Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,08 persen secara bulanan (month to month/mtm) pada Agustus 2025. Angka ini menurunkan indeks harga konsumen (IHK) dari 108,60 pada Juli menjadi 108,51 pada Agustus.
"Pada Agustus 2025 terjadi deflasi sebesar 0,08 persen secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 108,60 pada Juli 2025 menjadi 108,51 pada Agustus 2025," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers BPS, Senin (1/9/2025).
Ia menyebut deflasi pada bulan Agustus merupakan fenomena musiman. Sejak 2021, pola deflasi selalu tercatat setiap bulan Agustus. Namun, tingkat deflasi Agustus 2025 ini lebih rendah dibandingkan dengan Agustus 2023 maupun 2024.
"Jadi, berdasarkan historis sejak 2021 hingga 2025, terjadi deflasi di setiap bulan Agustus. Tingkat deflasi untuk Agustus 2025 ini adalah sebesar 0,08 persen di mana ini lebih rendah dibandingkan dengan kondisi bulan Agustus 2023 dan juga 2024, ujarnya.
Secara tahunan, Indonesia masih mencatat inflasi sebesar 2,31 persen (year on year/yoy). Sementara itu, secara tahun kalender atau year to date, inflasi tercatat 1,60 persen. Artinya, secara keseluruhan laju inflasi nasional masih berada pada level yang terjaga.
"Secara year-on-year terjadi inflasi sebesar 2,31 persen dan secara tahun kalender atau year-to-date trjadi inflasi 1,60 persen," ujarnya.
Makanan Jadi Penyumbang Utama Deflasi
Pudji menjelaskan, deflasi pada Agustus 2025 terutama dipengaruhi oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mencatat deflasi 0,29 persen. Kelompok ini memberikan andil deflasi terbesar yakni sebesar 0,08 persen terhadap total deflasi bulan ini.
"Komoditas yang dominan mendorong deflasi pada kolompok ini adalah tomat yang memberikan andil deflasi sebesra 0,01 persen, dan komoditas lain yang juga memberikan andil deflasi pada kelompok ini adalah cabai rawit dengan andil deflasi sebesar 0,07 persen, kemudian tarif angkutan udara dengan andil deflasi sebesar 0,03 persen, bensin dengan andil deflasi 0,02 persen," ungkapnya.
Namun, tidak semua komoditas turun. Bawang merah dan beras justru mengalami kenaikan harga sehingga menahan deflasi lebih dalam. Bawang merah mencatat inflasi 7,59 persen dengan andil inflasi 0,05 persen, sementara beras naik 0,73 persen dengan andil inflasi 0,03 persen.
Tekanan Inflasi Masih Datang dari Komponen Inti
Meski secara umum terjadi deflasi, BPS mencatat komponen inti justru mengalami inflasi sebesar 0,06 persen dengan andil 0,04 persen. Kenaikan ini terutama dipengaruhi biaya kuliah, biaya sekolah dasar, serta harga emas perhiasan.
"Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,06 persen dan komponen ini memberikan andil inflasi sebesar 0,04 persen," ujarnya.
Selain komponen inti, komponen harga bergejolak mencatat deflasi signifikan sebesar 0,61 persen dengan andil deflasi 0,10 persen. Tomat, cabai rawit, dan bawang putih menjadi penyumbang utama. Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah juga mengalami deflasi 0,08 persen, dipengaruhi oleh penurunan tarif angkutan udara dan bensin.