Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta badan usaha pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), seperti Shell dan BP AKR, untuk menyerahkan data kebutuhan volume serta spesifikasi bahan bakar minyak (BBM) yang mereka gunakan.
“Kami minta data dari seluruh badan usaha mengenai keperluannya berapa dan masukannya seperti apa spek tersebut,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, dikutip dari Antara, Rabu (10/9/2025).
Laode menargetkan data tersebut bisa disiapkan dalam waktu satu pekan oleh pengelola SPBU swasta. Selanjutnya, data akan diolah Kementerian ESDM dan diserahkan kepada Pertamina sebagai dasar pengadaan BBM.
Jika Pertamina mampu memenuhi kebutuhan tanpa menambah impor, maka Indonesia tidak perlu lagi mendatangkan BBM dari luar negeri.
Namun, bila kebutuhan SPBU swasta memerlukan pasokan tambahan, Pertamina bisa membuka opsi impor.
“Iya, (penambahan impor) satu pintu, harus melalui Pertamina,” tegas Laode.
Selain volume, ESDM juga meminta data spesifikasi karena setiap SPBU memiliki perbedaan kandungan zat aditif dalam BBM yang mereka jual. Meski begitu, menurut Laode, belum ada instruksi agar Pertamina menyesuaikan aditif yang digunakan.
“Belum ke arah situ, kami lebih ke arah mendengarkan saja dulu,” katanya.
BP AKR Siap Serahkan Data
Direktur Utama BP AKR, Vanda Laura, yang hadir dalam rapat bersama Kementerian ESDM, menyatakan pihaknya siap menyerahkan persyaratan dan spesifikasi BBM milik BP untuk dievaluasi bersama Pertamina.
“Kami akan serahkan requirements yang kami punya untuk dibicarakan lebih lanjut. Mesti dievaluasi juga dari tim Pertamina,” ujarnya.
Rapat tersebut digelar sebagai tindak lanjut atas kelangkaan BBM di SPBU swasta, khususnya Shell dan BP, sejak Agustus lalu.
Tak Ada Impor BBM Tambahan untuk Shell, BP, dan Vivo Meski Stok Kosong
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak ada tambahan impor bahan bakar minyak (BBM) untuk pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta, seperti Shell, BP, dan Vivo.
“Tidak ada. Sinkronisasi (impor) dengan Pertamina,” ucap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman, dikutip dari Antara, Selasa (9/9/2025).
Arahan tersebut ia sampaikan dalam rapat bersama Shell, BP AKR, dan Vivo selaku pengelola SPBU swasta. Laode meminta kepada Shell, BP AKR, dan Vivo untuk menyerap impor BBM dari Pertamina, sebagaimana arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Laode pun memastikan terdapat sinkronisasi standar kualitas BBM, sebagaimana yang telah termaktub dalam regulasi yang dikeluarkan oleh Ditjen Migas terkait spesifikasi BBM.
“Jadi, ini (kualitas) sudah diatur, harusnya tidak ada isu dengan spesifikasinya,” kata Laode.
Dinamika Pasar
Ia juga menjelaskan bahwasanya pemerintah sudah memberi tambahan impor BBM bagi pengelola SPBU swasta sebesar 10 persen dari impor tahun lalu.
“Dan diharapkan badan usaha swasta bisa memanfaatkan kelebihan volume ini untuk mendistribusikan BBM gasoline-nya, bensinnya,” tuturnya.
Akan tetapi, pada 2025 justru terjadi perubahan dinamika pasar, dari masyarakat yang biasa membeli BBM bersubsidi seperti Pertalite, kini beralih ke BBM nonsubsidi.