Ketahui Cara Hitung Pajak Alat Berat, Jangan Sampai Salah

2 weeks ago 4

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menerapkan kembali Pajak Alat Berat (PAB) sebagai bagian dari upaya memperkuat kemandirian fiskal daerah. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

“Dengan adanya aturan ini, alat berat memiliki pos pajak tersendiri, terpisah dari kendaraan bermotor,” jelas Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda, Morris Danny dalam keterangannya, Kamis (28/8/2025).

Siapa yang Wajib Membayar PAB?

PAB dikenakan atas kepemilikan maupun penguasaan alat berat, baik oleh individu maupun badan usaha. Alat berat yang dimaksud mencakup excavator, bulldozer, crane, wheel loader, hingga mesin besar lainnya yang digunakan untuk konstruksi, pertambangan, atau kehutanan.

Namun, ada pengecualian bagi instansi pemerintah, TNI/Polri, perwakilan diplomatik negara asing yang mendapat fasilitas bebas pajak, serta lembaga internasional yang diakui secara hukum.

Cara Hitung Pajak Alat Berat

Tarif PAB ditetapkan sebesar 0,2% dari Nilai Jual Alat Berat (NJAB). Pembayaran dilakukan di muka untuk jangka waktu satu tahun sejak tanggal alat berat dimiliki secara sah.

Sebagai contoh, jika sebuah alat berat bernilai Rp150 juta, maka pajak yang harus dibayar adalah Rp150.000.000 x 0,2% = Rp300.000 per tahun.

“Proses pendaftaran dan pelaporan sudah bisa dilakukan secara online melalui portal resmi Pemprov DKI Jakarta di Pajak Online Jakarta. Jadi, masyarakat tidak perlu repot datang langsung,” terang Morris Danny.

Manfaat Pajak Bagi Pembangunan Jakarta

Pendapatan dari PAB akan dialokasikan untuk berbagai kebutuhan pembangunan, mulai dari infrastruktur, transportasi publik, hingga peningkatan layanan masyarakat. Pemerintah menekankan bahwa kepatuhan membayar pajak bukan hanya kewajiban administrasi, melainkan kontribusi nyata untuk kemajuan kota.

“Kami mengajak pemilik alat berat, terutama pelaku usaha di sektor konstruksi dan tambang, untuk taat membayar pajak tepat waktu. Dengan begitu, pembangunan Jakarta bisa berjalan lebih optimal dan berkelanjutan,” ujar Morris Danny.

Pajak Digital Sentuh Rp 40,02 Triliun hingga Juli 2025

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 31 Juli 2025 penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp 40,02 triliun. Penerimaan tertinggi pajak digital ini dari pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). 

Jika dirinci, penerimaan pajak berasal dari pemungutan PPN  PMSE Rp 31,06 triliun, pajak atas aset kripto Rp 1,55 triliun, pajak fintech (peer-to-peer lending) Rp 3,88 triliun, serta pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) Rp 3,53 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Rosmauli, mengatakan hingga Juli 2025, pemerintah telah menunjuk 223 perusahan sebagai pemungut PPN PMSE.

"Pada bulan yang sama, terdapat tiga penunjukan baru, yaitu Scalable Hosting Solutions OÜ, Express Technologies Limited, dan Finelo Limited. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mencabut penunjukan tiga pemungut PPN PMSE, yakni Evernote GmbH, To The New Singapore Pte. Ltd., dan Epic Games Entertainment International GmbH," ujar Rosmauli dalam keterangan DJP, Rabu (27/8/2025).

Ia menjelaskan bahwa dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, sebanyak 201 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total Rp31,06 triliun.

"Jumlah tersebut terdiri atas setoran Rp731,4 miliar pada 2020, Rp3,90 triliun pada 2021, Rp5,51 triliun pada 2022, Rp6,76 triliun pada 2023, Rp8,44 triliun pada 2024, serta Rp5,72 triliun hingga 2025," ujarnya.

Rincian Penerimaan Pajak Digital

Untuk rinciannya, penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp 1,55 triliun sampai dengan Juli 2025. Penerimaan tersebut berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, Rp 620,4 miliar penerimaan 2024, dan Rp 462,67 miliar penerimaan 2025.

"Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 730,41 miliar penerimaan PPh 22 atas dan Rp 819,94 miliar penerimaan PPN DN," ujarnya.

Selain itu, pajak fintech juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 3,88 triliun sampai dengan Juli 2025. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp 446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan tahun 2023, Rp 1,48 triliun penerimaan tahun 2024, dan Rp 841,07 miliar penerimaan tahun 2025.

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp 1,09 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp 724,25 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 2,06 triliun.

Read Entire Article
Bisnis | Football |