang sudah berlangsung selama setahun di mana produsen Amerika menuduh perusahaan-perusahaan Tiongkok membanjiri pasar dengan produk panel surya yang harganya sangat murah.
Melansir laman CNN, Selasa (22/4/2025), kasus ini berawal dari pengajuan keluhan oleh Hanwha Qcells dari Korea, First Solar Inc yang berbasis di Arizona pada tahun lalu.
Keluhan juga disampaikan beberapa produsen lebih kecil yang berusaha melindungi investasi miliaran dolar mereka di manufaktur surya AS.
Kelompok pemohon, Komite Perdagangan Aliansi Amerika untuk Manufaktur Panel Surya, menuduh produsen panel surya Tiongkok besar bersama pabrik-pabrik di Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Vietnam mengimpor panel dengan harga di bawah biaya produksi. Produk mereka juga menerima subsidi yang tidak adil yang membuat barang-barang Amerika tidak kompetitif.
Namuan sebelum tarif impor ini bisa diberlakukan, Komisi Perdagangan Internasional harus terlebih dulu mengambil suara pada bulan Juni mengenai apakah industri tersebut benar-benar dirugikan secara material oleh impor yang mendapatkan subsidi dan diskon.
Tarif yang diumumkan sangat bervariasi tergantung pada perusahaan dan negara tetapi secara umum lebih tinggi daripada bea awal yang diumumkan akhir tahun lalu.
Gabungan bea dumping dan bea masuk imbalan atas produk Jinko Solar dari Malaysia termasuk yang terendah, yakni sebesar 41,56%. Produk pesaingnya, Trina Solar, yang beroperasi di Thailand, dikenakan bea masuk sebesar 375,19%.
Kamboja hingga 3.500%
lebih dari 3.500%.Pengenaan tarif yang tinggi dengan alasan produsen solar panel negara tersebut memilih untuk tidak bekerja sama dengan penyelidikan AS.
Tim Brightbill, pengacara untuk kelompok manufaktur AS, meyakini jika keputusan ini bisa mengatasi praktik perdagangan yang tidak adil dari perusahaan-perusahaan milik Tiongkok di keempat negara ini. "Yang telah merugikan industri manufaktur surya AS terlalu lama," tegas dia.
Ancaman bea masuk berlaku pada negara-negara yang memasok lebih dari USD 10 miliar produk panel surya ke Amerika Serikat pada tahun lalu.
Besaran ini mencakup sebagian besar pasokan domestik, dan menyebabkan perubahan dramatis dalam perdagangan surya global.