Liputan6.com, Jakarta - Program sapi merah putih dinilai tidak memakai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Demikian disampaikan Menteri Perencanaan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy, seperti dikutip dari Antara, Jumat (29/8/2025).
Adapun kolaborasi program ini dilakukan antara Bappenas dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan PT Moosa Genetika Farmindo yang memperoleh dukungan pendanaan dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara PT Moosa dengan BRI tentang Pemanfaatan Layanan Jasa Perbankan.
“Di sini tidak pakai uang APBN. Ini bebas APBN,” ujar Rachmat Pambudy usai Peluncuran Program Sapi Merah Putih di Lapangan Banteng Jakarta, Jumat, seperti dikutip dari Antara.
Program Sapi Merah Putih adalah program peningkatan genetik yang dirancang untuk memperkuat industri sapi perah Indonesia dengan fokus pada sistem peternakan rakyat.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menjadi inisiator program ini, mengingat dirinya juga merupakan akademisi di bidang agribisnis dan guru besar di IPB.
Program ini bertujuan mengembangkan sapi perah yang lebih produktif dan tangguh terhadap kondisi tropis, dengan memanfaatkan plasma nutfah lokal yang telah beradaptasi.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya bersyukur karena bank bisa percaya kepada peternak dan peneliti untuk mengembangkan program Sapi Merah Putih.
Model Gotong Royong
Selain itu, pihaknya mengingatkan PT Moosa agar tidak merugikan BRI. Karena itu, program ini memperoleh asuransi untuk menjaga kepercayaan perbankan.
Kepala Bappenas mengistilahkan kolaborasi ini sebagai model gotong royong, yang tidak menggunakan APBN.
Dia menuturkan, APBN hanya pengungkit saja, sementara memperoleh pendanaan bisa didapatkan dari dana masyarakat, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), korporasi besar, hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Kepercayaan bank juga harus dijaga dengan asuransi. Asuransi pun harus dijaga, jangan rugi," kata Rachmat.
Kepala Bappenas mengaku memperoleh inspirasi dari Presiden RI dalam mengembangkan sapi perah, bahkan sebelum Prabowo menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Pengembangan Sapi Unggul
Sebelum menjadi Presiden, Prabowo disebut memiliki cita-cita revolusi putih, yakni membangun generasi supaya memperoleh gizi baik berbasis susu. Namun, kondisi sapi perah di Indonesia belum cukup sehingga perlu ada perbaikan dari bibit yang baik.
Tahun 1995, diceritakan adanya kelahiran 50 sapi kembar identik di Balai Embrio Ternak (BET) di Cipelang, Bogor.
Sejak saat itu, Rachmat mendiskusikan untuk mengembangkan sapi kembar identik Indonesia nan berkualitas, yang akhirnya telah dimiliki 120 sapi unggul pada tahun ini.
Secara berkala, Rachmat melaporkan kepada Prabowo sebelum menjadi Presiden bahwa ilmuwan Indonesia sudah menemukan teori transfer embrio yang menekankan perbaikan mutu genetik, tetapi harus diuji terus agar bisa dipraktikkan.
Laporan lain yang disampaikan terkait harapan adanya produksi sapi berkualitas, tahan penyakit, kemampuan untuk beradaptasi pada lingkungan panas yang dapat diprediksi dari status fisiologis ternak (heat tolerance), dan lain sebagainya.
Konsumsi Susu
Dengan dukungan dari PT Moosa yang memiliki kemampuan meningkatkan genetik sapi lokal dan sapi perah melalui teknologi reproduksi hewan serta molekuler modern, diharapkan Program Sapi Merah Putih bisa memberikan manfaat.
“Di RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2030) disebutkan bahwa program Makan Bergizi Gratis, program Swasembada Pangan (yang) salah satunya adalah sapi perah, dan salah satu yang diharapkan oleh Bapak Presiden pada waktu kita memberikan makan bergizi adalah memberikan satu gelas susu,” ujar dia.
“Ketika saya laporkan kepada beliau (Presiden) ini sudah bisa produksi, tapi baru bibitnya, susunya belum. Kemudian dengan memproduksi sapi, maka kita harapkan susunya pun akan terpenuhi,” ucap Menteri PPN.
Konsumsi susu di Indonesia sendiri terus meningkat hingga sekitar 4,5 juta ton per tahun. Namun, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 20 persen atau sekitar 0,9 juta ton, sehingga 80 persen sisanya dipenuhi oleh impor.
Populasi Sapi Perah
Adapun populasi sapi perah nasional saat ini sekitar 540 ribu ekonomi yang 80 persen di antaranya berasal dari peternakan rakyat, dengan produktivitas rata-rata 10-12 liter per ekor per hari, jauh di bawah potensi optimal.
Karena itu, Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Bappenas Leonardo A. A. Teguh Sambodo pada Kamis (28/8) mengharapkan kolaborasi pihaknya dengan PT Moosa dan IPB dapat mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain.
Misalnya ialah India yang sudah memulai perbaikan genetika sapi di era 1970-an, Amerika Serikat (AS) pada 1945, dan Tiongkok saat dasawarsa 1980.
Dengan begitu, produksi susu dapat ditingkatkan seiring kemajuan dalam sektor peternakan sapi.