Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) telah menjangkau 278 orang dalam upayanya meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Mulai dari pelajar hingga masyarakat di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Direktur BCA Antonius Widodo Mulyono menuturkan, perusahaan melalui Bakti BCA telah menjangkau target masyarakat dalam literasi keuangan tadi.
"Sepanjang 2024 hingga semester I 2025, Bakti BCA telah menjangkau lebih dari 278 ribu penerima manfaat," ungkap Widodo dalam keterangan resmi, Selasa (2/9/2025).
Jumlah itu bisa dicapai melalui berbagai program, mulai dari Edukasi KEJAR untuk pelajar, pelatihan pengelolaan keuangan bagi UMKM dan perempuan, hingga literasi digital di wilayah 3T. Menurutnya, upaya ini sejalan dengan target pemerintah melalui Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2025 untuk mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat secara inklusif.
Hal ini turut membuat Bakti BCA mendapat 4 penghargaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di antaranya, kategori Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dengan Program Literasi Keuangan Terbaik, OJK Penggerak Duta Literasi Keuangan (OJK PEDULI) Terbaik segmen PUJK, serta Video Jingle GENCARKAN.
Pendorong BCA
Lalu, KEJAR Award 2025 pada kategori Bank Implementasi KEJAR Terbaik Subkategori Bank Umum Konvensional. Lalu, kategori OJK Penggerak Duta Literasi Keuangan terbaik segmen PUJK kepada karyawan KCU Batam
"Kami berharap penghargaan ini dapat menjadi pendorong bagi BCA, khususnya melalui Bakti BCA, untuk terus berinovasi dan memperkuat komitmen dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia," ujar dia.
Literasi Keuangan RI
Diberitakan sebelumnya, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menegaskan bahwa tingkat literasi keuangan Indonesia yang kini mencapai 66 persen termasuk dalam kuartil menengah ke atas di tingkat global.
Bahkan, angka ini sudah bersaing dengan negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang mayoritas adalah negara maju.
"Kalau dibandingkan bukan saja dengan negara-negara berkembang bahkan dengan negara-negara OECD anggota dari organisasi dari negara-negara maju. Angka 66 persen itu adalah angka yang berada dalam kuartal ataupun perempat atau kuartil menengah ke atas," kata Mahendra dalam konferensi pers LIKE IT! yang diselenggarakan di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta) Pramuka Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (14/8/2025).
Angka Literasi Keuangan Meningkat
Menurut Mahendra, capaian tersebut tidak datang secara tiba-tiba, melainkan hasil dari berbagai program edukasi dan sosialisasi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan literasi yang signifikan ini terlihat dari data tahun-tahun sebelumnya, yang masih berada di kisaran 54–55 persen.
"Dibandingkan dengan tingkat inklusinya atau literasinya yang 66 persen itu sebenarnya angka yang sudah jauh lebih tinggi, dibandingkan dari tahun lalu maupun tahun-tahun sebelumnya. Yang masih di kisaran 54-55 persen. Jadi, angka yang meningkat pesat ya," jelas Mahendra.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa peningkatan literasi keuangan bukan sekadar mengejar angka, tetapi juga memastikan pemahaman masyarakat semakin mendalam terhadap produk dan layanan keuangan.
Ada Perbedaan
Mahendra menjelaskan, terdapat dua metode pengukuran inklusi keuangan yang membuat angkanya terlihat berbeda. Untuk industri jasa keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK, angka inklusi berada di 80,5 persen.
Sementara itu, pengukuran yang digunakan pemerintah, yang juga mencakup bantuan sosial dan pendidikan, mencatat angka inklusi sebesar 92 persen.
"Tapi itu perbedaan yang wajar saja karena memang penggunaan dari cakupan dan definisi yang berbeda," ujarnya.