Cerita Toni Kroos: Di Madrid Bisa Tertawa, di Barcelona Bisa Dicoret

3 months ago 11

Liputan6.com, Jakarta Toni Kroos telah mengakhiri karier profesionalnya, tapi ia belum berhenti bicara soal dunia yang membesarkannya. Dalam sebuah podcast bersama sang adik, Felix Kroos, eks gelandang Real Madrid itu membandingkan gaya kepelatihan Hansi Flick dengan suasana yang lebih longgar di klub lamanya.

Kroos mengenal Flick dengan sangat baik, terutama selama memperkuat Timnas Jerman. Dari kedekatan itu, ia punya pandangan tajam mengenai betapa ketatnya sang pelatih dalam urusan kedisiplinan, termasuk soal waktu.

Hal inilah yang membuat Kroos menilai ada perbedaan besar antara Barcelona asuhan Flick dan Real Madrid tempat ia bermain selama hampir satu dekade. Ini bukan hanya dalam hal strategi, tapi juga dalam cara mengelola ruang ganti.

Tegas ala Flick: Terlambat? Dicoret!

Dalam podcast tersebut, Kroos secara jujur menyoroti salah satu kebiasaan Hansi Flick: ketat dalam urusan ketepatan waktu. Ia mencontohkan bagaimana beberapa pemain bisa dicoret dari starting XI hanya karena datang terlambat ke rapat tim.

“Dengan Hanis, beberapa pemain dicoret dari tim karena datang terlambat,” tutur Kroos, seperti dilansir SPORT, mengacu pada insiden di Barcelona yang melibatkan Jules Kounde dan Inaki Pena. Meski hanya beberapa menit, keterlambatan itu cukup untuk membuat Flick mengambil tindakan.

Menurut Kroos, keputusan semacam itu mungkin terasa berlebihan bagi sebagian pemain. Namun, bagi Flick, itu adalah bentuk profesionalisme yang harus dijaga dalam tim sebesar Barcelona.

Di Madrid? Yang Terlambat Bisa Jadi Pelatihnya

Jika di Barcelona pemain bisa dicoret karena lima menit telat, di Real Madrid situasinya bisa sangat berbeda. Kroos mengungkapkan bahwa di Madrid, keterlambatan semacam itu justru bisa dianggap hal biasa, bahkan jadi bahan tertawaan.

“Di Madrid, mereka mungkin akan tertawa,” ucap Kroos sembari tersenyum. Menurutnya, kadang tidak jelas siapa yang terlambat—pemain atau pelatih. Kekacauan kecil semacam itu dianggap lumrah dalam suasana ruang ganti yang lebih longgar.

Ia menambahkan bahwa gaya seperti Flick mungkin tidak akan diterima dengan baik di Santiago Bernabeu. “Di Madrid, jenis disiplin seperti itu tidak ada,” kata Kroos jujur.

Dua Filosofi, Dua Gaya, Tak Ada yang Mutlak

Meski begitu, Kroos tidak sedang menilai mana yang lebih baik. Ia justru menekankan bahwa keduanya punya tempat dan konteks masing-masing, sesuai dengan budaya klub dan negara tempat mereka bekerja.

“Itu hanya perbedaan filosofi,” ujarnya. Kroos mengisyaratkan bahwa gaya Flick adalah tipikal Jerman yang sangat menjunjung struktur dan ketertiban, sesuatu yang ia kenal sejak muda.

Sementara itu, di Real Madrid, pendekatannya lebih longgar, mungkin karena keberadaan banyak pemain bintang dengan ego besar yang harus dikelola dengan pendekatan berbeda. Pada akhirnya, keduanya punya cara masing-masing untuk menang.

Sumber: SPORT, Madrid Universal

Read Entire Article
Bisnis | Football |