Liputan6.com, Jakarta - Laju inflasi kawasan zona euro mencapai 2,1% pada Agustus, melampaui ekspektasi ekonom yang memperkirakan angka akan stagnan di level 2% seperti bulan sebelumnya. Data ini dirilis oleh Badan Statistik Eurostat pada Selasa pekan lalu.
Kenaikan ini mengejutkan pasar, mengingat konsensus ekonom Reuters sebelumnya yakin inflasi zona euro akan bertahan di angka 2%. Namun realitanya, tekanan harga dikawasan mata uang tunggal Eropa kembali menguat. Demikian mengutip dari CNBC, Senin (8/9/2025).
Di sisi lain, inflasi inti yang mengecualikan komponen volatile seperti makanan, energi, alkohol, dan tembakau masih bertahan di 2,3%, tidak berubah dari bulan sebelumnya. Yang menarik, inflasi sektor jasa justru mengalami penurunan yang tipis dari 3,2% menjadi 3,1%.
Respons pasar terhadap data inflasi ini cukup keras. Euro langsung tertekan 0,6% terhadap dolar AS menjadi US$1,1640. Sementara itu, indeks saham gabungan Eropa, Stoxx 600, juga turut terpuruk 0,7% Selasa pagi. Angka 2,1% ini memang hanya selisih tipis dari target Bank Sentral Eropa (ECB) sebesar 2%. Namun selisih ini tetap membuat investor was-was akan arah kebijakan moneter ke depannya.
Bank Sentral Eropa Masih Pertahankan Suku Bunga Acuan
ECB masih mempertahankan suku bunga di angka 2% sejak Juli, dan para ahli ekonomi memprediksi ECB tidak akan mengubah suku bunga ini dalam rapat September mendatang.
Alasannya sederhana, ekonomi negara-negara Eropa masih lemah dengan pertumbuhan yang hanya sekitar 0,1% di kuartal kedua menurut data Eurostat - angka yang sangat kecil dan menunjukkan kondisi ekonomi zona euro yang masih rapuh.
Meski ada kabar baik berupa kesepakatan dagang antara Uni Eropa dan Amerika Serikat pada akhir Juli yang mengurangi ketidakpastian perdagangan, tetapi kekhawatiran terkait kemungkinan tarif 15% yang bisa dikenakan Amerika untuk barang-barang ekspor dari Eropa masih tetap ada.
Dengan situasi yang masih tidak pasti ini, ECB diperkirakan akan bermain aman dengan tidak mengubah suku bunga sembari menunggu ekonomi Eropa pulih lebih kuat.
Kata Ekonom
Analis dari Capital Economics, Andrew Kenningham yakin, kenaikan inflasi yang terjadi tidak akan membuat ECB mengubah kebijakannya secara drastis. Menurutnya, ECB pasti akan mempertahankan suku bunga tetap untuk saat ini, minggu depan, bahkan mungkin untuk beberapa bulan ke depan.
Yang lebih menggembirakan menurut Kenningham adalah turunnya inflasi sektor jasa dari 3,2% menjadi 3,1%.
"Ini adalah level terendah sejak Maret 2022. Penurunan ini bisa menenangkan para pembuat kebijakan karena menunjukkan bahwa tekanan kenaikan harga di dalam negeri terus berkurang," ujar dia.
Ia juga memprediksi inflasi jasa akan terus mengalami penurunan seiring dengan melonggarnya kondisi pasar tenaga kerja.
Bank Sentral Bakal Hati-Hati
Irene Lauro dari Schroders juga sependapat EBC akan sangat berhati-hati dalam menentukan arah suku bunga ke depannya.
Dia menilai, dengan berkurangnya ketidakpastian dalam perdagangan internasional, ekonomi zona euro akan mengalami pemulihan ke arah yang lebih kuat karena perusahaan-perusahaan akan lebih berani menambah pinjaman dan berinvestasi. Karena itu, ECB kemungkinan besar akan tetap mempertahankan suku bunga dengan sangat hati-hati di pertemuan September mendatang.
Lauro juga menjelaskan bahwa inflasi inti yang masih bertahan tinggi menunjukkan bahwa fase normalisasi kebijakan ekonomi sudah selesai. Artinya, ECB tidak akan terburu-buru mengubah kebijakannya dan akan terus memantau perkembangan pertumbuhan ekonomi dengan sangat ketat sebelum memutuskan langkah selanjutnya.