Liputan6.com, Jakarta - Harga emas dunia kembali menorehkan sejarah baru, mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada perdagangan Selasa (2/9/2025) setelah menembus level psikologis USD 3.500 per troy ounce.
Kenaikan harga emas yang fenomenal ini terjadi meskipun Dolar AS dan imbal hasil obligasi AS juga menunjukkan penguatan.
Analis dari Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, lonjakan harga emas mencerminkan tingginya minat investor terhadap aset yang dianggap aman di tengah ketidakpastian global yang kian membesar.
Dalam catatannya, Andy Nugraha menjelaskan bahwa pergerakan teknikal emas masih menunjukkan tren yang kuat. Meskipun sempat terkoreksi ke level USD 3.470, harga emas dengan cepat memantul dan diperdagangkan di kisaran USD 3.520.
Berdasarkan pola grafik dan indikator teknikal, emas masih memiliki potensi untuk melanjutkan kenaikannya.
“Jika tren bullish berlanjut, target kenaikan berikutnya berada di USD 3.575. Namun jika tekanan beli melemah, koreksi jangka pendek bisa menguji support di USD 3.527,” terangnya dalam keterangan tertulis, Rabu (3/9/2025).
Pada sesi perdagangan Asia Rabu (3/9/2025), harga emas bahkan sempat menyentuh level USD 3.547, sebelum akhirnya terkoreksi akibat aksi ambil untung. Kondisi pasar yang mulai jenuh beli dan penguatan terbatas Dolar AS membuat sebagian pelaku pasar menjadi lebih berhati-hati.
Namun, fundamental emas tetap dianggap kokoh, terutama dengan meningkatnya spekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga pada bulan September mendatang.
Keputusan The Fed
Ekspektasi kuat bahwa The Fed akan memangkas suku bunga menjadi katalis utama yang menjaga sentimen positif terhadap emas.
Para pelaku pasar bahkan memprediksi kemungkinan dua kali pemangkasan suku bunga, masing-masing sebesar 25 basis poin, hingga akhir tahun. Kebijakan ini akan semakin memperkokoh posisi emas sebagai aset lindung nilai yang menarik.
Selain faktor moneter, kondisi geopolitik global juga memberikan dorongan tambahan pada lonjakan harga emas. Konflik yang masih berlanjut antara Rusia dan Ukraina, serta meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, membuat investor cenderung mengalihkan portofolio mereka ke aset yang lebih aman seperti emas.
Hal ini tercermin dari sentimen yang melemah di pasar ekuitas global, yang pada akhirnya memberikan ruang bagi kenaikan harga emas.
Meski Indeks Dolar AS dan imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun turut menguat, faktor teknikal dan fundamental saat ini saling mendukung untuk mempertahankan momentum penguatan emas.
Menurut Andy Nugraha, ketidakpastian kebijakan moneter, potensi intervensi politik terhadap independensi The Fed, serta aliran dana yang meningkat ke ETF emas, menjadi faktor-faktor dominan yang membuat logam mulia ini tetap diminati investor.
Harga Emas Tergantung Sentimen Global
Pelaku pasar kini menantikan rilis laporan Lowongan Kerja JOLTS AS pada Rabu malam waktu setempat. Agenda ekonomi penting lainnya yang juga dinanti adalah laporan ketenagakerjaan sektor swasta ADP dan PMI Jasa ISM pada Kamis, serta laporan tenaga kerja Nonfarm Payrolls (NFP) pada Jumat.
Hasil dari data-data ini diperkirakan akan menjadi penentu arah kebijakan The Fed selanjutnya, yang secara langsung akan memengaruhi pergerakan harga emas.
Menurut Andy Nugraha, tren emas saat ini masih sangat solid dan berpotensi untuk melanjutkan kenaikannya, selama sentimen global mendukung. Pandangan ini menggarisbawahi posisi emas sebagai salah satu aset paling dicari di tengah gejolak ekonomi global.
“Selama harga bertahan di atas USD 3.500, emas tetap memiliki ruang untuk bergerak lebih tinggi,” ujar Andy Nugraha.
Pernyataan ini menegaskan bahwa prospek emas ke depan masih sangat cerah, menjadikannya pilihan investasi yang kuat bagi mereka yang mencari perlindungan dari ketidakpastian pasar.