Liputan6.com, Jakarta - Pendapatan DKI Jakarta tercatat masuk dari berbagai aspek, termasuk salah satunya pengenaan pajak daerah. Pahak rokok yang dipungut pun jadi salah satu penopang layanan kesehatan kepada masyarakat.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta, Morris Danny menekankan, pajak rokok yang dipungut bukan sekadar sumber pendapatan, tapi digunakan untuk mendukung pembiayaan sektor kesehatan masyarakat.
"Lebih dari sekadar pemasukan, pajak rokok punya dimensi sosial yang penting. Dana yang terkumpul dialokasikan untuk pembangunan dan peningkatan fasilitas kesehatan, kampanye edukasi publik, serta program pengendalian penyakit akibat rokok," tegas Morris dalam keterangan resmi, Sabtu (23/8/2025).
Pajak rokok diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Pajak rokok ditetapkan 10 persen dari nilai cukai yang dipungut pemerintah pusat.
Dengan asumsi cukai rokok sebesar Rp 30.000, maka pajak rokok yang masuk ke kas daerah adalah Rp3.000. Objek pajak meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, dan produk tembakau lainnya. Dana ini berkontribusi besar pada APBD dan digunakan untuk memperkuat layanan publik, khususnya kesehatan.
Pengenaan Pajak
"Pengenaan pajak ini juga ditujukan untuk mengurangi konsumsi rokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja, serta membangun kesadaran tentang risiko kesehatan yang ditimbulkan," tegasnya.
Tanggung Jawab Sosial
Melalui regulasi baru ini, Pemprov DKI Jakarta menegaskan bahwa pajak bukan hanya alat ekonomi, tetapi juga wujud tanggung jawab sosial terhadap masyarakat.
Pengelolaan pajak rokok yang akuntabel dan berorientasi kesehatan menunjukkan arah kebijakan fiskal yang inklusif dan berkelanjutan.
"Dengan optimalisasi pajak rokok, DKI Jakarta ingin membangun sinergi antara upaya peningkatan pendapatan dan perbaikan kualitas hidup warga. Pajak rokok kini bukan hanya pungutan, tetapi investasi untuk masa depan yang lebih sehat," ujar Morris.
Pendapatan DKI Jakarta
Diberitakan sebelumnya, pajak daerah bukan sekadar kewajiban rutin bagi warga Ibu Kota, melainkan sumber utama pembiayaan pembangunan Jakarta. Dari pembangunan jalan, layanan kesehatan, hingga bantuan sosial, mayoritas kebutuhan anggaran daerah ditopang oleh pajak yang dibayarkan masyarakat.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, menegaskan bahwa pajak daerah memegang peranan vital dalam menopang roda pemerintahan dan pembangunan.
"Lebih dari 70 persen pendapatan daerah kita berasal dari sektor pajak. Artinya, setiap rupiah yang dibayarkan warga sangat menentukan arah pembangunan Jakarta,” ujarnya, Kamis (21/8/2025).
70 Persen Pendapatan Jakarta dari Pajak
Dalam APBD 2024, Pemprov DKI Jakarta menargetkan pendapatan sebesar Rp72,44 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp52,39 triliun atau 70% bersumber dari pajak daerah.
Jenis pajak yang dikelola antara lain Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Rokok, Pajak Reklame, Pajak Air Tanah, serta Pajak Alat Berat.
"Struktur pajak ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kontribusi masyarakat dalam membayar pajak adalah modal utama bagi Jakarta untuk berkembang sebagai kota global,” jelas Morris.